SEPANDAI-pandai Sarmi membungkus "tumor" akhirnya tercium juga oleh warga. Alkisah, di Desa Baru, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, diam Sarmi, janda yang sudah delapan tahun ditinggal mati suami. Untuk mengayuh hidup, ibu enam anak itu berjualan tahu dan tempe di Pasar Kalitidu. Keluarga ini menempati rumah gedek berlantai tanah, berukuran 4 x 6 m, yang terletak di daerah kumuh. Hidup mereka yang susah itu makin mengundang iba para tetangga ketika perut Sarmi, 37 tahun, makin membuncit beberapa bulan belakangan ini. "Saya kena tumor," ceritanya. Maka, dimotori sepupunya, Slamet, para tetangga pun membuka dompet amal agar Sarmi bisa berobat ke Cepu, Jawa Tengah. Di RSU Cepu, ia diperiksa dokter ahli kandungan. "Saya positif tumor, harus dioperasi," katanya kepada Slamet seraya menunjukkan secarik surat dari dokter. Slamet, pengusaha tahu dan tempe, mencoba membaca surat itu. Tapi ia tak mengetahui arti tulisan dokter yang memang bukan diperuntukkan bagi orang awam itu. Akhirnya, Slamet percaya saja pada cerita Sarmi. Tahu bahwa tumor itu gawat bagi kesehatan Sarmi, lalu Slamet mengontak ketua RT dan ketua Karang Taruna untuk mengusahakan bantuan biaya pengobatan. Kedua pemuka masyarakat dan pemuda Desa Baru itu lalu membuat edaran -- diperkuat Kepala Desa Hartono -- kepada warga untuk membantu Sarmi. Beberapa hari kemudian, terkumpul Rp 168.000 hasil urunan 150 kepala keluarga di tujuh RT. Lalu Kades Hartono menyumbang pula Rp 5.000 dari saku sendiri. Ternyata uang itu masih belum cukup untuk biaya operasi. Lalu, Slamet menghubungi pula sanak keluarga Sarmi di luar kota. Dari Sarmijan, ayah Sarmi, dan kakaknya, Sarmin, diperoleh kekurangannya hingga genap Rp 500.000. Dengan perut makin membengkak, Sarmi diantar Slamet ke RSU Cepu, pertengahan Februari lalu. Menurut hasil pemeriksaan dr. Suwaryo Madsukadi dan tes laboratorium, Sarmi dipastikan bukan kena tumor. "Dia hamil tujuh bulan," ujar Suwaryo. Apa boleh buat, aib Sarmi tak mungkin ditutup-tutupi lagi. "Kami minta uang dikembalikan kepada penyumbang, kecuali yang dari saya," kata Hartono kepada Bandelan Amarudin dari TEMPO. Kepada Kades Hartono, Sarmi mengaku ada main dengan Suyanto, 30 tahun, ayah tiga anak. "Tapi tak saya sendiri. Ada Lilik juga," ujarnya berkelit. "Hubungan dengan Lilik sudah dua tahun putus," Sarmi menangkis agar Suyanto terikat. Tapi lain keputusan Hartono, yang baru tiga bulan menjabat kepala desa. Suyanto hanya harus membayar biaya bersalin dan perawatan. "Setidaknya tiga bulan," katanya. Selebihnya, Suyanto tak perlu mengawini Sarmi. "Kasihan, anaknya tiga," kata Hartono. Lho! Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini