Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Politikus PDIP Mempertanyakan Penerapan Sertifikat Layak Kawin

Politikus PDIP Diah Pitaloka menilai penerapan sertifikat layak kawin sulit dipraktikkan.

15 November 2019 | 19.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI, bersama pemerintah dalam pengambilan keputusan tingkat satu Rancangan Undang-Undang Pesantren, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 19 September 2019. Tempo/ Fikri Arigi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta-Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Diah Pitaloka mempertanyakan rencana Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menerapkan sertifikasi sertifikat layak kawin. Politikus PDIP ini menilai rencana tersebut sulit dipraktikkan.

"Ini praktiknya gimana? Jangan sampai orang gagal nikah gara-gara enggak ada sertifikat," kata Diah kepada Tempo, Jumat, 15 November 2019.

Menko Muhadjir sebelumnya menyatakan akan mewajibkan sertifikasi layak kawin ini bagi pasangan yang akan membina rumah tangga. Menurut dia, calon mempelai wajib mengikuti pelatihan menyangkut ekonomi keluarga hingga kesehatan reproduksi. Dia berencana memberlakukan program ini mulai tahun depan.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan program ini dalam rangka menekan angka stunting pada balita. Ma'ruf berujar pelatihan pranikah ini juga untuk memberi pengetahuan tentang membina rumah tangga yang sakinah.

Namun Diah membeberkan sejumlah pertanyaan yang mencuat dengan adanya rencana itu. Beberapa di antaranya ialah siapa yang akan menyelenggarakan pelatihan, di mana pelatihan diadakan, intensitas pelatihan, orang yang akan membimbing pelatihan, beban pembiayaan, dan sebagainya.

Diah menilai ide Muhadjir itu sebetulnya baik jika tujuannya untuk mengampanyekan pendidikan kesehatan reproduksi dan bagaimana membangun keluarga. Namun dia mengingatkan ada banyak saluran lain yang bisa digunakan pemerintah.

Misalnya melalui institusi pendidikan atau institusi sosial seperti perkumpulan ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Posyandu, dan sebagainya. Menurut Diah, program sosialisasi semacam ini juga masih bisa dilakukan terhadap pasangan yang sudah menikah. "Jangan itu digantungkan dalam sebuah program sertifikasi. Kementerian punya banyak ruang untuk memberikan materi itu," ujar Diah.

Selain itu, Diah mengimbuhkan bahwa pernikahan di Indonesia kental dengan dimensi kultural dan agama. Adapun aturan sertifikasi layak nikah itu akan menyangkut urusan birokrasi yang bisa jadi berbelit. "Kadang orang menentukan jadwal pernikahan itu kan kultural, sangat dekat dengan kondisi sosiologis kita. Terus nanti enggak bisa, harus nunggu sertifikat dulu tiga bulan. Kadang tidak segampang itu," ucapnya.

BUDIARTI UTAMI PUTRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus