Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengebiri Tanaman, Mengeduk Untung

Sebuah gen untuk mengebiri tanaman diciptakan di Amerika Serikat. Kelompok advokasi para petani menentangnya.

10 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANAMAN bisa dikebiri dengan cara pencangkokan gen. Perusahaan kapas Delta&Pine Land, yang kini diambil-alih oleh perusahaan kimia Monsanto (AS), telah berhasil mengembangkan suatu gen yang mampu membuat tanaman mandul, sehingga ia tidak akan berketurunan. Temuan itu memperoleh hak patennya di Amerika Serikat pada Maret 1998. Diberi nama "Kontrol terhadap Eskpresi Gen Tumbuhan", gen ini disebut oleh para penentangnya sebagai gen terminator (pembunuh).

Gen ini menghebohkan dunia bioteknologi. Sebagian petani dan pemerhati lingkungan menyambutnya dengan kepalan tangan dan regangan otot. Mereka menentang keras penciptaan gen terminator. Pasalnya, di balik itu bau bisnis sangat menyengat. Kelompok advokasi petani The Consultative Group on International Agricultural Research dan Rural Advancement Foundationkeduanya bermarkas di AS—mencurigai bahwa gen itu akan dipakai untuk menyuntik benih tanaman, misalnya kapas, sebelum ia dilempar ke pasar. Maksudnya, agar benih kapas itu hanya bisa sekali ditanam. Selanjutnya, bila petani ingin menanam kapas, ia harus membeli benih kapas lagi. Dengan begitu, pasar akan senantiasa bergantung pada pasokan benih dari perusahaan kapas.

Teknik baru ini terwujud berkat perkembangan terbaru teknologi rekayasa genetis. Seperti diketahui, bioteknologi modern berhasil mengembangkan cara transgenik, yaitu pemindahan gen yang memiliki suatu sifat tertentu dari satu organisme induk ke organisme lain. Tujuannya agar organisme yang memperoleh suntikan gen itu memiliki sifat-sifat tambahan seperti yang dimiliki organisme induk, misalnya tahan hama atau tahan virus. Gen bisa berasal dari mahluk apa saja, seperti binatang, tanaman, atau bahkan bakteri. Lalu, gen itu bisa disuntikkan atau dicangkokkan ke organisme lain.

Pada gen terminator, cetak biru itu diperoleh dari tanaman Saponaria officinalis. Tanaman ini mengandung gen yang disebut ribosome inhibitor protein (RIP). Gen inilah yang bertindak sebagai racun untuk menghambat produksi sel. Organisme hidup, misalnya hewan atau tanaman, yang memperoleh suntikan gen ini otomatis akan mati karena suplai proteinnya, yang memungkinkan pembentukan sel, dipotong. Proses selanjutnya, gen RIP dikombinasikan dengan beberapa gen lain, yang intinya membuat agar benih bisa tumbuh tapi biji yang dihasilkannya mandul. Gen RIP ini kabarnya tidak beracun untuk organisme selain tanaman.

Kasus gen terminator hanya salah satu catatan merah di tengah perjalanan perkembangan dan upaya pengembangan bioteknologi. Banyak kasus lain menyangkut penyimpangan dalam percobaan rekayasa genetis, terutama percobaan terhadap hewan. Sebuah laporan pada Februari 1990 mengungkapkan bahwa sejumlah ilmuwan AS mencoba menanamkan gen virus AIDS (sindroma kekurangan kekebalan tubuh) ke dalam tubuh tikus percobaan di laboratorium. Hasilnya, menurut para ilmuwan, sebuah virus baru berupa "AIDS super" kemungkinan akan tercipta. Namun kabar yang bisa memerindingkan bulu kuduk adalah bahwa virus itu bisa menular melalui udara.

Catatan buruk juga dilaporkan menyangkut percobaan pada tumbuhan. Salah satunya, rekayasa terhadap mikroorganisme tahan suhu rendah. Suatu bakteri diciptakan untuk menanggulangi kerusakan tanaman akibat penyakit beku. Awalnya, bakteri ini mampu membuat tanaman kentang dan arbei tumbuh pada suhu rendah. Tetapi dalam perkembangannya, mikroorganisme itu justru lebih hidup pada gulma (tumbuhan pengganggu) dibandingkan dengan pada kentang dan arbei. Jadi, justru gulma itulah yang tumbuh tak terkendali meski pada suhu rendah.

Kekhawatiran yang sama tentu bisa ditujukan pada gen pengebiri. Karena itu, Indonesia, seperti kata Dr. Sugiono Moeljoprawiro, Kepala Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor, menolak kehadiran gen terminator. "Apa pun alasannya," kata Sugiono. Memang mengerikan untuk membayangkan: bila gen itu pada perkembangannya nanti—misalnya lewat konsumsi jagung transgenik—tiba-tiba berefek mengebiri manusia. Mendirikan bulu kuduk?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus