Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Alkisah, Eksperimen Senyawa, dan Narasi Kiamat

Duo Senyawa menyuguhkan narasi yang kuat dalam album terbaru mereka, Alkisah. Membuka gerbang bagi audiens yang lebih luas.

15 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Alkisah milik Senyawa menjadi Album Musik Pilihan Tempo 2021.

  • Album Alkisah menyajikan eksplorasi baru dalam hal narasi dan bunyi.

  • Karya yang menarik pendengar baru yang sebelumnya tak melirik musik eksperimental.

BANYAK yang bilang pandemi Covid-19 saat ini adalah tanda terjelas akhir sebuah zaman dan waktu terjadinya The Great Reset. Beragam wacana—yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan—bermunculan dengan rapat dan menghasilkan berbagai respons. Dalam perjalanan tersebut, baru di tahun kedua masa pandemilah dunia musik Indonesia bisa melihat karya apokaliptik terbaiknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Era yang juga menyambut dekade kedua kehidupan duo musik eksperimental asal Yogyakarta, Senyawa, ini terasa bagai rancangan yang disengaja. Sejak pandemi hadir di Nusantara, tidak ada album musik Indonesia yang sepresentatif Alkisah dalam mengemukakan narasi kiamat. Senyawa menjadi mediator musikal paling tepat untuk menyampaikan apa yang alam semesta inginkan untuk kita pahami dalam menyambut tata kehidupan baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Eksperimentasi tiap pribadi Rully Shabara dan Wukir Suryadi, dan sebagai satu kesatuan Senyawa, menghasilkan narasi alegoris klasik tentang kegagalan sebuah peradaban dan masa depan tak jelas, yang secara luwes mengikuti satu dekade eksplorasi mereka di dalam wilayah bunyi, yang makin disadari memiliki kualitas profetik.

Duo band Senyawa Rully Shabara (kiri) dan Wukir Suryadi di Studio Senyawa, Yogyakarta, 13 Januari 2022. Arnold Simanjuntak

Eksplorasi Wukir dengan instrumen swadayanya yang begitu subtil menimpali setiap momen penyampaian narasi Rully yang begitu jelas. Fokus eksplorasi mereka kali ini tampak terletak pada narasi. Rully tidak banyak mengolah bebunyian vokalnya seperti dalam karya-karya sebelumnya; ia malah terdengar lugas dalam menyampaikan tiap lirik. Wukir tetap datang dengan keajaiban khasnya, dan terasa lebih variatif jika dibandingkan dengan album sebelumnya, Sujud (2018), tapi dengan kontrol yang lebih kuat, menimpali cerita Rully yang bagai seorang dalang yang kerasukan. 

Alkisah, yang direkam dalam sesi karantina di sebuah rumah seni bernama Eloprogo di Magelang, Jawa Tengah, dan dirilis pada Februari 2021, penuh dengan suasana menakutkan dan ekspresi sikap bergegas. Secara musikal, album yang berisi delapan lagu ini tetap didominasi dengungan dan gemeretak purba metalik dari sound album sebelumnya. Sementara Sujud terasa lebih terfokus pada satu rujukan suasana, eksplorasi tema cerita dalam Alkisah membawanya ke momen tergesa-gesa yang super-tegang, seperti “Menuju Muara” atau “Fasih”, memanggil roh musik hardcore punk. Pengedepanan teks pun membuat tiap lagu di Alkisah lebih mudah dicerna. Sebagai contoh, dari chant “he ya he ho ho ho” yang kerap hadir dalam repertoar awal mereka, kini dengan jelas terdengar “kiamat sudah dekat” dalam lirik lagu pamungkas pada album ini.

Alkisah (Jakarta Edition) - Rain Dogs Records

Meski begitu, Alkisah tidak sepenuhnya berbicara tentang kehancuran yang kelam, tapi juga menjadi awal dari sesuatu yang belum tertebak. Sambil memasuki babak baru yang mereka sebut sebagai Dasawarsa Kedua, Senyawa menawarkan respons terhadap era baru, yang mungkin saja dapat menjadi bagian dari tatanannya. 

Visi kemandirian dan gagasan desentralisasi dikemukakan ketika Alkisah dirilis secara global oleh 44 pihak yang bertindak sebagai label rekaman independen, dan Senyawa tak mengambil keuntungan sepeser pun. Setiap label mewakili daerah masing-masing, dengan otoritas penuh terhadap karya, bahkan untuk membuat remix atau terjemahan baru. 

Yes No Wave Music, sebuah netlabel dari Yogyakarta, bahkan merilis bebas stem rekaman tiap trek pengisi Alkisah, siap untuk dikaryakan ulang oleh siapa pun. Walhasil, jumlah karya remix pun menembus angka 200-an, dengan kontribusi musikus dari berbagai pelosok bumi. Segala bentuk mempertanyakan dan usaha redefinisi tatanan itu merupakan bagian dari eksperimen besar Senyawa yang tidak terbatas pada musik. 

Duo band Senyawa saat pentas di Bandung, pada 2019. Gigi Priadji

“Kita tidak mau mengubah dunia, mengubah sistem, enggak. Cuma ngetes. Boleh tidak suka atau tidak setuju, tapi jangan di-dismiss. Gagasannya harus membuka diskusi, buka wacana,” ujar Rully saat tampil dalam Synchronize Fest di Radio pada Desember 2021.

Terakhir, mereka melepas rekaman Membaladakan Keselamatan melalui sebuah aplikasi streaming buatan sendiri, sebagai bagian dari unit kerja mereka, Senyawa Mandiri. Tidak tersedia di toko yang lazim seperti Google Play ataupun Apple Store, aplikasi ini disediakan lewat sebuah download link yang diletakkan pada keterangan biografi akun Instagram mereka.

Kata “senyawa” pun tidak lagi hanya menjadi bahasan di kelas sains, tapi juga di kantin sekolah. Tiket konser tunggal pertama mereka di negeri sendiri pada akhir 2016 yang digelar di Gedung Kesenian Jakarta sold out. Arena konser disesaki anak muda hip yang berebut ingin membuktikan desas-desus yang terbangun di tongkrongan mengenai kekerenan duo eksperimental yang baru pulang dari pentas keliling dunia dan mendapat pengakuan positif dari berbagai media Barat yang mereka baca itu. Tidak bisa dimungkiri, reputasi global yang Senyawa miliki membuat mereka bisa dibilang sebagai duta utama musik Indonesia di kancah internasional.

Duo band Senyawa saat pentas di Jakarta, pada 2019. Jin Pandji

Bisa pula dikatakan kini Senyawa-lah yang paling bertanggung jawab terhadap memasyarakatnya musik eksperimental di negeri ini. Dulu kita punya Harry Roesli yang sedikit-banyak membuka khazanah “musik seni” ke publik musik populer, kini Senyawa membawanya ke tingkat berikutnya. Acara musik eksperimental dibanjiri anak muda dan album “rumit” seperti Last Boy Picked dari Kuntari—yang juga menjadi bagian dari 10 nomine Album Musik Pilihan Tempo 2021—bisa dirilis oleh label rekaman anak muda yang hip seperti Grimloc dan Orange Cliff, serta masuk daftar album terbaik di kanal media sosial remaja.  

Alkisah adalah karya yang dikerjakan dengan maksimal dan bisa dibilang puncak artistik Senyawa sejauh ini. Album ini karya mereka yang paling terbaca jelas maksudnya dan yang paling accessible karena berkesempatan bertemu dengan audiens yang lebih luas. Dan, yang juga menarik, Alkisah justru menjadi karya yang dihilangkan hak kepemilikannya oleh si empunya sendiri. Sementara itu, di ekosistem industri musik, dipicu Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021, dunia musik Indonesia masih terus memperjuangkan “fairness dalam urusan hak cipta, yang seakan-akan tak berujung. Eksperimentasi Senyawa telah melampaui kerja penciptaan musik, membuka wacana, dan memantik diskusi penting menuju jawabannya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus