Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Boediono No, Delapan Kursi Yes

Kecewa karena kadernya tak dipilih sebagai wakil presiden, sejumlah partai anggota koalisi Yudhoyono meradang. Lobi hingga detik terakhir.

18 Mei 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERDIRI di depan papan tulis putih, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq menuliskan empat nama partai mitra koalisi Partai Demokrat. Selain nama partainya sendiri, ia menulis Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Ia lalu menorehkan jumlah kursi perolehan partai masing-masing.

Delapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang berasal dari partai yang disebut duduk menyimak di ruang Fraksi Partai Keadilan Sejahtera lantai tiga Gedung Nusantara I kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa siang pekan lalu. Saat itu mereka baru saja mengikuti Rapat Paripurna Dewan.

Kabar terpilihnya Gubernur Bank Indonesia Boediono menjadi calon wakil presiden untuk berpasangan dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono malam sebelumnya membuat mereka gelisah. ”Keputusan itu tidak pernah dikomunikasikan SBY sebelumnya dengan partai-partai calon koalisi,” kata Muhammad Najib dari Fraksi Partai Amanat Nasional.

Juga hadir dalam pertemuan dadakan itu dua anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta dan Aboe Bakar al-Habsyi, ketua dan anggota Fraksi Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan dan Ahmad Farhan Hamid, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin, dan anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Imam Nahrowi.

Mereka lalu menghitung seberapa kuat otot politik para calon mitra koalisi. Setelah ditotal, jumlah kursi mereka ada 164. Jumlah ini jelas jauh melebihi batas minimum syarat pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai, yakni 112 kursi. Mahfudz Siddiq lalu menambahkan Partai Gerakan Indonesia Raya. ”Jumlah kursi menjadi 190,” kata Najib. Angka ini setara dengan 34 persen kursi di parlemen.

Opsi lainnya, Farhan menambahkan, para mitra koalisi bisa mengalihkan suaranya ke Jusuf Kalla, pesaing Yudhoyono. ”Para calon mitra koalisi merasa tidak diwongke,” kata Farhan. Boediono dinilai tidak mewakili pakem koalisi—Jawa-Non-Jawa dan nasionalis-Islam. ”Pola pluralitas ini sudah ada sejak zaman Bung Karno dan Bung Hatta,” katanya. SBY dan Boediono sama-sama Jawa dan sama-sama nasionalis. Boediono dinilai tidak punya basis dukungan politik.

Partai Amanat Nasional mengusung Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Partai Hatta Rajasa sebagai calon wakil presiden. Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera menjagokan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid. Partai Kebangkitan Bangsa menyodorkan ketua umumnya, Muhaimin Iskandar.

Malam harinya, pertemuan dilanjutkan di lantai 15 Hotel Nikko, Jakarta. Sekitar setengah delapan malam, peserta rapat mulai berdatangan. Mereka adalah Mahfudz Siddiq, Anis Matta, Ahmad Farhan, Zulkifli Hasan, dan Muhammad Najib.

Tapi tanda kempisnya ”pemberontakan” calon mitra koalisi Demokrat mulai terlihat malam itu. Wakil dari Partai Kebangkitan Bangsa tidak nongol hingga rapat yang digelar satu jam itu berakhir. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa Helmy Faisal Zaini tetap akan mendukung Yudhoyono.

Menyadari ketidakpuasan para calon mitra koalisi, Partai Demokrat tidak tinggal diam. Sekitar pukul delapan, Selasa malam pekan lalu, pimpinan partai calon mitra koalisi diundang ke Wisma Negara, kompleks Istana, untuk diberi penjelasan tentang terpilihnya Boediono. Dari pihak pengundang hadir Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Utomo, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dan Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa. Dari empat mitra koalisi, hanya Partai Keadilan Sejahtera yang tidak mengirim wakilnya.

Keesokan harinya, sedianya para ”penentang Boediono” akan kembali berkumpul meski batal tanpa alasan yang jelas. Partai Persatuan Pembangunan melunak. Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim mengatakan, partainya tidak mempermasalahkan Boediono. Alasannya, sejak awal partainya tidak berambisi menduduki kursi wakil presiden. Meski demikian, rencana penandatanganan koalisi Partai Demokrat dengan partai mitra dibatalkan tanpa batas waktu.

l l l

PENENTANG Boediono hari itu praktis tinggal Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera. Yudhoyono menyadari kondisi ini. Rabu pagi, Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amien Rais bertemu empat mata dengan Yudhoyono di Wisma Negara, Jakarta.

Kepada Yudhoyono, Amien menyampaikan kekecewaannya. Kata Amien, pemilihan Boediono merupakan kesalahan karena tidak mengikuti pakem Jawa-non Jawa dan Islam-nasionalis. ”Anda bisa masuk perangkap,” kata Amien seperti dituturkan seorang politikus Partai Amanat Nasional.

Amien juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa ekonomi kerakyatan akan terabaikan karena Boediono dinilai pro-pasar bebas. Atas keberatan Amien, Yudhoyono menjelaskan alasannya memilih Boediono.

Kepada Amien, Yudhoyono tetap mengharapkan dukungan PAN. Tapi kata bekas Ketua MPR itu, seperti dituturkan seorang sumber, ”Sulit menjual pasangan ini ke publik. Kami berkoalisi itu bukan untuk kalah.” Amien Rais sayangnya tidak bisa dimintai konfirmasi soal ini. Permintaan wawancara lewat anggota staf pribadinya, Ismail, tidak ditanggapi.

Siangnya, Amien menjelaskan hasil pertemuannya dengan Yudhoyono di sebuah kantor milik kader partai di daerah Bulungan, Jakarta Selatan. Menurut salah seorang fungsionaris PAN Tjatur Sapto Edy, dalam pertemuan itu Amien menunjukkan tiga lembar surat dari Yudhoyono. Surat itu diduga disampaikan Presiden melalui Hatta Rajasa.

Sebagian isi surat bersifat pribadi. Pada bagian lain Yudhoyono memaparkan alasan penunjukan Boediono. ”SBY berjanji, ekonomi Indonesia akan bersifat kerakyatan dan bukannya pasar bebas,” kata Tjatur.

Di surat itu, Yudhoyono juga menyebut Amien sebagai kakak dan great figure. Amien membalas surat itu dengan tulisan tangan dan menjelaskan kembali alasan penolakannya terhadap Boediono. ”Pak Amien itu sikapnya tegas,” kata Tjatur. Ketika dikonfirmasi, Hatta Rajasa mengaku tidak tahu soal surat itu.

Kamis keesokan harinya, rapat internal PAN digelar untuk menyikapi undangan deklarasi pasangan Yudhoyono-Boediono. Empat orang petinggi partai, termasuk Sekretaris Jenderal Zulkifli Hasan, diperintahkan berangkat. Amien Rais memutuskan tetap di Jakarta. ”Ini menunjukkan dukungan koalisi tidak penuh,” kata Tjatur.

PAN sebetulnya sempat berniat untuk berpaling. Pada Rabu malam, Amien Rais dikabarkan mengutus politikus senior PAN, A.M. Fatwa dan Djoko Susilo, untuk menemui Jusuf Kalla. Fatwa membenarkan cerita itu. Sedangkan Djoko enggan dimintai komentar. Sumber Tempo lainnya bercerita, pertemuan itu untuk menjajaki reaksi kubu Kalla setelah penunjukan Boediono. ”Kubu Kalla senang karena Boediono dianggap lebih banyak kekurangannya dibandingkan Hatta Rajasa,” kata sumber itu.

l l l

SAMPAI Kamis, penolakan terhadap Boediono praktis hanya dari Partai Keadilan Sejahtera. Di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminuddin dan Suripto sempat bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto, yang berambisi menjadi presiden. Menurut Suripto, pertemuan itu baru sebatas perkenalan antara Hilmi dan Prabowo. ”Ustad Hilmi mengatakan hubungan Prabowo selanjutnya lewat saya,” kata Suripto kepada Tempo Jumat pekan lalu.

Sebelumnya PKS sempat mengirim Anis Matta dan Wakil Sekretaris Jenderal Fachry Hamzah untuk menemui Kalla. Namun pertemuan ini tidak berlanjut. Hari itu juga Yudhoyono menelepon Presiden Partai Keadilan Tifatul Sembiring dan menjelaskan sikapnya yang tetap peduli pada isu Islam internasional—agenda yang telah lama diusung PKS.

Melanjutkan hubungan telepon itu, tiga utusan Yudhoyono kemudian menemui Tifatul Sembiring dan Mahfudz Siddiq. Namun penjelasan tentang pemilihan Boediono dianggap kurang tuntas dan PKS menuntut penjelasan langsung dari Yudhoyono.

Pertemuan dengan Yudhoyono dilakukan di Hotel Sheraton Bandung, Jumat pekan lalu, beberapa saat sebelum deklarasi ”SBY Berbudi”—begitu nama duet Yudhoyono-Boediono kini disingkat.

Fungsionaris PKS Mardani berkisah bahwa pada saat itu kepada Hilmi dan Tifatul, Yudhoyono menjelaskan pilihannya pada Boediono. ”Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara terwujud ketika Boediono menjadi Menteri Koordinator Perekonomian,” kata Yudhoyono, seperti dikutip Mardani.

Yudhoyono juga menegaskan posisi Partai Keadilan dan Partai Demokrat sebagai tulang punggung koalisi. PKS juga akan dilibatkan dalam kabinet. Karena SBY harus hadir dalam deklarasi, pertemuan dipindah ke Junior Suite 305. Yudhoyono meninggalkan hotel dan meminta Hatta Rajasa menemani kedua petinggi PKS.

Menurut sumber Tempo, saat itu Tifatul menyampaikan permintaan agar PKS diberi posisi delapan menteri, di antaranya Menteri Pendidikan, Menteri Pertanian, Menteri Riset dan Teknologi, serta Menteri Usaha Kecil dan Menengah. Soal ini, Mardani tak menyangkal atau membenarkan. Katanya, ”Itu kan sebagian dari portofolio yang kami kaji.”

Namun Tifatul menampik partainya meminta jatah delapan menteri kepada SBY. ”Banyak amat delapan menteri,” katanya via telepon, Sabtu pekan lalu. Dalam pertemuan di Sheraton itu, ujarnya, ia hanya menandatangani platform kerja sama di legislatif dan eksekutif.

Budi Riza, Ismi Wahid, Agung Sedayu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus