Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berdesak Di Kakilima, Berjejal Di...

Tidak dibenarkan menjual daging, ikan & sayur-mayur segar. untuk pribumni masih diberi kesempatan membuka supermarket.(kt)

8 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYONYA Chini Goenarwan, sedang hamil, sejak lama enggan berdesak-desak, mandi keringat atau berbecek-becek di pasar biasa atau di kaki lima. "Saya pikir lebih enak belanja di supermarket," katanya. Berbeda dengan di pasar biasa, di supermarket nyonya muda ini dan warga Jakarta lainnya tinggal memilih segala belanjaan tanpa perlu tarik urat untuk sekedar menawar sepuluh duapuluh rnpiah. Di samping itu, hampir semuanya tersedia di sana, di sebuah ruangan sejuk ber-AC sama sekali tak perlu berdesak-desakan, tanpa hiruk-pikuk, atau berkeliling terlalu lama untuk mendapatkan gula setelah berbelanja daging, misalnya. Kereta dorong dan tas jinjing disediakan. Semua barang belanjaan dibungkus rapi dengan kertas bersih atau plastik -- daun dan kertas bekas untuk pembungkus tak dijumpai di sebuah supermarket. Begitupun menurut Nyonya Bambang dan Wirawan. Belanja di pasar super lebih mengasyikkan. Beberapa jenis barang, seperti telur, katanya malah lebih murah dari pasar biasa. Dan yang penting, di samping kemudahan belanja seperti pengalaman Nyonya Chini, belanja di supermarket sedikit kemungkinan untuk tertipu. "Harga sudah tertentu," kata Nyonya Bambang. Di samping itu, bila sekali tempo terbeli barang yang sudah apkir, tak usah khawatir bisa ditukar. Bagi langganan terentu pihak supermarket bersedia mengantarkan belanjaan sampai ke rumah. Gemar belanja di supermarket meningkat di kalangan warga Jakarta dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal itu setidaknya, dapat dilihat dari tumbuhnya pasar-pasar semacam itu. Mulai dari Gelael di Blok M, Kebayoran Baru yang awal mulanya untuk "menyervis" orang asing beberapa tahun belakangan ini muncul pasar-pasar serupa itu di berbagai wilayah Jakarta. Gelael membuka juga di Cilandak dan di Jalan Pemuda. Grup Hero punya 7 buah pasar. Ada yang di Menteng, Kebayoran, Mampang dan Tomang. Semuanya tak ada yang mengeluh kesepian pengunjung. "Rising demand makin besar," kata Bambang Soeharto dari Hero. Menurut Humas DKI Jakarta, B. Harahap, di ibukota sekarang ini ada 22 pasar super. Dan yang sekian itu, kata Gubernur Tjokropranolo baru-baru ini, sudah cukup -- untuk sementara tidak boleh bertambah lagi. Namun Kepala Kanwil Perdagangan DKI, Drs. Edward Parapat, masih membuka kesempatan bagi pengusaha pribumi. Di Jakarta memang baru sebuah supermarket yaitu Cempaka, di Cempaka Putih yang penuh dimiliki dan dikelola pengusaha Indonesia asli. Untuk membuka pasar istimewa tersebut, untuk pribumi sekalipun, tetap bersyarat: lokasi sedikitnya berluas 200 mÿFD, punya segala macam izin (izin usaha, bangunan dan lain-lain), mempunyai pelataran parkir dan pengusahanya harus punya modal sedikitnya Rp 25 juta. Dan, seperti kata Harahap, "kalau di sekitarnya ada pasar, tak mungkin diizinkan ada supermarket." Juga sesudah tahun 1980 ini tidak dibenarkan menjual daging, ikan dan sayur-mayur segar. Kalaupun sekarang masih diperkenankan, supermarket tak boleh membelinya langsung dari produsen atau pasar induk -- harus membeli lewat pedagang kecil atau pasar lingkungan. Hal ini, menurut Harahap, agar ada pemerataan rezeki. Barang Impor Nico Mewengkang, pribumi pemilik Cempaka, tak memusingkan larangan menjual daging, sayur dan ikan tersebut. Sebab ia memajang barang-barang tersebut hanya sebagai pelengkap saja. Nico kini sedang merencanakan membuka supermarket baru. Ia dulunya, begitu pengakuannya, hanya pedagang kakilima. Lalu punya kios kecil di Pasar Pagi sebelum membuka Tolo Susana di Pasar Cempaka Putih. Dari situlah Nico memulai supermarketnya sekarang. Nico, katanya, belum mampu mengimpor barang sendiri untuk mengisi pasarnya. Ia masih harus berbelanja di pasar biasa atau grosir. Keuntungan diharapkannya dari pembelanja yang memang mau membayar lebih mahal di tempat nyaman yang disediakannya. Mamun begitu ia tetap berhati-hati memasang harga. Maklum ibu-ibu, yang giat memperbandingkan harga, rajin pula menelepon bila Cempaka punya harga lebih mahal dibanding tempat lain. Hero, dengan 7 pasar, juga menganggap "permintaan" masih lebih banyak dari jumlah supermarket yang tersedia. Hal itu, kata Bambang Soeharto, tak akan mengurangi pembelanja di pasar biasa. Malahan, lanjutnya, supermarket juga memperoleh sebagian barang jualannya dari pasar biasa. Jadi, menurut Soeharto, "kami justru menyalurkan barang-barang mereka." Barang eks impor lebih banyak dijajakan di Hero Menteng. Di Tomang dan Mampang kebanyakan barang lokal. Bahwa kini kesempatan hanya bagi pribumi, "itu sangat menggembirakan," sambut Soeharto yang menjabat macam-macam pekerjaan di samping sebagai Ketua II GAPMI (Gabungan Pengusaha Makanan & Minuman Seluruh Indonesia). Sebab sebagai pribumi yang selama ini mengelola beberapa supermarket milik nonpri, Soeharto juga ingin secara penuh memiliki sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus