Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Baik dan Buruk Rencana Penerapan Sertifikat Layak Kawin

Penerapan teknis rencana sertifikat layak kawin masih menjadi pertanyaan.

17 November 2019 | 14.15 WIB

Pasangan pengantin nikah massal bersiap ijab kabul di mobil dan pesawat Cessna koleksi showroom workshop Java Videotron yang dikelola anggota komunitas Hotrodiningrat Yogya Minggu (12/5). Tempo/Pribadi Wicaksono
Perbesar
Pasangan pengantin nikah massal bersiap ijab kabul di mobil dan pesawat Cessna koleksi showroom workshop Java Videotron yang dikelola anggota komunitas Hotrodiningrat Yogya Minggu (12/5). Tempo/Pribadi Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah tengah mencanangkan program sertifikat layak kawin. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi mengatakan, program ini akan diberlakukan mulai tahun depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Wacana ini menimbulkan pro dan kontra. Sejumlah lembaga, organisasi dan partai politik bersuara. Bendahara Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas mengatakan organisasinya setuju dengan wacana sertifikat layak kawin ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Gagasan yang bagus dan menarik, karena dengan itu diharapkan pasangan yang akan menikah benar-benar sudah tahu akan hak dan kewajibannya dalam rumah tangga," ujar Anwar saat dihubungi Tempo pada Ahad, 17 November 2019.

Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nakha'i, juga berpendapat senada. Imam menilai, rencana mewajibkan sertifikasi perkawinan merupakan upaya negara dalam membangun keluarga yang kokoh, berkesetaraan, dan berkeadilan. Sehingga, pasangan yang sudah menikah diharapkan mampu membangun keluarga sejahtera.

"Ini demi membangun keluarga yang kokoh dengan prinsip keadilan dan kesetaraan," kata Imam lewat pesan singkat, Kamis lalu.

Sejumlah partai politik justru bersuara menentang. Anggota Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka menilai rencana tersebut sulit dipraktikkan. "Ini praktiknya gimana? Jangan sampai orang gagal nikah gara-gara enggak ada sertifikat," kata politikus PDIP ini kepada Tempo, Jumat lalu.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily mengatakan, pemerintah harus betul-betul mengkaji secara matang baik dari segi prosedur maupun substansi sebelum melontarkan rencana kebijakan ini.

"Jangan sampai ini memberatkan warga untuk melaksanakan pernikahan, terutama dari segi biaya. Juga jangan sampai prosedurnya berbelit-belit," ujar politikus Golkar ini, Jumat lalu.

Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri mengingatkan, pemerintah harus berhati-hati sebelum melontarkan rencana kebijakan serta mengkaji betul manfaat dan mudaratnya, karena masalah perkawinan adalah masalah yang sangat privat.

Pasangan pengantin mengikuti nikah massal di Park and Ride Thamrin, Jakarta Pusat, Senin, 31 Desember 2018. Dalam acara ini, pasangan pengantin mendapatkan bingkisan serta uang Rp 500 ribu. TEMPO/Subekti

"Nah, sekarang yang mau disertifikatkan oleh pemerintah itu apanya? Parameternya apa? Menurut saya, kalau tidak hati-hati, bisa bikin gaduh nanti," ujar Politikus PAN ini, Kamis lalu.

Menko Muhadjir berpendapat, program ini dibutuhkan agar pasangan yang akan menikah memiliki pengetahuan yang memadai tentang ekonomi keluarga hingga kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi, kata dia, terutama agar pasangan suami-istri nantinya bisa menyiapkan anak-anak yang akan menjadi generasi penerus yang lebih berkualitas.

Menurut Muhadjir, dengan pengetahuan soal pernikahan yang cukup, diharapkan dapat menekan angka perceraian. Sebetulnya, kata dia, program pelatihan pranikah ini sudah dilakukan di beberapa kalangan kelompok keagamaan. "Tapi ini mau saya harus lebih masif, berlaku sifatnya harus wajib, gratis, sebelum lulus mengikuti pembekalan enggak boleh nikah," kata Muhadjir pada Kamis lalu.

Dalam program ini, Muhadjir akan melibatkan sejumlah kementerian, seperti Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan akan mengerahkan tenaga KUA dan penyuluh agama dalam program sertifikat layak kawin. "Termasuk penyuluh-penyuluh kami yang di lapangan," kata Fachrul, Kamis lalu.

Calon pengantin, kata Fachrul, akan ditatar terlebih dulu sebelum mengurus surat-surat nikah. Mereka akan dibekali oleh para penyuluh agama dengan pengetahuan mengenai masalah agama hingga kesehatan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Gusti Ayu Bintang menambahkan, konsep program sertifikasi perkawinan nantinya terpadu, dengan melibatkan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama.

Ia mengaku belum mengetahui teknis soal sertifikat layak kawin ini karena belum ada pembahasan lebih lanjut bersama Muhadjir. "Nanti setelah kita ketemu polanya dulu seperti apa baru kami sampaikan. Sabar dulu ya," kata Bintang.

Sejauh ini, beberapa wilayah sebetulnya telah melakukan pelatihan pranikah dan anjuran mengurus sertifikat layak kawin sebelum menikah. Salah satunya adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 185 Tahun 2017 tentang Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan Bagi Calon Pengantin. Aturan ini menganjurkan masyarakat untuk mengurus sertifikat layak kawin sebelum menikah.

Tata cara untuk pemeriksaan kesehatan sebelum menikah tercantum pada Pasal 9. Setiap calon pengantin dapat memeriksa kesehatannya secara sukarela di puskesmas, laboratorium, atau rumah sakit milik pemerintah maupun swasta.

Pemeriksaan kesehatan dilakukan paling lambat satu bulan sebelum tanggal perkawinan ataupun pencatatan pernikahan. Bila calon pengantin dinyatakan tidak sehat atau memerlukan penatalaksanaan lanjutan, akan diberikan surat rujukan untuk melanjutkan proses pengobatan, dan dianjurkan berobat sampai sehat. Hasil pemeriksaan akan diverifikasi oleh tim pemeriksa, lalu akan diterbitkan surat keterangan pemeriksaan kesehatan calon pengantin.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, sebetulnya ada hal baik dan buruk sekaligus dalam wacana kebijakan sertifikat layak kawin ini. Sisi baiknya, orang menikah memahami dengan baik apa yang akan dihadapi dalam kehidupan rumah tangga.

Sisi buruknya, bisa membuka peluang penyalahgunaan wewenang dan kontrol terhadap ruang privat. "Jadi harus hati-hati," ujar Direktur YLBHI Asfinawati, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil ini, saat dihubungi Tempo pada Ahad, 17 November 2019.

DEWI NURITA I TIM TEMPO

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus