Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ikatan Ekonomi Kesehatan Indonesia Hasbullah Thabrany menilai perubahan nama rumah sakit jadi rumah sehat adalah tidak substantif pada masalah warga. Dia mengatakan perubahan itu terjebak pada kritik bahwa rumah sakit membuat pasien bertambah sakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Seharusnya substantif, bukan rebranding yang tidak ada dampak perubahannya terhadap layanan masyarakat," kata dia saat dihubungi, Jumat, 5 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengganti nama 31 RSUD di Ibu Kota menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta. Seremonial branding ini berlangsung di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat pada Rabu, 3 Agustus 2022.
Hasbullah menyampaikan bahwa mendorong warga untuk hidup lebih sehat tidak bisa hanya dengan rebranding rumah sakit. Pemerintah DKI seharusnya melakukan langkah yang lebih agresif.
Misalnya dengan mengimplementasikan Kawasan Tanpa Rokok guna meminimalisasi perokok aktif. Atau menyosialisasikan hidup sehat saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau car free day (CFD) yang digelar setiap Minggu.
Upaya lainnya adalah tetap memberikan pelayanan kesehatan meskipun warga menunggak pembayaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. "Itu lebih substantif membuat orang sakit menjadi sehat," papar dia.
Anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Gerindra, Mohamad Taufik, menganggap tak ada yang salah dengan peluncuran Rumah Sehat untuk Jakarta. Selama tak melanggar aturan, menurut dia, perubahan nama ini seharusnya direspons positif.
Politikus Partai Gerindra ini merasa perubahan nama akan mendorong pihak rumah sakit untuk proaktif menjaga masyarakat tetap sehat. "Saya kira bagus saja untuk mengubah ke depannya, mungkin lebih praktis juga, tidak sekadar menunggu," terang dia.