Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Abang-Ijo Di Kandang Banteng

Jokowi-Ma’ruf unggul tebal di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bersatunya kelompok nasionalis dan nahdliyin.

20 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Santri menggunakan hak suara pada Pemilihan Umum 2019 di tempat pemungutan suara lingkungan Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, 17 April lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ROMADLON sudah mantap memilih Joko Widodo sejak 2015, empat tahun sebelum hiruk-pikuk pencoblosan pada 17 April. Pengelola Pondok Pesantren Al-Huda di Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, ini terpikat kebijakan presiden inkumben yang menetapkan Hari Santri Nasional pada 22 Oktober. “Jokowi itu pemimpin yang ngewongke santri,” ujar Romadlon pada Jumat, 19 April lalu.

Tekad pria 55 tahun ini mencoblos Jokowi makin kokoh begitu mantan Gubernur DKI Jakarta itu menggamit Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden. Bagi santri seperti Romadlon, Ma’ruf, yang waktu itu Rais Am Nahdlatul Ulama, merupakan obat rindu kehadiran kiai di panggung politik nasional. Karena itu, Romadlon dan santri-santrinya mati-matian memenangkan Ma’ruf.

Di Jawa Tengah, Muhamad Hanif juga memilih pasangan nomor urut 01 karena figur Ma’ruf. Menurut Hanif, 36 tahun, santri merasa punya hajatan besar pada pemilihan presiden tahun ini lantaran Ma’ruf ikut berlaga. “Kami ini ibaratnya sedang mantu dan pengantinnya itu Kiai Ma’ruf,” kata Hanif, pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro di Semarang. “Pesta kami tak boleh gagal.”

Warga nahdliyin di Jawa Tengah tak hanya urun suara pada hari pencoblosan. Siti Maemunah, 37 tahun, rajin berkeliling kampung bersama Jaringan Perempuan NU di Semarang. Mereka mengadakan pengajian dan membentuk majelis taklim. Dalam kegiatan tersebut, Siti dan teman-temannya mensosialisasi program Jokowi-Ma’ruf serta mengajak mereka memilih pasangan nomor urut 01 itu. “Alhamdulillah, Jokowi menang di semua tempat pemungutan suara di dekat rumah saya,” ujar Siti.

Di Jawa Timur dan Jawa Tengah, Jokowi-Ma’ruf unggul jauh dari penantangnya, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei. Kemenangan Jokowi di dua provinsi itu bahkan melampaui perolehan suaranya pada 2014. Lima tahun lalu, perolehan suara Jokowi di Jawa Tengah mencapai 66,65 persen, sedangkan di Jawa Timur 53,17 persen. Kali ini, Jokowi meraih 77,02 persen di Jawa Tengah dan 65,66 persen di Jawa Timur versi hitung cepat Indikator Politik Indonesia.

Data hitung cepat Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Cyrus Network tak berbeda dengan Indikator. Peneliti CSIS, Arya Fernandes, mengatakan perolehan suara di Jawa Tengah dan Jawa Timur menjaga keunggulan Jokowi secara nasional, meski Prabowo merebut tiga provinsi yang dimenangi inkumben pada 2014, yakni Jambi, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Selatan, serta menang besar di basis lamanya, seperti Jawa Barat, Banten, Sumatera Barat, dan Aceh. Selisih suara yang lebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta banyaknya jumlah pemilih di sana menjadi penyebabnya.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional, Arsul Sani, mengatakan keunggulan Jokowi yang tebal di Jawa Tengah dan Jawa Timur berkat kolaborasi kelompok abangan dan para santri nahdliyin. “Koalisi abang-ijo solid,” ujar Arsul. Abangan diasosiasikan dengan kelompok nasionalis, sedangkan ijo merujuk pada kalangan santri.

Jawa Tengah juga dikenal sebagai basis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, penyokong utama Jokowi. Menurut Arsul, kelompok nasionalis tersebut mendapat tambahan suara dari para santri yang ingin kiainya menang. “Kiai Ma’ruf memperkuat basis santri di lumbung suara partai nasionalis,” ujar Arsul, yang juga Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan.

Suara santri di sana relatif solid karena di Jawa Tengah terdapat sejumlah kiai berpengaruh di Nahdlatul Ulama, seperti Kiai Maimoen Zubair dari Rembang dan Muhammad Luthfi bin Yahya atau Habib Luthfi dari Pekalongan. Foto keduanya bersama Jokowi beberapa hari sebelum pencoblosan tersiar luas. Sedangkan Jawa Timur adalah basis tradisional Nahdlatul Ulama. Kedua provinsi juga kantong terbesar Partai Kebangkitan Bangsa, partai yang identik dengan NU, yang juga pendukung Jokowi-Ma’ruf.

Keunggulan Jokowi di kedua provinsi juga disumbang kerja mesin partai dan relawan. Ketua PDI Perjuangan Jawa Tengah Bambang Wuryanto mengatakan partainya menggerakkan regu kecil yang terdiri atas tiga orang untuk memobilisasi pemilih ke tempat pemungutan suara. Tim ini bernama “Guraklih”, kependekan dari Regu Penggerak Pemilih. “Mereka mengantar-jemput pemilih PDIP dan Jokowi yang belum mencoblos ke TPS,” ujar Bambang.

Hasilnya, perolehan suara PDIP di Jawa Tengah hampir menembus 30 persen, melonjak dari 2014. Menurut exit poll Indikator Politik Indonesia, 91 persen pemilih PDIP juga memilih Jokowi.

Relawan yang terafiliasi dengan NU di “kandang banteng” menyolidkan suara Jokowi. Ida Fauziyah, Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU yang juga Direktur Penggalangan Pemilih Perempuan Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf, membentuk Jaringan Perempuan NU. Kelompok ini, sebagaimana dikerjakan Siti Maemunah di Semarang, berkeliling mengkampanyekan program pasangan nomor urut 01 di forum pengajian ibu-ibu.

Ida, mantan calon Wakil Gubernur Jawa Tengah, bercerita bahwa kelompoknya juga bekerja menjawab fitnah yang dialamatkan kepada Jokowi dan Ma’ruf. Misalnya, ketika Ida berkampanye di Kebumen, Jawa Tengah, pada 8 Maret lalu, ada seorang perempuan yang bertanya soal Jokowi yang dituding anti-Islam. Kepada perempuan itu, Ida menjawab bahwa Jokowi justru berpihak kepada umat Islam. Contohnya membangun sejumlah kampus Islam dan menetapkan Hari Santri. “Perempuan NU harus bisa menjelaskan tudingan itu kepada masyarakat,” ujar Ida.

Seperti Guraklih dari PDIP, Jaringan Perempuan NU tetap bergerak pada hari pemilihan. Menurut Ida, berkekuatan 200 ribu perempuan nahdliyin di Jawa Tengah, mereka bertugas menggerakkan pemilih ke tempat pencoblosan. “Kami datang ke rumah-rumah untuk ngobrak-ngobrak,” kata Ida.

Di Jawa Timur, kelompok santri mendukung Jokowi, antara lain, melalui Jaringan Kiai Santri Nasional atau JKSN. Kelompok ini dimotori Ketua Muslimat NU yang juga Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Menurut Sekretaris JKSN Zahrul Azhar Asumta, lembaganya menjadi simpul yang menghubungkan kiai dan santri yang mendukung Jokowi-Ma’ruf. “Lembaga ini mengkonsolidasikan suara para nahdliyin,” ujarnya.

Menurut Zahrul, suara santri di Jawa Timur makin bulat ke Jokowi setelah pidato kebangsaan Prabowo di Dyandra Convention Center, Surabaya, pada 12 April lalu. Di situ, Prabowo mengumumkan puluhan nama yang digadang-gadang akan membantunya bila terpilih sebagai presiden. Dari daftar itu, tak satu pun ada santri dan kiai NU yang disebut, padahal acara diadakan di “kandang” NU. “Walhasil, dukungan santri ke Jokowi-Ma’ruf makin mengkristal.”

RAYMUNDUS RIKANG

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus