Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

54 Tahun Lagi

29 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kegelapan akan meliputi sebelas kota di Indonesia tatkala gerhana matahari total berlangsung pada 9 Maret mendatang. Inilah gerhana matahari total pertama yang melewati Indonesia pada abad ke-21. "Gerhana kali ini istimewa bagi Indonesia karena lintasannya terentang dari barat ke timur," ujar dosen astronomi Institut Teknologi Bandung, Premana W. Premadi.

Gerhana matahari terjadi manakala bulan melintas di antara bumi dan matahari. Fenomena ini hanya mungkin berlangsung pada fase bulan baru, ketika lintasan bulan tepat di antara bumi dan matahari dan bayangannya menutupi sebagian wilayah planet. Posisi, arah gerakan, serta jarak relatif bumi, bulan, dan matahari menentukan tipe gerhana yang terjadi: sebagian, cincin, dan total.

Peluang munculnya gerhana bergantung pada mekanisme serta waktu peredaran bumi dan bulan terhadap matahari. Sejak terbentuk 4,5 miliar tahun lalu, bulan sebenarnya perlahan bergerak menjauhi bumi dengan jarak sekitar 4 sentimeter per tahun. Diameter matahari 400 kali lebih besar ketimbang bulan, yang cuma 3.476 kilometer. Namun, mengorbit secara eliptik, jarak bulan ke bumi 400 kali lebih dekat ketimbang matahari. Pada 9 Maret nanti, bulan berada di jarak yang tepat sehingga ketika terlihat di langit akan menutupi matahari secara total.

Sepanjang abad ke-21, menurut daftar yang dirilis Badan Antariksa Amerika Serikat, ada 224 gerhana matahari: 77 gerhana matahari sebagian, 72 gerhana matahari cincin, 68 gerhana matahari total, dan 7 gerhana hybrid—kombinasi langka antara gerhana total dan cincin. Hingga 2100, Indonesia akan mengalami 14 gerhana matahari, dua di antaranya gerhana hybrid pada 2023 dan 2049.

Menurut Premana, meski bumi dan bulan berotasi dan bergerak mengelilingi matahari secara teratur, fenomena gerhana tidak mudah terjadi. "Tak setiap purnama terjadi gerhana bulan atau setiap fase bulan baru terjadi gerhana matahari," katanya. "Posisi dan sudut bumi, bulan, dan matahari itu menentukan hasilnya." Lalu bagaimana sebenarnya mengetahui kapan dan di mana terjadi gerhana matahari?

Tak mudah memecahkan masalah keteraturan siklus gerhana matahari. Gerhana tak otomatis terjadi setiap fase bulan baru karena posisi bulan yang miring lima derajat terhadap orbit bumi. Akibatnya, bayangan bulan biasanya melewati sisi atas atau bawah bumi sehingga gerhana tak terjadi. "Hingga saat ini siklus gerhana masih dipelajari dengan melihat bagaimana kriteria terjadinya gerhana dan sejarah catatan tentang gerhana yang sudah ada sejak era Babilonia sekitar 700 sebelum Masehi," kata Premana.

Kemungkinan posisi sejajar antara bumi, bulan, dan matahari membuat gerhana berada dalam interval waktu spesifik: gerhana bisa berulang atau kembali. Menurut Premana, ada semacam keteraturan tapi tidak seperti siklus yang sudah dikenal orang sangat rapi seperti fase terbit dan terbenamnya matahari atau siklus spektakuler komet Halley yang akan terlihat dari bumi setiap 76 tahun sekali.

Penemuan penting dari era Babilonia, selain rangkaian jenis gerhana, adalah kalkulasi bahwa gerhana cenderung berulang setelah 18 tahun, 11 hari, dan 8 jam. Perulangan ini dikenal sebagai siklus atau daur saros—berasal dari bahasa Babilonia, sharu. Hasil kalkulasi ini cukup akurat untuk memprediksi pengulangan gerhana.

Menurut Rhorom Priyatikanto, peneliti dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional, siklus saros itu dilihat atau dipilah berdasarkan bagaimana cara bulan bergerak menutup matahari dan menjadi identitas gerhananya. "Gerhana seri kesekian dilihat dari gerakan, durasi, dan ukuran bulan menutupi matahari."

Pola perulangan saros itu dibagi rata untuk memprediksi gerhana. Misalnya, tahun ini Indonesia mengalami gerhana tipe tertentu yang didata. Sekitar 18 tahun berikutnya, sepertiga bagian bumi lain merasakan gerhana yang mirip, selang durasi yang sama berikutnya giliran sepertiga bagian lainnya yang mengalami fenomena itu. "Sekitar 55 tahun lagi, gerhana yang saat ini terjadi ada kemungkinan kembali ke Indonesia," ujar Rhorom. "Tapi lintasannya pasti bergeser."

Gerhana matahari total pada 9 Maret nanti, kata Rhorom, mirip dengan yang terjadi di Indonesia pada 1962. Gerhana itu terulang setelah 54 tahun atau tiga kali siklus saros. "Lintasannya di wilayah Indonesia mirip, tapi tak sama persis melewati kota-kota yang saat ini masuk jalur gerhana matahari total."

Premana mengatakan sejauh ini tak ada formula yang pasti untuk menghitung gerhana bisa terjadi di tempat dan waktu yang sama. Selain sudut dan posisi bulan terhadap bumi, kecepatan rotasi bumi dan bulan yang berbeda—sementara mereka juga mengelilingi matahari—membuat kian sulit memprediksi gerhana melintasi lokasi yang sama persis. "Yang diperhatikan adalah seperti apa proses gerhana, lalu dicocokkan dengan tipe yang sudah tercatat untuk memprediksi kemungkinan muncul berapa tahun kemudian."

Gabriel Wahyu Titiyoga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus