Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepergian Akbar Alamsyah yang menjadi korban tewas demonstrasi di DPR menyisakan penyesalan dari rekannya, Fajar. Pemuda berusia 19 tahun itu menyesal karena tak melarang dengan keras Akbar untuk menonton demonstrasi pada Rabu malam 25 September 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Nyesal banget, tau begini jadinya (meninggal) mending saya halangi dia pergi, beratem sekalipun dari pada meninggal seperti ini," kata Fajar saat ditemui usai pemakaman Akbar di Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Cipulir, Jakarta Selatan, Jumat, 11 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fajar merupakan sahabat karib Akbar sejak kecil. Keduanya bahkan sama-sama lulusan SMK Averus, Pondok Pinang, Jakarta Selatan.
Menurut Fajar, Rabu malam itu Akbar bersama dua temannya sempat berkumpul di rumah Orang Tua Fajar di kawasan Kebon Mangga, Jakarta Selatan. Mereka awalnya asyik bermain permainan Mobile Legend.
Tiba-tiba, Akbar dan kedua temannya Roland dan Wahyu tertarik melihat demo yang berujung ricuh setelah melihat dari media sosial Instagram.
"Mereka berangkatnya dari rumah saya, malam saya lupa jamnya di atas jam sembilan lah. Mereka bonceng tiga naik satu motor," kata mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jakarta itu.
Fajar sempat diajak untuk ikut nonton demo, namun dia menolak karena keesokan paginya harus mengikuti perkuliahan di kampus. Menurut Fajar, dirinya sempat melarang ketiga temannya untuk pergi nonton demo, tapi tidak larangan keras sampai menghentikan langkah ketiga temennya untuk pergi.
"Kan lagi main mobile legend, cuma bilang 'Ngapain ke sana (nonton demo) mending main lagi'," kata Fajar menirukan percakapan terakhirnya dengan Akbar itu.
Ajakan dan larangan Fajar tidak digubris Akbar dan dua temannya. Mereka tetap berangkat naik sepeda motor milik Akbar.
Dia pun mengaku sempat ikut mencari Akbar bersama Roland dan Wahyu begitu mendengar kabar sahabat karibnya hilang. Namun upayanya tak berbuah hasil.
Belakangan, Fajar mendapat kabar Akbar berada di RS Polri Kramatjati dalam kondisi terluka parah di bagian kepala. Dia pun mengaku baru bisa menjenguk Akbar ketika sudah berada di CICU RSPAD Gatot Subroto, dari balik kaca ruang dalam kondisi koma.
"Nyesal saya tidak keras menahan Akbar pergi. Lebih baik malam itu Akbar bonyok berantem karena saya larang, dari pada akhirnya meninggal dunia," kata Fajar.
Akbar di sosok Fajar, sebagai seorang sahabat yang sangat peduli dengan teman-temannya, sering kumpul bareng dan main bareng sehari-harinya.
"Akbar anak yang pekerja keras," kenang Fajar.
Polisi sempat menyebutkan Akbar Alamsyah terluka karena terjatuh saat akan melompat pagar Restoran Nusa Dua di Jalan Gatot Subroto, tepat di samping pintu depan Gedung DPR RI. Namun belakangan keterangan itu diralat.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat, Komisaris Besar, Argo Yuwono, menyatakan bahwa anggota polisi menemukan Akbar dalam kondisi tergeletak di trotoar di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Akbar lantas dibawa ke Polres Jakarta Barat untuk dilakukan pendataan.
Setelah mendapatkan pertolongan pertama dari Tim Medis Polres Jakarta Barat, Akbar lantas dibawa ke Rumah Sakit Pelni, Petamburan, Jakarta Barat. Dia kemudian dirujuk ke RS Polri Kramatjati sebelum akhirnya dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Argo juga menyatakan bahwa polisi sempat menjadikan Akbar sebagai tersangka. Pasalnya, berdasarkan keterangan saksi, Akbar ikut melempari polisi.
Pihak keluarga meragukan cerita polisi tersebut. Kakak kandung Akbar, Fitri Rahmayani, menyatakan bahwa adiknya tak mungkin jatuh dari pagar. Menurut penuturan kedua rekan Akbar kepada keluarga, mereka tak sempat mencapai depan Gedung DPR dan tertahan di sekitar Palmerah.
"Enggak mungkin karena jatuh di pagar, dia nggak sampai ke gedung DPR," ujarnya.
Dia juga membantah adiknya sebagai provokator. Menurut dia, Akbar dan rekan-rekannya hanya menonton demonstrasi di DPR.