GEMERENCING uang terdengar gemuruh di dunia rekayasa tanaman transgenik. Data pada 1996 menunjukkan bahwa keuntungan secara nasional bisnis tanaman cangkok gen di Amerika Serikat adalah US$ 159 juta. Setahun berikutnya, keuntungan itu menggelembung mencapai US$ 583 juta. Omzet bisnis tanaman transgenik memang menggiurkan. Menurut laporan 1998, omzet bisnis di bidang baru ini mencapai angka US$ 1,2 miliar.
Pertumbuhan ajaib itu dipicu oleh tingkat konsumsi tanaman transgenik yang semakin tersebar di sejumlah negara selain Amerika Serikat—negara yang menjadi pusat produksi tanaman transgenik dunia. Negara yang mengikuti jejak AS itu antara lain Brasil, Cina, Australia, dan Afrika Selatan. Faktor yang ikut memengaruhi peningkatan pendapatan dalam bisnis tanaman transgenik adalah konsolidasi 25 perusahaan di bidang bioteknologi, antara lain Monsanto, Pioneer, dan Du Pont, dengan masing-masing mitra perusahaan membuat aliansi dan akuisisi senilai US$ 15 miliar.
Salah satu perusahaan raksasa dalam bidang bioteknologi ini adalah Monsanto. Perusahaan yang bermarkas di AS ini telah mengakuisisi dan beraliansi dengan 10 perusahaan lain senilai US$ 8 miliar. Monsanto memang gesit. Perusahaan ini telah meningkatkan produksi Glyphosate, bahan dasar herbisida, dengan investasi US$ 16 juta. Perusahaan ini juga telah masuk ke Indonesia lewat bendera PT Monagro Kimia. Sebagian sahamnya dipegang Grup Salim. Perusahaan inilah yang pertama kali menguji tanaman transgenik di Indonesia dan lolos uji di lapangan terbatas di Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor.
Pada Juni 1998, Monsanto melakukan megamerger dengan American Home Products (AHP). Aset kedua perusahaan ini diperkirakan lebih dari US$ 35 miliar. Kapitalisasi pasar kedua perusahaan itu diperkirakan US$ 96 miliar, dengan perkiraan penjualan sekitar US$ 23 miliar, pada 1998. Rinciannya: sektor kimia dan obat-obatan US$ 13 juta, sementara sektor pertanian US$ 6 juta. Karena itu, mereka menjadi perusahaan terbesar keempat dalam bidang obat-obatan. Dengan investasi hampir US$ 1 miliar per tahun untuk riset dan pengembangan pertanian, serta US$ 2 miliar untuk obat-obatan, perusahaan ini akan menjadi investor terbesar dalam bidang bioteknologi.
Ironisnya, mereka yang terlibat dalam pengembangan rekayasa tanaman transgenik kebanyakan adalah perusahaan dalam bidang kimia. Bau bisnis yang begitu menyengat di bisnis rekayasa transgenik ini memang membuat kepala banyak pihak, terutama kalangan pemerhati lingkungan, khawatir. Soalnya, ambisi kapitalistis bisnis tak jarang menyelewengkan arah mulia ilmu pengetahuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini