Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bau Bacin Perkara Bahasyim

Komisi Pemberantasan Korupsi nyaris menggerebek jaksa yang ditengarai akan melakukan transaksi dengan pihak Bahasyim Assifie. Tertundanya pembacaan tuntutan hingga tiga kali diduga berkaitan dengan soal duit.

31 Januari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perlahan-lahan dua mobil itu menyusuri pinggir Jalan Kampung Melayu Besar di kawasan dekat Stasiun Tebet, Jakarta Selatan. Hari masih pagi, jam belum menunjuk pukul tujuh. Satu mobil berhenti di pinggir jalan. Mobil yang satu lagi berhenti di sebuah rumah makan. Dari dalamnya keluar dua orang yang langsung masuk ke rumah makan yang menyediakan menu masakan Jawa itu.

Merekalah tamu pertama pada pagi Kamis, 6 Januari lalu, itu. Keduanya segera memesan makanan dan menyeruput teh manis. Sesekali, dengan cepat, mata mereka ”menyapu” setiap tamu yang mulai berdatangan.

Mereka duduk hampir tiga jam, tapi tamu yang ditunggu tak muncul-muncul. Akhirnya keputusan diambil. Salah seorang menuju kasir, membayar makanan, kemudian keduanya bergegas meninggalkan tempat itu. Hanya mereka, karena satu mobil yang lain, yang berisi enam orang, tetap bertahan hingga sekitar pukul 12 sebelum akhirnya juga cabut.

Rombongan itu memang tidak sekadar mencari tempat sarapan. Mereka adalah penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang hari itu hendak menyergap seorang jaksa yang diduga bakal menerima duit berkaitan dengan kasus Bahasyim Assifie, bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang jadi tersangka kasus korupsi. Sepekan sebelumnya, Komisi telah menyadap pembicaraan perihal akan adanya transaksi itu.

Menurut sumber Tempo, seseorang yang diduga perantara keluarga Bahasyim beberapa pekan sebelumnya menghubungi jaksa untuk membicarakan peringanan tuntutan hukuman atas Bahasyim dengan imbalan uang. ”Seorang jaksa terekam aktif merespons tawaran itu,” ujar sumber Tempo yang tahu benar perihal rencana penggerebekan itu. Sejak saat itulah, kata sumber ini, Komisi mengawasi jaksa yang melakukan hubungan dengan pihak Bahasyim.

Menurut sumber ini, dari pembicaraan terekam tawar-menawar itu. Mulanya kedua belah pihak menggunakan sandi ”kardus” untuk menyebut nilai satuan uang. Satu kardus berarti Rp 1 miliar. Belakangan sandi ”kardus” diganti kata ”bola”. Awalnya, ujar sumber itu, sang jaksa minta lima bola. ”Namun pihak lawan menawar satu bola.”

Dalam pembicaraan yang tersadap, sang makelar meminta tuntutan terhadap Bahasyim dibuat di bawah lima tahun agar vonisnya rendah. Caranya, pasal gratifikasi menjadi tuntutan utama dan pasal korupsi serta pencucian uang dihilangkan atau dinyatakan tak terbukti. Sang makelar meminta tuntutan dibuat alternatif, bukan kumulatif. Dengan cara demikian, jika pasal gratifikasi terbukti, pasal lain gugur.

Meski deal belum terjadi, kedua belah pihak setuju bertemu. Uang muka disepakati Rp 1 miliar dan pertemuan ditentukan pada Kamis, 6 Januari, itu. Lokasi dipilih di sekitar Stasiun Tebet, di sebuah restoran yang pada pagi pun sudah buka. Ke sanalah aparat Komisi Pemberantasan Korupsi datang hendak menyergap pertemuan itu.

Sumber Tempo lainnya di kejaksaan bercerita, gagalnya penggerebekan tak lain karena campur tangan seorang petinggi kejaksaan. ”Informasi itu dari jaringan intelijen kejaksaan sendiri.” Mendapat informasi itu, sang petinggi mengontak atasan jaksa bersangkutan untuk segera menarik anak buahnya ke kantor. ”Jika saja itu tak cepat dilakukan, kasus Urip bakal terulang,” ujarnya. Urip yang dimaksud adalah jaksa Urip Tri Gunawan, ketua tim penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang digerebek Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2 Maret 2008, beberapa saat setelah menerima uang sekitar Rp 6,6 miliar dari Artalyta Suryani. Tapi sumber Tempo yang lain ragu transaksi itu batal karena peran intelijen kejaksaan. ”Saya lebih percaya ada orang dalam KPK sendiri yang membocorkan,” ujarnya.

Komisi tampaknya menutup rapat-rapat penggerebekan yang gagal itu. Sejumlah pejabat lembaga antikorupsi ini hanya tutup mulut saat ditanyai. ”Saya tidak bisa mengatakan ada atau tidak, tanya kepada juru bicara KPK,” ujar Wakil Ketua Komisi, Haryono Umar. Johan Budi S.P., juru bicara Komisi, hanya menggelengkan kepala. ”Saya tidak memiliki informasi itu,” katanya.

Jaksa Agung Basrief Arief pun menggeleng keras saat ditanyai perihal adanya jaksa yang akan ditangkap Komisi. Basrief juga menolak disebut memerintahkan penarikan itu. ”Enggak ada. Siapa yang memerintahkan itu?” katanya saat ditemui seusai salat Jumat pekan lalu.

Tapi adanya rencana ”pertemuan Tebet” itu dibenarkan Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy. Marwan mengaku mendapat informasi ada satu jaksa kasus Bahasyim yang akan bertemu dengan keluarga Bahasyim. ”Ada pesan singkat masuk yang mengatakan ada rencana pertemuan di daerah Tebet. Tapi gagal,” ujar Marwan.

Lebih dari itu, Marwan mengaku pihaknya mendapat informasi bahwa salah seorang jaksa telah menerima uang muka dari keluarga Bahasyim. ”Ini yang tengah kami selidiki,” katanya. Dari penelusuran Tempo, jaksa yang disebut-sebut menerima pemberian uang itu adalah Hidayatullah. Sempat menjadi Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, sejak beberapa bulan lalu Hidayatullah ditunjuk menjabat Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung.

Sumber Tempo menyebutkan Hidayatullah diduga menerima US$ 50 ribu untuk perannya mengatur dakwaan Bahasyim dan penentuan jaksa penuntut dan peneliti. Sumber Tempo di Komisi Pemberantasan Korupsi, yang berkisah perihal penggerebekan yang gagal itu, menunjuk Hidayatullah sebagai salah satu jaksa yang dikuntit para penyelidik Komisi.

Dihubungi Tempo pada Jumat pekan lalu di Lampung, Hidayatullah dengan keras membantah menerima duit untuk urusan perkara Bahasyim. Dia mengaku menangani perkara Bahasyim saat menjabat Asisten Kejaksaan Tinggi Jakarta. Namun, ujarnya, saat berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan, ia dipindahkan ke Lampung. ”Tudingan itu fitnah dan ngawur, tidak ada uang itu,” katanya.

Sejumlah sumber Tempo menyebutkan perihal duit itulah yang membuat pembacaan tuntutan Bahasyim tertunda hingga tiga kali. ”Karena negosiasinya belum tercapai juga.” Tuntutan yang mestinya dibacakan pada 3 Januari molor terus dan baru dibacakan setelah ketua majelis hakim kasus Bahasyim, Didik Setyo Handono, meradang dan mengultimatum jaksa.

l l l

Kasus Bahasyim bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak September tahun lalu. Ia dijerat dengan dakwaan korupsi dan pencucian uang atas kepemilikan duit Rp 64 miliar, yang diduga hasil tindak pidana. Kasus Bahasyim disidik dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, yang melihat nilai rekeningnya fantastis. ”Profilnya dianggap tak sesuai dengan statusnya sebagai pegawai pajak,” ujar pengacara Bahasyim, Rico Pandeirot. Ia ditahan di tahanan kepolisian sejak April 2010. Enam bulan kemudian, kasusnya mulai masuk pengadilan.

Tertundanya pembacaan tuntutan itu juga membuka tabir lain. Tuntutan yang dibuat tim jaksa Bahasyim pimpinan Fachrizal ternyata super-ringan. Dalam rencana tuntutan secara berjenjang dari Kepala Seksi Pidana khusus, Kepala Kejaksaan Negeri, Asisten Pidana Khusus, hingga Kepala Kejaksaan Tinggi, usul tuntutan hukuman 5-7 tahun penjara. Tim jaksa menuntut lima tahun, adapun di tingkat Kepala Kejaksaan Tinggi tuntutan diubah jadi tujuh tahun. Kendati demikian, pasal yang dituduhkan hanya satu, yakni Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, tentang gratifikasi.

Jaksa tak menyinggung pasal pencucian uang dengan alasan tak ditemukan predicate crime-nya atau tindak pidana asal-muasal duit itu. Satu-satunya dugaan korupsi yang disebutkan adalah menerima Rp 1 miliar dari notaris Kartini Mulyadi. Uang inilah yang dirampas jaksa untuk negara. Adapun Rp 64 miliar dikembalikan kepada anak Bahasyim, Winda Arum Hapsari.

Menurut sumber Tempo, begitu mengetahui isi tuntutan seperti itu, Jaksa Agung Basrief Arief langsung membentuk tim untuk merevisi isi tuntutan versi tim Fachrizal. Bahasyim dinyatakan melakukan korupsi dan kejahatan pencucian uang dan tuntutan hukumannya lima tahun penjara—hukuman maksimal untuk pelaku kejahatan money laundering. Tuntutan inilah yang dibacakan jaksa pada Senin pekan lalu.

Terkuaknya rencana pertemuan jaksa Bahasyim dan ringannya rencana tuntutan terhadap Bahasyim membuat semua jaksa yang menangani kasus Bahasyim diperiksa Bagian Pengawasan Kejaksaan Agung. Ditemui Tempo Selasa pekan lalu, Marwan mengakui penundaan pembacaan tuntutan hingga tiga kali itu tak biasa. ”Kalau sudah tiga kali, itu sudah tidak lazim,” ujarnya.

Lima jaksa yang memegang kasus Bahasyim—Fachrizal, Henny Harjaningsih, Imanuel Rudy Pailang, Sutikno, dan Feri Mupahir—sudah diperiksa. Demikian juga Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Yosep Nur Eddy. ”Mereka mengaku tidak menerima uang dari Bahasyim,” kata Marwan.

Menurut Marwan, dari hasil pemeriksaan, pihaknya menilai Fachrizal selaku ketua tim melakukan pelanggaran disiplin. ”Dia tidak bisa mengkoordinasi anggota timnya dengan baik dan tidak pernah melaporkan hasil persidangan kepada atasannya,” katanya. Marwan juga mengatakan isi rencana tuntutan tim jaksa Fachrizal tidak profesional. Selain tidak menerapkan Undang-Undang Pencucian Uang, jaksa tak meminta hakim agar terdakwa membuktikan asal-usul hartanya atau meminta pembuktian terbalik. Padahal, ujarnya, jika terdakwa tak bisa membuktikannya, hakim bisa meminta harta terdakwa disita untuk negara.

Perkara rencana ringannya tuntutan terhadap Bahasyim hingga kini masih diselidiki tim jaksa pengawasan. Tidak hanya memeriksa para jaksa yang terlibat kasus Bahasyim, tim jaksa pengawasan memeriksa sejumlah kerabat Bahasyim. ”Mereka marah-marah kenapa hukuman Bahasyim jadi 15 tahun,” ujar seorang pemeriksa kepada Tempo. Jaksa ini yakin kerabat Bahasyim meradang karena mereka telah mengeluarkan uang.

Marwan sendiri mengaku pihaknya memiliki informasi ada jaksa yang melakukan hubungan telepon dengan pihak Bahasyim. Dia menyebut inisial jaksa itu ”F”. Dicegat wartawan pekan lalu, Fachrizal menolak jika ia disebut berhubungan dengan kerabat Bahasyim. ”Tidak ada itu,” kata Fachrizal. Sutikno, anggota tim jaksa Bahasyim, juga membantah kabar bahwa timnya mendapat duit dalam perkara ini. ”Enggak ada suap-menyuap itu,” ujarnya.

Indonesia Corruption Watch mendesak Jaksa Agung Basrief Arief memeriksa semua jaksa yang terlibat dalam penanganan perkara Bahasyim. Menurut Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho, pihaknya telah melakukan eksaminasi perkara Bahasyim. ICW menyimpulkan ada indikasi penyuapan saat penyusunan surat dakwaan.

Bahasyim sendiri berkeras tak pernah dihubungi apalagi berhubungan dengan tim jaksa kasusnya. Ditemui Rabu pekan lalu setelah menghadiri sidang, ia menegaskan tak pernah melakukan penyuapan apa pun agar hukumannya diringankan. ”Saya sedikit-banyak melek hukum. Saya tidak mungkin melakukan perbuatan yang membuat hidup saya berbahaya,” katanya.

Ramidi, Anton Aprianto, Mustafa Silalahi, Nurochman Arrazie (Lampung)

Sim-salabim Harta Bahasyim

Nyaris tertutup oleh kasus Gayus Tambunan, kasus Bahasyim diam-diam ternyata menyimpan sejumlah kejutan. Dari rencana penggerebekan KPK yang gagal hingga rencana tuntutan hukuman ringan yang berbuntut pemeriksaan terhadap sejumlah jaksa yang menangani kasusnya.

Maret 2009
PPATK menyerahkan berkas rekening Bahasyim Assifie ke Mabes Polri. Dalam rentang 2004-2010 terdapat transaksi bank 304 kali dengan jumlah sekitar Rp 885 miliar. Sebanyak 47 transaksi dianggap mencurigakan.

9 April 2010
Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap Bahasyim. Ia dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 dan 6 UU Nomor 25/2003 tentang Pencucian Uang.

5 Juli 2010
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan berkas pemeriksaan Bahasyim telah lengkap (P-21). Uang Rp 60,8 miliar di rekening Bahasyim dinyatakan dari uang para wajib pajak yang dibantu Bahasyim selama 2004-2010.

30 September 2010
Sidang perdana Bahasyim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis hakim dipimpin oleh Didik Setyo Handono. Tim jaksa yang berjumlah lima orang diketuai Fachrizal.

27 Desember 2010
Semua saksi telah diperiksa. Hakim Didik mengagendakan pembacaan tuntutan untuk sidang selanjutnya.

3 Januari 2011
Bahasyim tak datang ke sidang karena mengaku sakit. Pembacaan penuntutan ditunda.

10 Januari 2011
Pembacaan penuntutan kembali ditunda. Tim jaksa mengaku belum selesai menyiapkan surat penuntutan. Jaksa Fachrizal beralasan banyak data yang harus dimasukkan ke tuntutan Bahasyim.

11 Januari 2011
Berkas rencana penuntutan untuk terdakwa Bahasyim baru tiba di Kejaksaan Agung, ditandatangani Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

12 Januari 2011
Untuk ketiga kalinya jaksa batal membacakan tuntutan. Hakim Didik marah dengan meminta jaksa bekerja secara serius. Seusai sidang, jaksa Fachrizal kabur dari kejaran wartawan.

17 Januari 2011
Akhirnya tuntutan Bahasyim dibacakan. Dia dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Tuntutan Itu
Awalnya jaksa berencana menuntut Bahasyim hanya dengan 5 tahun penjara. Dia dibidik dengan pasal gratifikasi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Jaksa juga memerintahkan pemblokiran rekeningnya dicabut dan uang tersebut dikembalikan ke Bahasyim.

Rencana tuntutan ini gagal. Sejumlah jaksa diperiksa karena diduga menerima suap. Kejaksaan Agung kemudian memutuskan menuntut Bahasyim hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Pasal yang dituduhkan:

  • UU Nomor 15/2002 juncto UU Nomor 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
    Melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, yakni ”menempatkan harta kekayaan yang diketahui atau diduga merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain.”
  • UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Melanggar Pasal 11: Dipidana penjara paling singkat satu tahun dan maksimal lima tahun, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal hadiah itu diberikan karena kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus