Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO. Tangerang - Kue keranjang yang berwarna cokelat dan sangat lengket ini, selalu ada bahkan wajib disajikan dalam perayaan Imlek. Tak hanya bentuknya yang mirip dodol, rasa kue keranjang juga legit dan manis.
Selain suguhan untuk keluarga dan tamu pada saat perayaan Imlek, kue ini juga digunakan dalam ritual persembahyangan. "Untuk persembahyangan, kue ini disusun berbentuk seperti menara, ada langsam satu, tiga, lima, dan tujuh," kata Tjoen Teh, warga Cina Udik, di Kampung Nalagati, Desa Mekarbakti, Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang, Ahad, 11 Februari 2018.
Kue dari tepung beras ketan dan gula ini wajib ada dalam perayaan Imlek, karena merupakan simbol keharmonisan keluarga. Kue bundar itu, kata Tjoen The, melambangkan lingkaran keluarga yang selalu lengket, awet, dan menjalin hubungan mesra nan manis.
Baca: Alasan Sandiaga Uno Izinkan Perayaan Imlek 2018 Digelar di Monas
Kue keranjang yang terdiri atas tiga susun ini, khusus untuk persembahan kepada dewa atau Tuhan. Sementara kue dengan susun tujuh dan sembilan dimaksudkan untuk persembahan kepada leluhur.
Tjoen Teh juga menjual dodol yang diberi merek Yap Nalagati. Nama itu merujuk Kampung Nalagati, tempat tinggalnya. Dia membuat beberapa varian rasa dodol, yaitu orisinal, durian, lapis, dan wijen.
Pemesanan kue keranjang, kata Tjoen Teh, sudah dia terima sejak sebulan sebelum Imlek. Namun sekitar dua pekan menjelang Imlek, pemesanan dihentikan karena banyaknya permintaan. "Takut kewalahan, ini saja sudah lima kuintal kami buat kue keranjang, untuk dodol tiga kuintal ketan," ujarnya yang telah berusia 70 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini