Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MUSSO kembali ke Moskow pada 1927, setelah berhasil lolos dari pengejaran tentara kolonial Belanda. Beberapa bulan sebelumnya, Musso memang pernah ke Moskow guna meminta persetujuan untuk memberontak melawan Belanda. Di negara tempat dia berkiblat, Musso menyibukkan diri dalam berbagai kegiatan Partai Komunis Soviet bersama kawan Alimin dan Semaoen. Sekitar sepekan sekali, ia mengisi siaran berbahasa Indonesia di radio pemerintah. Jangkauan radio ini memang tidak mencapai Indonesia. Siarannya lebih ditujukan ke mahasiswa dan aktivis Indonesia yang saat itu banyak berada di sana.
Musso juga masuk ke struktur partai dan menjadi staf urusan Indonesia. Lewat penerbitan komunis internasional bernama Inprekorr, singkatan bahasa Jerman untuk "korespondensi pers internasional", ia menyerang Tan Malaka. Menggunakan nama alias Krause dalam artikel yang menyoal Trotskyisme di Indonesia, ia menuding Tan sebagai pengkhianat bangsa dan layak dibunuh. Ini masih berhubungan dengan konflik keduanya mengenai pemberontakan 1926 yang dilibas Belanda. Lewat artikel satu halaman berhuruf kecil yang tersusun dua kolom itu, Musso melabeli Tan sebagai pengikut Trotsky, lawan politik Joseph Stalin, pemimpin utama Partai Komunis Soviet, yang menjadi kiblat komunisme internasional.
Karier Musso kembali moncer berkat keikutsertaannya dalam Kongres Komunis Internasional (Komintern) ke-6, yang digelar di Moskow pada Juli 1928. Joseph Vissarionovich Stalin, yang saat itu baru empat tahun memimpin Soviet dan sedang giat mengukuhkan kekuasaannya, memimpin langsung kongres tersebut.
Stalin mendeklarasikan tujuan utama komunisme, yaitu menciptakan sistem komunis dunia yang berada dalam kontrol Rusia. Ia menggunakan kesempatan ini untuk mengecam perlawanan Sun Yat Sen dan Mahatma Gandhi dalam mengusir penjajah Barat. Keduanya disebut sebagai nasionalis borjuis. Namun Stalin menutup mulut rapat-rapat terhadap petualangan Musso dan Alimin dalam usaha mendongkel Belanda. Ini ditafsirkan sebagian orang sebagai restu Stalin terhadap gerakan komunis Musso.
Kongres Komunis Internasional ke-6 ini, selain oleh Musso, diikuti oleh Alimin, Semaoen, Darsono, dan Tadjudin sebagai utusan Tan Malaka. Musso menggunakan nama samaran Manavar, Semaun dengan nama K. Samin, Alimin memakai nama Animin, dan Tadjudin beralias Alphonso. Musso memanfaatkan forum ini untuk menjelaskan penyebab tumpasnya pemberontakan komunis di Jawa dan Sumatera pada 1926. Menurut dia, pemberontakan gagal akibat pertikaian parah di antara pimpinan partai.
Seusai kongres, Musso didapuk sebagai anggota Komite Eksekutif Komunis Internasional. Ia juga sempat mengikuti pendidikan di sebuah universitas di Moskow, tetapi berhenti di tengah jalan karena sibuk mengurusi partai. Misalnya, Musso sempat berkunjung ke Vladivostok, yang terletak di sebelah timur Rusia. Di sana ia menggunakan nama samaran Sidin atau Sheegin untuk menghindari penciuman intelijen Barat.
Dalam perjalanannya kembali ke Indonesia dari Moskow, pada sekitar awal 1948, Musso mampir ke Belgia dan Prancis. Di dua negara itu ia berhubungan dengan para pemimpin komunis setempat. Ia sempat ditahan aparat dan dijebloskan ke penjara. Di Prancis ia menemui Maurice Thorez, seorang pemimpin komunis setempat.
Ia juga sempat ke Belanda dan berbicara panjang lebar dengan Paul de Groot, pimpinan Communistische Partij Nederland. De Groot dan Musso terlibat perdebatan panas mengenai perlu-tidaknya Indonesia tetap dalam persemakmuran di bawah Belanda jika merdeka. De Groot akhirnya mengalah dan menerima desakan Musso agar Partai Komunis Belanda mendukung kemerdekaan Indonesia. Namun De Groot hanya memberinya sedikit uang untuk ongkos pulang ke Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo