Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Anies Baswedan: Revitalisasi Halte Bundaran HI Tak Langgar Prosedur

Gubernur DKI Anies Baswedan menyatakan revitalisasi Halte Bundaran HI tidak melanggar prosedur. Ia menjamin surat administrasi sudah lengkap semua.

12 Oktober 2022 | 12.21 WIB

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau Halte Transjakarta Bundaran HI, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Oktober 2022. TEMPO/Lani Dinaa
Perbesar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau Halte Transjakarta Bundaran HI, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Oktober 2022. TEMPO/Lani Dinaa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut revitalisasi Halte Transjakarta Bundaran HI tidak melanggar proses administrasi yang berhubungan dengan cagar budaya. Menurut dia, tidak mungkin pemerintah DKI melanggar proses tersebut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Tidak mungkin berani melakukan pembangunan di tempat seperti ini tanpa mengikuti prosedur," kata dia di lokasi, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Oktober 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, pembangunan halte bus Transjakarta baru di Bundaran HI menuai polemik. Ketua Tim Sidang Pemugaran (TSP) DKI Jakarta Boy Bhirawa menyampaikan, revitalisasi halte itu tanpa melalui sidang TSP ataupun Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).

Padahal, bangunan halte tersebut berdiri di kawasan Bundaran HI yang tergolong objek diduga cagar budaya (ODCB). ODCB tetap harus diperlakukan sebagai cagar budaya.

Karena itu, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) seharusnya meminta dengar pendapat publik atau public hearing melalui TSP dan TACB.

Anies berujar semua surat yang diperlukan sebagai syarat administrasi telah diterbitkan. Misalnya, surat dari TACB dan Dinas Kebudayaan DKI. 

"Ada suratnya semua," ujar mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.

Anies melanjutkan tak perlu selalu membalas polemik dengan jawaban. "Biarkan nanti waktu membuktikan, gitu aja," ucap dia.

Revitalisasi Halte Bundaran HI dikritik

Revitalisasi Halte Bundaran HI mendapat kritikan dari sejumlah kalangan. Sejarawan JJ Rizal memprotes revitalisasi Halte TransJakarta Bundaran HI karena dinilai melanggar kawasan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) yang perlakuannya sama dengan cagar budaya.

Ia meminta agar pembangunan halte yang digadang-gadangkan ikonik itu untuk dihentikan.

"Halte tetap di tempat tetapi carilah model arsitektur yang ramah dan respek pada kawasan sejarah, desain yang lebih merunduk menghormat vista cagar budaya bukan yang dengan sengaja malah memanfaatkan ruang yang bernilai komersial untuk komersialisasi," katanya.

Ketua Tim Sidang Pemugaran (TSP) DKI Jakarta Boy Bhirawa menyampaikan dua masalah revitalisasi halte Transjakarta Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat.

Masalah pertama, bangunan baru halte tersebut menutupi objek diduga cagar budaya (ODCB), yaitu Patung Selamat Datang. "Area penting yang punya indikasi kesejarahan dan makna dalam perkotaan harus tetap dalam posisi seperti yang dimilikinya. Jadi tidak boleh ditutupi apalagi sampai dirusak," kata dia saat dihubungi, Kamis, 29 September 2022. 

Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Jakarta telah mengusulkan Patung Selamat Datang dan kawasan Bundaran HI sebagai ODCB pada 2019. Namun, hingga kini pemerintah DKI belum menetapkan objek-objek tersebut sebagai cagar budaya.

ODCB, menurut Boy, harus diperlakukan sebagai cagar budaya. Dia menganggap ODCB yang terhalangi secara visual, misalnya tertutup bangunan, merupakan bentuk penguasaan secara sepihak atau oleh kelompok tertentu.

Dugaan komersialisasi Halte Bundaran HI

Contoh lain tindakan penguasaan sepihak adalah menjadikan halte sebagai tempat komersialisasi. PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) berencana membangun Halte Bundaran HI hingga dua lantai. Lantai dua adalah area komersial yang bisa dimanfaatkan pelanggan untuk beristirahat atau sekadar menikmati pemandangan.

Boy menerangkan PT Transjakarta telah melakukan kooptasi lantai dua halte yang merupakan ruang bersama untuk digunakan publik secara gratis. Area tersebut seharusnya berfungsi sebagai tempat penumpang berpindah bis atau transportasi publik lainnya.

"Tapi kalau halte beralih menjadi komersial, apalagi memberi fungsi-fungsi yang menguntungkan beberapa orang saja yang berada di sana, maka itu sebenarnya mengingkari konsep publiknya," papar dia.

"Kalau dia (halte) mulai kemudian tertutup ada fungsi-fungsi tertentu, maka itu sebenernya mengambil hak publik menjadi privatnya pengelola."

Masalah kedua adalah PT Transjakarta tak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) atau persetujuan bangunan gedung (PBG). Sebab, tidak ada kavling di lokasi revitalisasi Halte Bundaran HI. Karena itulah, PT Transjakarta tidak memiliki hak atas tanah untuk mendirikan suatu bangunan. "Ini kan waktu membangun tidak punya IMB atau PBG," ucap Boy.

Iqbal Muhtarom

Iqbal Muhtarom

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus