Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jaring Pengaman Peredam Badai Inflasi

Pemerintah mengandalkan penyaluran dana bantuan sosial (bansos) untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah ancaman kenaikan inflasi. Alokasi belanja untuk dana bantuan masyarakat pada APBN dinilai sudah sesuai dengan kebutuhan.

13 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga antre mencairkan bantuan subsidi minyak goreng dan bantuan sembako di Kantor Pos Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, 15 April 2022. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah belum berencana menambah anggaran dana bansos di tengah kekhawatiran dampak inflasi.

  • Pemerintah bersikap terbuka terhadap penyesuaian anggaran apabila ada kebutuhan mendesak.

  • Realisasi dana perlindungan masyarakat dalam anggaran pemulihan ekonomi nasional sudah mencapai Rp 49,27 triliun.

JAKARTA - Penyaluran dana bantuan sosial (bansos) menjadi upaya pemerintah untuk meredam dampak kenaikan inflasi. Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, mengatakan daya beli masyarakat harus tetap dijaga. Gejolak harga komoditas dan jasa pun harus ditahan. Ia berharap, dengan adanya bansos, masyarakat berpendapatan kecil bisa bertahan dalam periode krisis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Jadi, income (pemasukan) tetap ada, tapi bukan dari kerja, melainkan dari transfer pemerintah,” ujar Suahasil dalam acara Tempo BNI The Bilateral Forum, di Hotel The Langham, Jakarta, Kamis, 12 Mei 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski begitu, Suahasil mengatakan, hingga saat ini pemerintah belum berencana menambah anggaran dana bansos di tengah kekhawatiran dampak inflasi. Menurut dia, alokasi belanja untuk dana bantuan masyarakat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dianggap sudah sesuai dengan kebutuhan, terutama yang masuk dalam skema pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Walau belum ada tambahan, Suahasil menjamin pemerintah bersikap terbuka terhadap penyesuaian apabila ada kebutuhan mendesak. “Untuk jaga-jaga, ada juga yang kami pikirkan bisa ditambah,” kata dia, tanpa merinci anggarannya. “Artinya, APBN tak diubah, namun pelaksanaannya fleksibel.”

Pada 9 Mei lalu, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan anggaran pemulihan ekonomi sudah terealisasi 15,4 persen hingga 28 April 2022. Jumlah itu setara dengan Rp 70,37 triliun dari total alokasi PEN 2022 sebesar Rp 455,62 triliun. “Realisasinya cukup baik,” kata Airlangga.  

Dana untuk kluster perlindungan masyarakat dalam anggaran PEN dilaporkan sudah terealisasi 31,8 persen atau Rp 49,27 triliun dari alokasi Rp 154,76 triliun. Dalam kluster itu, pemerintah sudah menyalurkan Rp 14,15 triliun untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH).

Petugas Pos Indonesia bersama petugas kelurahan menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) subsidi minyak goreng kepada warga di Surabaya, Jawa Timur, 19 April 2022. ANTARA/Patrik Cahyo Lumintu

Ada pula dana sebesar Rp 18,8 triliun untuk 18,8 juta penerima PKH Kartu Sembako; Rp 5,8 triliun untuk 19,3 juta KPM bantuan langsung tunai minyak goreng; serta Rp 7,47 triliun untuk 6,12 juta KPM bantuan langsung tunai desa. Lalu, sebanyak Rp 1,7 triliun mengalir sebagai bantuan tunai pedagang kaki lima, warung, dan nelayan. Ada lagi dana sebesar Rp 1,4 triliun untuk program Kartu Prakerja.

Sementara itu, realisasi belanja di kluster penanganan kesehatan telah mencapai 9,7 persen atau Rp 11,87 triliun dari total alokasi sebesar Rp 122,54 triliun. Adapun dana kluster penguatan pemulihan ekonomi baru terpakai 5,2 persen atau Rp 9,22 triliun dari pagu Rp 178,32 triliun. “Presiden memberi catatan bahwa, ke depan, masalah energi dan pangan perlu diperhatikan,” kata Airlangga.

Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, memastikan pemerintah akan mengantisipasi badai inflasi. Selain melalui beberapa kebijakan fiskal, pemerintah akan meredam lonjakan harga pangan dan energi dengan tambahan pasokan komoditas.

Kemudian, penyaluran bansos digeber untuk kelompok masyarakat yang berada pada rentang 40 persen di desil terbawah. “Inflasi belum dianggap membahayakan, ada bantalan sosial kepada kelompok masyarakat 40 persen terbawah,” ujar Iskandar, kemarin.

Saat mengisi sesi diskusi di Tempo BNI The Bilateral Forum, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, I.G.P. Wira Kusuma, mengatakan inflasi inti masih terjaga di tengah kenaikan permintaan domestik. Namun bank sentral tetap mewaspadai sejumlah risiko inflasi, terutama yang menyangkut kenaikan harga energi dan pangan global.

“Bank Indonesia memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah melalui tim pengendalian inflasi pusat dan daerah, guna menjaga inflasi indeks harga konsumen tetap dalam kisaran sasarannya,” kata dia.

Menanggapi aneka rencana pemerintah tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai pemberian bansos belum cukup tangguh untuk meredam dampak inflasi. Menurut dia, perlu tambahan jaring pengaman pada sisi pekerja rentan. “Pengendalian distribusi pangan juga mendesak. Masuknya Bulog ke distribusi minyak goreng saja relatif terlambat.”

CAESAR AKBAR | EKA YUDHA | YOHANES PASKALIS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus