NYONYA Chini Goenarwan, sedang hamil, sejak lama enggan
berdesak-desak, mandi keringat atau berbecek-becek di pasar
biasa atau di kaki lima. "Saya pikir lebih enak belanja di
supermarket," katanya.
Berbeda dengan di pasar biasa, di supermarket nyonya muda ini
dan warga Jakarta lainnya tinggal memilih segala belanjaan
tanpa perlu tarik urat untuk sekedar menawar sepuluh duapuluh
rnpiah. Di samping itu, hampir semuanya tersedia di sana, di
sebuah ruangan sejuk ber-AC sama sekali tak perlu
berdesak-desakan, tanpa hiruk-pikuk, atau berkeliling terlalu
lama untuk mendapatkan gula setelah berbelanja daging, misalnya.
Kereta dorong dan tas jinjing disediakan. Semua barang belanjaan
dibungkus rapi dengan kertas bersih atau plastik -- daun dan
kertas bekas untuk pembungkus tak dijumpai di sebuah
supermarket.
Begitupun menurut Nyonya Bambang dan Wirawan. Belanja di pasar
super lebih mengasyikkan. Beberapa jenis barang, seperti telur,
katanya malah lebih murah dari pasar biasa. Dan yang penting, di
samping kemudahan belanja seperti pengalaman Nyonya Chini,
belanja di supermarket sedikit kemungkinan untuk tertipu. "Harga
sudah tertentu," kata Nyonya Bambang. Di samping itu, bila
sekali tempo terbeli barang yang sudah apkir, tak usah khawatir
bisa ditukar. Bagi langganan terentu pihak supermarket bersedia
mengantarkan belanjaan sampai ke rumah.
Gemar belanja di supermarket meningkat di kalangan warga
Jakarta dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal itu setidaknya,
dapat dilihat dari tumbuhnya pasar-pasar semacam itu. Mulai dari
Gelael di Blok M, Kebayoran Baru yang awal mulanya untuk
"menyervis" orang asing beberapa tahun belakangan ini muncul
pasar-pasar serupa itu di berbagai wilayah Jakarta. Gelael
membuka juga di Cilandak dan di Jalan Pemuda. Grup Hero punya 7
buah pasar. Ada yang di Menteng, Kebayoran, Mampang dan Tomang.
Semuanya tak ada yang mengeluh kesepian pengunjung. "Rising
demand makin besar," kata Bambang Soeharto dari Hero.
Menurut Humas DKI Jakarta, B. Harahap, di ibukota sekarang ini
ada 22 pasar super. Dan yang sekian itu, kata Gubernur
Tjokropranolo baru-baru ini, sudah cukup -- untuk sementara
tidak boleh bertambah lagi. Namun Kepala Kanwil Perdagangan
DKI, Drs. Edward Parapat, masih membuka kesempatan bagi
pengusaha pribumi. Di Jakarta memang baru sebuah supermarket
yaitu Cempaka, di Cempaka Putih yang penuh dimiliki dan dikelola
pengusaha Indonesia asli.
Untuk membuka pasar istimewa tersebut, untuk pribumi sekalipun,
tetap bersyarat: lokasi sedikitnya berluas 200 mÿFD, punya segala
macam izin (izin usaha, bangunan dan lain-lain), mempunyai
pelataran parkir dan pengusahanya harus punya modal sedikitnya
Rp 25 juta. Dan, seperti kata Harahap, "kalau di sekitarnya ada
pasar, tak mungkin diizinkan ada supermarket." Juga sesudah
tahun 1980 ini tidak dibenarkan menjual daging, ikan dan
sayur-mayur segar. Kalaupun sekarang masih diperkenankan,
supermarket tak boleh membelinya langsung dari produsen atau
pasar induk -- harus membeli lewat pedagang kecil atau pasar
lingkungan. Hal ini, menurut Harahap, agar ada pemerataan
rezeki.
Barang Impor
Nico Mewengkang, pribumi pemilik Cempaka, tak memusingkan
larangan menjual daging, sayur dan ikan tersebut. Sebab ia
memajang barang-barang tersebut hanya sebagai pelengkap saja.
Nico kini sedang merencanakan membuka supermarket baru. Ia
dulunya, begitu pengakuannya, hanya pedagang kakilima. Lalu
punya kios kecil di Pasar Pagi sebelum membuka Tolo Susana di
Pasar Cempaka Putih. Dari situlah Nico memulai supermarketnya
sekarang.
Nico, katanya, belum mampu mengimpor barang sendiri untuk
mengisi pasarnya. Ia masih harus berbelanja di pasar biasa atau
grosir. Keuntungan diharapkannya dari pembelanja yang memang mau
membayar lebih mahal di tempat nyaman yang disediakannya. Mamun
begitu ia tetap berhati-hati memasang harga. Maklum ibu-ibu,
yang giat memperbandingkan harga, rajin pula menelepon bila
Cempaka punya harga lebih mahal dibanding tempat lain.
Hero, dengan 7 pasar, juga menganggap "permintaan" masih lebih
banyak dari jumlah supermarket yang tersedia. Hal itu, kata
Bambang Soeharto, tak akan mengurangi pembelanja di pasar biasa.
Malahan, lanjutnya, supermarket juga memperoleh sebagian barang
jualannya dari pasar biasa. Jadi, menurut Soeharto, "kami justru
menyalurkan barang-barang mereka." Barang eks impor lebih banyak
dijajakan di Hero Menteng. Di Tomang dan Mampang kebanyakan
barang lokal. Bahwa kini kesempatan hanya bagi pribumi, "itu
sangat menggembirakan," sambut Soeharto yang menjabat
macam-macam pekerjaan di samping sebagai Ketua II GAPMI
(Gabungan Pengusaha Makanan & Minuman Seluruh Indonesia). Sebab
sebagai pribumi yang selama ini mengelola beberapa supermarket
milik nonpri, Soeharto juga ingin secara penuh memiliki sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini