Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hampir 11 bulan mengusut kasus dugaan korupsi di PT Asabri, polisi telah memeriksa 94 saksi.
Polisi belum menetapkan tersangka karena menunggu hasil penghitungan akhir kerugian negara dari BPK.
Benny Tjokro dan Heru Hidayat kembali disebut.
DALAM dua pekan terakhir, penyidik Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI berulang kali bertemu dengan tim dari Kejaksaan Agung untuk membicarakan penanganan korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri. Dalam rapat koordinasi teknis pada Jumat, 6 November lalu, Bareskrim membuka peluang menyerahkan kasus ini kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Apakah sebaiknya dijadikan satu saja dengan kejaksaan atau membentuk tim bersama-sama, ini yang sedang kami koordinasikan,” kata Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada Tempo, Jumat, 6 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alasannya, Sigit menjelaskan, Kejaksaan Agung sedang mengusut korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Ada irisan antara aset yang disita dalam kasus Jiwasraya dan aset yang tersangkut perkara PT Asabri. Dalam kasus Jiwasraya, enam terdakwa sudah divonis penjara seumur hidup, termasuk Direktur Utama PT Hanson International Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta juga menyatakan Benny harus mengembalikan duit kepada negara sebesar Rp 6,08 triliun. Adapun Heru diminta mengembalikan Rp 10,72 triliun.
Menurut Sigit, yang terpenting saat ini adalah memproses hukum mereka yang terlibat sembari mengumpulkan aset yang berceceran untuk mengurangi kerugian negara akibat penempatan investasi serampangan Asabri selama 2012-2019. “Ada dugaan pelakunya orang yang sama,” ujarnya.
Terdakwa Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro, seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2020./TEMPO/Imam Sukamto
Dalam laporan audit yang diterbitkan pada 3 Februari 2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menaksir potensi kerugian Asabri akibat mengalihkan investasinya dari deposito baik ke penempatan saham secara langsung maupun ke reksa dana sejak 2013 mencapai Rp 16 triliun. Pada 2017, penempatan dana Asabri di portofolio saham mencapai Rp 5,34 triliun dan reksa dana Rp 3,35 triliun. Sedangkan investasi deposito tersisa Rp 2,02 triliun. Asabri juga diduga membeli saham “gorengan” senilai Rp 802 miliar.
Menteri Badan Usaha Milik Negara kala itu, Rini Soemarno, mengadukan adanya fraud dalam investasi Asabri ke Kejaksaan Agung pada 17 Oktober 2019 bersamaan dengan pelaporan Jiwasraya. Dalam laporannya, Rini menyebutkan aset investasi Asabri cenderung tidak likuid atau tidak bisa dicairkan. Sebab, kualitas aset investasinya kurang baik dan tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian. Nilai investasi Asabri menurun signifikan, yang terlihat dari angka unrealized loss (kerugian tidak nyata) sebesar Rp 8 triliun. Portofolio investasi saham, baik penempatan langsung maupun lewat reksa dana, berisiko cukup tinggi dan nilainya berpotensi turun serta tidak likuid.
Pada 2018 dan 2019, Asabri membukukan potensi kerugian yang cukup dalam, yang disebabkan oleh penurunan nilai aset investasi. Dalam dua tahun itu, Asabri mengalami negative underwriting, yakni penerimaan premi setelah dikurangi beban tidak cukup untuk memenuhi kewajiban klaim, yang membuat kinerja keuangan menjadi lebih berat.
Sebelum hal tersebut terjadi, pada 31 Oktober 2017 Heru Hidayat menemui Direktur Utama Asabri saat itu, Letnan Jenderal (Purnawirawan) Sonny Widjaja, dan menawarkan solusi atas investasi bermasalah perusahaan sejak 2012. Kepada Sonny dan pengurus Asabri lain, Heru mengklaim telah membereskan investasi bermasalah di Jiwasraya dalam kurun lima tahun ke belakang. Kenyataannya, investasi Jiwasraya yang terkait dengan Heru justru mengalami penurunan nilai cukup besar dan tidak likuid.
Terdakwa Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), Heru Hidayat, seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2020.//TEMPO/Imam Sukamto
Dalam pertemuan tersebut, direksi meminta Heru mempercepat waktu penyelesaian investasi bermasalah di Asabri menjadi dua tahun. Heru menyatakan bisa membereskannya dalam dua setengah tahun atau paling lambat Juni 2020. Tapi, hingga Oktober 2019, Heru tak kunjung membuktikan janjinya. Bahkan nilai investasi Asabri anjlok lagi sekitar Rp 8 triliun.
Penyebab awal kekisruhan di Asabri adalah Benny Tjokrosaputro. Benny-lah yang membujuk direksi Asabri terdahulu menempatkan dana asuransi yang dihimpun dari prajurit di saham-saham perusahaannya hingga Rp 3,5 triliun sejak 2012. Benny disebut merapat ke Asabri atas ajakan Direktur Utama Asabri waktu itu, Mayor Jenderal (Purnawirawan) Adam R. Damiri.
Adam dan Sonny tak merespons panggilan serta permohonan wawancara dari Tempo. Direktur Investasi dan Keuangan Asabri periode 2014-2018, Hari Setianto, enggan menjelaskan kesepakatan Asabri dengan Benny dan Heru. “Mohon maaf, saya sudah hampir satu setengah tahun selesai dari Asabri. Terima kasih sudah memahami posisi saya,” tutur Hari.
Polisi, lewat Kepolisian Daerah Metro Jaya, sudah memeriksa Benny dan Heru sekitar April lalu saat keduanya ditahan Kejaksaan Agung. Kepada penyidik, Benny dan Heru menyatakan siap bertanggung jawab dalam kasus investasi Asabri. Namun keduanya berkukuh menyatakan kasus ini perdata, bukan pidana. Polisi berpendapat sebaliknya.
Sebulan kemudian, polisi menaikkan status skandal Asabri ke penyidikan. Namun penanganan kasus tersendat karena pada bulan tersebut Polri melakukan mutasi besar-besaran. Tim penyidik pun berubah. Ini terjadi ketika polisi belum sempat menetapkan tersangka perkara tersebut.
Komisaris Jenderal Listyo Sigit mengatakan pergantian penyidik tak begitu mempengaruhi penanganan kasus. Ia mengatakan duduk perkara ini sudah terang dan telah memiliki “calon” tersangka. Penyidik telah memeriksa 94 saksi. Polisi, kata Sigit, masih menunggu penghitungan final kerugian negara oleh BPK rampung untuk bisa menetapkan tersangka. “Dugaan tindak pidana sudah ada, tinggal ‘klik’,” ucap Sigit.
Kuasa hukum Benny Tjokrosaputro, Raditya Putra Pradana, mengatakan kliennya sempat menawarkan aset kepada Asabri untuk mengganti investasi yang amblas. “Pak Benny Tjokro akan memberikan aset untuk ditukarkan dengan saham-saham yang jelek,” ujarnya. Sedangkan kuasa hukum Heru Hidayat, Soesilo Aribowo, mengatakan belum berkomunikasi dengan kliennya mengenai Asabri. “Saya hanya menangani Jiwasraya,” katanya.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono belum memberikan tanggapan tentang rencana pengambilalihan kasus Asabri dari Bareskrim. Seorang jaksa di unit Jampidsus mengatakan memang ada tawaran dari Bareskrim agar penanganan kasus ini disatukan dengan perkara Jiwasraya di kejaksaan. “Tapi belum pasti jadi diserahkan atau tidak,” tuturnya.
LINDA TRIANITA, KHAIRUL ANAM
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo