Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Berkat Agama dan Hoaks

Prabowo tetap mendulang banyak suara dari basis lamanya. Ditengarai berkat suburnya kabar bohong.

20 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK pukul tujuh pagi, Lilis Sartika sudah berada di tempat pemungutan suara nomor 11 di Jalan Pelabuhan 2, Cikujang, Sukabumi, Jawa Barat, pada Rabu, 17 April lalu. Sebelum mencoblos, Lilis sempat berdoa di bilik suara agar jagoannya, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, menang dalam pemilihan presiden. Setelah berdoa, perempuan 51 tahun ini mencolok peci Prabowo di surat suara.

Lilis ogah memilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin lantaran menganggap Jokowi kurang mewakili suara umat Islam. Menurut Lilis, Jokowi banyak didukung kelompok nonmuslim sekalipun wakilnya, Ma’ruf Amin, adalah tokoh Nahdlatul Ulama. “Kalau Kiai Ma’ruf mungkin cuma strategi. Seharusnya mah dia jadi penasihat aja. Kan, sudah sepuh. Tapi ini kok malah ikut politik,” ujar Lilis dua hari setelah pemilihan.

Sebagaimana Lilis, Larasitha Prameswardani memilih Prabowo-Sandiaga. Warga Jatikramat, Bekasi, Jawa Barat, ini enggan memilih Jokowi karena menganggap presiden inkumben itu memberikan karpet merah kepada investasi Cina dan dekat dengan Partai Komunis Indonesia atau PKI. Perempuan 28 tahun ini percaya bahwa partai pengusung Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, beranggotakan kader PKI.

Keyakinan tersebut tertancap setelah ia membaca sebuah buku tentang kader PDIP yang disebut keturunan anggota PKI. “Mungkin kalau Jokowi enggak (Cina dan PKI), tapi kalau PDIP yakin 200 persen,” ujar Larasitha. Ia juga percaya, di era Jokowi, tenaga kerja asal Cina di Indonesia membeludak.

Isu bangkitnya PKI serta masuknya jutaan tenaga kerja asal Cina berlambak di Jawa Barat selama masa kampanye pemilihan presiden. Menurut riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tentang intoleransi di sembilan provinsi pada 2018, Jawa Barat adalah satu dari tiga daerah dengan tingkat penerimaan yang tinggi terhadap informasi sesat. “Responden di Aceh, Banten, dan Jawa Barat cenderung mempercayai kabar bohong yang tersiar,” kata Amin Mudzakkir, peneliti politik LIPI. Berdasarkan riset tersebut, Amin berpendapat bahwa masyarakat dengan Islam politik—aspirasi untuk memformalitaskan Islam di ruang publik—yang kental seperti Jawa Barat lebih mudah termakan disinformasi.

Survei lembaga Indikator Politik Indonesia pada 16-26 Desember 2018 juga menunjukkan sebagian masyarakat Jawa Barat mempercayai isu miring yang dikaitkan dengan Jokowi. Berdasarkan survei itu, masih ada 21 persen penduduk Jawa Barat yang percaya PKI bangkit meski sudah dibubarkan pada 1966. Sekitar 18 persen responden percaya kebangkitan itu terjadi pada masa pemerintahan Jokowi, sedangkan 9 persen lainnya meyakini Jokowi melindungi anggota PKI.

Sebanyak 23 persen responden menyatakan mendengar tuduhan bahwa Jokowi beretnis Cina. Dari 23 persen itu, 24 persen percaya Jokowi keturunan Cina. Survei itu juga menunjukkan 20 persen masyarakat percaya orang tua Jokowi beragama Kristen. “Jokowi di sana seolah-olah memang dicitrakan tidak dekat dengan kelompok muslim,” ujar peneliti Indikator, Rizka Halida. Juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade, membantah tudingan bahwa timnya memainkan isu-isu tersebut di tanah Sunda. “Kami selalu berupaya kampanye sejuk,” katanya.

Dalam berbagai kesempatan, Jokowi berusaha menangkal fitnah tersebut. “Soal isu PKI, bapak saya itu muslim, kakek saya juga muslim. Orang tua saya asli Boyolali,” ujar Jokowi di Serpong, Tangerang Selatan, pada 4 November 2018. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, yang menyokong Jokowi, sampai membentuk tim Sapu Bersih Hoax pada awal Desember tahun lalu untuk meluruskan kabar yang beredar di media sosial. Sepekan sekali, tim itu menyampaikan informasi ke publik soal kabar sesat.

Tetap saja usaha tersebut tak mengungkit perolehan suara Jokowi-Ma’ruf. Di Jawa Barat, perolehan suara Jokowi-Ma’ruf tetap jeblok. Dari hasil hitung cepat yang dirilis lembaga survei Indo Barometer, perolehan suara Jokowi turun 1,22 persen dari 40,22 persen pada pemilihan 2014, ketika ia berpasangan dengan Jusuf Kalla. Dalam pemilihan kali ini, Jokowi-Ma’ruf cuma mendapat 39 persen, sedangkan perolehan suara Prabowo-Sandiaga naik menjadi 61 persen dari 59,78 persen.

Ridwan Kamil menengarai keoknya Jokowi di provinsinya disebabkan oleh merajalelanya kabar bohong. “Seliweran hoaks ini luar biasa. Laporan yang masuk ke Jabar Saber Hoax sebanyak 70 persennya tentang pemilu. Ini menandakan intensitas berita bohong dan meresahkan itu tinggi,” kata Ridwan sehari setelah pencoblosan.

Di Sumatera Barat, yang juga basis lama Prabowo, perolehan suara Ketua Umum Gerindra itu menembus 84,12 persen dalam hitung cepat Indikator. Berdasarkan exit poll lembaga itu, sebanyak 86 persen etnis Minangkabau memang memilih Prabowo-Sandiaga.

Widiryani, warga Bukittinggi, mencoblos Prabowo dalam dua pemilihan presiden terakhir. Ia mengaku memilih bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu karena faktor agama. “Islam Nusantara di Sumatera Barat tidak diperkenankan. Itu kesepakatan ulama Sumbar,” ujar perempuan 51 tahun ini. Ia merujuk pada gagasan Islam Nusantara, konsep Islam yang ramah terhadap budaya setempat, yang diusung Nahdlatul Ulama, organisasi kemasyarakatan Islam yang secara tak resmi berada di belakang Jokowi.

Perolehan suara Prabowo-Sandiaga di TPS tempat Widiryani mencoblos mencapai 225, sedangkan Jokowi-Ma’ruf hanya 22. Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di TPS 16 Kelurahan Campago Guguk Bulek ini mengatakan, saat penghitungan suara, tak ada saksi dari kubu Jokowi. “Saya panggil-panggil, tapi tidak ada saksi buat pilpres. Yang ada hanya saksi untuk pileg,” ujarnya.

Rupanya, absennya saksi pemilihan presiden dari kubu Jokowi itu karena wilayah tersebut memang tak digarap. Eko Wiratmoko, Sekretaris Jenderal Cakra 19, tim penyokong Jokowi, mengatakan, berdasarkan pemetaan, pemilih di Sumatera Barat sulit pindah dari Prabowo. “Jadi Sumatera Barat kami lepas,” ujar mantan Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya ini.

Demikian juga di Aceh. Menurut Eko, di sana tak ada saksi yang ditempatkan di TPS untuk pemilihan presiden. Selain karakter pemilihnya sangat mempertimbangkan isu agama, Prabowo-Sandiaga disokong Partai Aceh, partai lokal yang memiliki banyak pendukung.

Hasil hitung cepat Indikator Politik Indonesia menunjukkan, di provinsi itu, perolehan suara Prabowo melejit: dari 54,93 persen pada 2014 menjadi 84,99 persen pada pemilihan tahun ini. Sebaliknya, perolehan suara Jokowi kian terperosok. Ini juga yang terjadi di Banten, daerah asal Ma’ruf Amin. Lima tahun lalu, perolehan suara Prabowo 57,1 persen, sedangkan pada pemilihan kemarin naik menjadi 62,78 persen.

DEVY ERNIS, AHMAD FIKRI (BANDUNG), HUSSEIN ABRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus