Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MALAM setelah pencoblosan, rumah Ma’ruf Amin di Jalan Situbondo di kawasan Menteng, Jakarta, ramai oleh tamu yang datang dengan muka berseri-seri. Ma’ruf, yang baru datang dari pertemuan dengan pasangannya, Joko Widodo, dan ketua umum partai pengusungnya di Djakarta Theater, langsung mengajak mereka tahlilan. “Kami syukuran internal, membaca Yasin, zikir, dan berdoa,” kata Ma’ruf, Kamis, 18 April lalu.
Tamu masih mengalir ke kediaman Ma’ruf keesokan harinya. Hingga siang, ia masih menerima kolega dan pendukung yang mengucapkan selamat atas keunggulannya dalam pemilihan presiden. Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan Jokowi-Ma’ruf mengungguli Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Indikator Politik Indonesia, misalnya, menyebut pasangan 01 meraup suara 54,6 persen berbanding lawannya, 45,4 persen.
Sorenya, Ma’ruf bergegas ke Restoran Plataran, juga di kawasan Menteng. Para ketua umum dan sekretaris jenderal partai pengusung mengajak bertemu. Menurut Arsul Sani, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan, mereka bermaksud memberikan masukan kepada Jokowi dan Ma’ruf untuk menanggapi hasil pencoblosan. “Pak, kayaknya kita harus say something. Di sana (Prabowo Subianto) sudah deklarasi tiga kali, kita harus say something,” ujar Arsul menirukan masukan untuk Jokowi.
Sehari sebelumnya, Jokowi memang menanggapi hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei. Tapi ia tak mengklaim menang meski perolehan suaranya terpaut 8-10 persen dari rivalnya. “Kita harus bersabar menunggu penghitungan resmi dari KPU,” katanya setelah nonton bareng hitung cepat di Djakarta Theater bersama Ma’ruf dan para petinggi partai koalisi.
Meski menang, perolehan suara Jokowi hanya naik tipis dibanding hasil pemilihan 2014 melawan Prabowo Subianto, yang waktu itu berpasangan dengan Hatta Rajasa. Lima tahun lalu, ia unggul 53,15 persen berbanding 46,85 persen dan menang di 23 dari 33 provinsi. Menurut perkiraan lembaga survei Indikator Politik Indonesia, kali ini Jokowi unggul di 21 dari 34 provinsi. Agaknya, itu yang membuat Jokowi tak begitu puas terhadap hasil pemilihan tahun ini.
Menurut Arsul, reaksi Jokowi yang datar membuat sejumlah pendukung bertanya-tanya. “Apakah Jokowi-Ma’ruf tidak yakin bahwa 01 ini menang?” ujar Arsul. Maka, setelah berkumpul di Restoran Plataran sehari setelah pencoblosan, Jokowi akhirnya menanggapi keunggulannya dalam hitung cepat pada kisaran 54,5 persen melawan 45,5 persen. “Penghitungan suara quick count ini penghitungan yang ilmiah. Berdasarkan pengalaman-pengalaman pemilu lalu, akurasinya 99 persen, hampir sama dengan real count,” kata Jokowi.
Meski menang, perolehan suara Jokowi hanya naik tipis dibanding hasil pemilihan 2014 melawan Prabowo Subianto, yang waktu itu berpasangan dengan Hatta Rajasa. Lima tahun lalu, ia unggul 53,15 persen berbanding 46,85 persen dan menang di 23 dari 33 provinsi. Menurut perkiraan lembaga survei Indikator Politik Indonesia, kali ini Jokowi unggul di 21 dari 34 provinsi. Agaknya, itu yang membuat Jokowi tak begitu puas terhadap hasil pemilihan tahun ini.
Sebagai presiden inkumben, perolehan suara Jokowi tetap terpuruk di daerah-daerah yang lima tahun lalu dikuasai Prabowo, seperti Jawa Barat, Banten, dan sebagian besar provinsi di Sumatera. Kekalahan itu bahkan lebih dalam ketimbang 2014. Untunglah Jokowi-Ma’ruf meraih suara dengan selisih yang lebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, provinsi dengan pemilih terbesar setelah Jawa Barat. “Rasanya, saya malu. Tapi mungkin sudah takdir Pak Jokowi kalah di Jawa Barat,” kata Maman Imanulhaq, Direktur Relawan Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Maman, yang ikut bertanggung jawab menggalang dukungan di provinsi itu, mengaku kaget melihat hasil pemilihan tahun ini. Hasil hitung cepat Indikator Politik Indonesia menunjukkan Jokowi-Ma’ruf hanya mendapat 39,37 persen suara di Jawa Barat. Sedangkan Prabowo Subianto, yang kali ini berpasangan dengan Sandiaga Salahuddin Uno, mendapat 60,63 persen.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini meyakini Jokowi bakal menang di provinsi dengan pemilih 33 juta orang itu. Sebab, setelah pemilihan 2014, elektabilitas Jokowi di Jawa Barat terus menanjak, meski tak pernah unggul telak atas Prabowo.
Keyakinan yang sama disampaikan Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf, Moeldoko, dalam wawancara khusus dengan Tempo sepekan sebelum pencoblosan. Kepala Staf Kepresidenan itu mengatakan Jokowi sudah unggul 5 persen di basis suara Prabowo tersebut. “Trennya positif,” ujar Moeldoko.
Perkiraan Moeldoko itu sesuai dengan survei Centre for Strategic and International Studies atau CSIS pada Maret lalu, yang menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma’ruf di Jawa Barat dan Banten mencapai 47,4 persen, mengungguli Prabowo-Sandiaga, 41,2 persen. Sisa responden belum memastikan pilihannya. Pada 2014, Prabowo-Hatta Rajasa mendapat 59,78 persen suara atau unggul 19,5 persen atas Jokowi-Jusuf Kalla di Jawa Barat. Sedangkan di Banten, Prabowo-Hatta menang 57,1 persen berbanding 42,9 persen.
Menurut Maman, Jokowi sudah lama berupaya meningkatkan elektabilitasnya di provinsi itu. Misalnya dengan menjadikan Istana Bogor sebagai tempat tinggal. Tak hanya menugasi Maman dan Moeldoko, mantan Panglima TNI yang juga pernah memimpin Komando Daerah Militer Siliwangi, Jokowi juga menugasi sejumlah tim khusus ke wilayah itu untuk berkampanye dan menangkal fitnah yang dialamatkan kepadanya. Eko Wiratmoko, Sekretaris Jenderal Cakra 19, organisasi pendukung Jokowi-Ma’ruf, yang mayoritas anggotanya purnawirawan tentara, mengatakan anak buahnya kerap berkeliling ke sejumlah pesantren dan majelis taklim di Jawa Barat.
Di Sumatera, dukungan untuk Jokowi juga merosot. Keunggulan sekitar 10 persen di Sumatera Utara pada 2014, misalnya, diperkirakan tinggal 1 persen. Di provinsi tempat Jokowi kalah oleh Prabowo pada 2014, jaraknya juga melebar. Di Sumatera Barat, contohnya, perolehan suara untuk Jokowi diperkirakan tak sampai 16 persen atau berkurang 7 persen dibanding pemilihan sebelumnya. Padahal belasan kepala daerah di provinsi itu mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi.
Menurut Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi, Abdul Kadir Karding, seperti di Jawa Barat, mereka sebenarnya sudah berupaya keras menarik simpati masyarakat Sumatera Barat. Tapi efek gerakan 2 Desember 2016—aksi unjuk rasa menuntut Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta saat itu, dipenjarakan karena dituding menista agama—masih mempengaruhi publik. “Kelompok 212 cukup kuat di Sumatera Barat dan Jawa Barat,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu. Ini juga tergambar dari hasil exit poll Indikator yang menunjukkan mayoritas etnis Sunda dan Minangkabau menolak Jokowi.
Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf, Moeldoko, mengatakan mereka kelabakan menangkal fitnah yang diarahkan ke Jokowi. Isu yang menerpa Presiden antara lain tudingan anti-Islam, kriminalisasi ulama, dan Jokowi keturunan anggota Partai Komunis Indonesia. “Daerah yang kering (kalah) itu basisnya Islam, muslimnya kuat,” tuturnya sehari setelah pemilihan.
Ini sebenarnya isu lawas karena telah muncul sejak Jokowi maju pada 2014. Moeldoko mengatakan berbagai jurus yang dikeluarkan untuk menghadapi isu tersebut tak cukup efektif. Misalnya menggandeng para ulama atau menyuarakan keberhasilan pemerintah. Juga dengan membangun sejumlah infrastruktur di wilayah yang dimaksud, bahkan membuat berbagai program pro-pesantren seperti membangun Bank Wakaf Mikro dan rumah susun untuk pesantren. “Mau ngomong program sampai mampus juga enggak akan didengerin karena urusannya sudah agama.”
Tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi yang mencapai 71 persen pada awal April seperti hasil sigi Indikator jadi tak berarti apa-apa. Bahkan, menurut Indikator, tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi pada hari pencoblosan masih tinggi, yakni 67,4 persen, tak sebanding dengan suara yang diraupnya.
Sejak pasangan Jokowi-Ma’ruf mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum pada 10 Agustus 2018, elektabilitasnya cenderung mandek. Tak ada lembaga survei yang menyebutkan tingkat keterpilihannya berada di kepala enam. Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding, mengatakan Jokowi dalam berbagai kesempatan meminta pendukungnya bekerja lebih giat agar perolehan suaranya bisa mencapai 60 persen.
Upaya Jokowi mendongkrak elektabilitas tak hanya dilakukan oleh tim resmi, tapi juga oleh sejumlah tim bayangan, seperti Cakra 19, Bravo 5—kelompok purnawirawan yang dipimpin Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan—dan banyak “relawan”. Bahkan tim Jokowi juga didukung sejumlah peralatan canggih. “Mesin kami bisa melihat pergerakan isu di dunia maya dalam waktu cepat,” tutur Direktur Komunikasi Publik Tim Jokowi-Ma’ruf, Arya Sinulingga.
Sumber di tim bayangan Jokowi yang juga mengurus media sosial bercerita, di luar mesin Tim Kampanye, ada mesin bernama “Corona” yang dikelola sekelompok ilmuwan. Mesin ini bisa menghimpun berbagai informasi dalam berbagai bentuk: teks, audio, gambar, atau video, dari dunia maya, lalu menganalisis sentimen positif atau negatif, kemudian memprediksi efeknya terhadap elektabilitas Jokowi dan Prabowo.
Ratusan pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 di Bundaran HI, Jakarta, 17 April 2019. TEMPO/Subekti.
Tempo menemui pemimpin ilmuwan yang mengelola Corona pada Kamis, 18 April lalu, di sebuah kantor di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Menolak disebut namanya, lulusan Institut Teknologi Bandung ini membenarkan ihwal keberadaan dan fungsi Corona. Menurut dia, sistem teknologinya memiliki kemampuan seperti mesin pencarian Google. Dia mengklaim kecepatan kerja Corona satu juta kali lebih cepat ketimbang prosesor iPhone XS. Hasil kerja Corona telah diuji di pemilihan kepala daerah, Pemilu 2014, bahkan pemilu luar negeri. Ilmuwan itu mengklaim prediksi Corona tak pernah berselisih lebih dari 1 persen ketimbang hasil sebenarnya.
Sumber di Tim Kampanye menyebutkan hasil kerja Corona diserahkan kepada tim Jokowi setiap hari dan menjadi salah satu acuan untuk kampanye inkumben. Misalnya, jika laporan Corona menunjukkan elektabilitas Jokowi menurun akibat kampanye lawan di suatu daerah, tim atau Jokowi sendiri akan bertandang ke daerah tersebut.
Meski didukung kecanggihan teknologi, tetap saja elektabilitas Jokowi-Ma’ruf tak meroket. Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf, Eriko Sotarduga, mengatakan elektabilitas pasangan itu sudah mentok. “Yang bisa dilakukan hanya memaksimalkan dukungan yang sudah ada dan menarik undecided voters,” ujarnya.
Di sisi lain, dukungan terhadap Prabowo-Sandiaga terus meningkat. Arya Sinulingga mencontohkan, saat Prabowo berkampanye di Gelora Bung Karno pada 7 April lalu, mesin yang dimilikinya menunjukkan elektabilitas pasangan itu naik 2-3 persen. Tingkat keterpilihan Prabowo-Sandiaga juga meningkat setelah ulama seperti Abdul Somad Batubara dan Abdullah Gymnastiar mendukung mereka.
Maka, untuk menarik lagi suara, kubu Jokowi mengoptimalkan hari terakhir kampanye dengan mengumpulkan lebih banyak orang di Stadion Gelora Bung Karno dalam Konser Putih Bersatu. Upaya terakhir kali adalah umrah ke Tanah Suci. Menurut Arya Sinulingga, rencana umrah itu sudah lama dijadwalkan. Sempat menolak berangkat karena tak mau mempolitisasi ibadah, Jokowi akhirnya pergi mengunjungi, bahkan memasuki Ka’bah.
Namun itu tak banyak mengubah hati pemilih. Exit poll Indikator memperlihatkan hanya 6 persen pemilih yang menjatuhkan pilihan beberapa hari sebelum mencoblos. Sisanya sudah memutuskan jauh-jauh hari.
PRAMONO, RAYMUNDUS RIKANG, AHMAD FAIZ, DEWI NURITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo