KERIAAN menyambut tahun baru di Kota Peureulak, Aceh Timur, sontak berubah jadi kengerian. Dua jam sebelum fajar pertama 2004, sebuah bom mendadak menyentak kerumunan warga yang lagi mengitari panggung dan bergoyang dangdut. Sepuluh penonton tewas.
Seorang perwira menengah di lingkungan Komando Operasi TNI di Lhok Seumawe memperkirakan, bom maut itu adalah bom rakitan ber-daya ledak rendah. Namun, karena pengunjung melimpahi sekitar panggung, sepuluh orang tewas mengenaskan (hingga Jumat sore pekan lalu). Enam di antaranya tewas seketika di lokasi kejadian—wahai, termasuk satu bayi satu setengah tahun. Yang cedera berat, lebih dari 40 orang, dirawat di Rumah Sakit Umum Langsa, sekitar 45 kilometer ke arah timur.
Yang memilukan, banyaknya korban menimbulkan krisis cadangan darah di RSU Langsa. Pihak rumah sakit mencatat setidaknya ada 38 korban, termasuk 6 korban tewas, yang harus dirawat. Imbauan pihak RSU, agar ke- luarga korban dan warga Langsa mendonorkan darah, sayangnya kurang disambut.
Siapa pelakunya? Menurut Kepala Kepolisian RI Jenderal Da’i Bachtiar, pihaknya tengah menelisik kemungkinan serangan bom bunuh diri. Soalnya, ada satu korban tewas tanpa identitas. Namun Komandan Subsektor Aceh Timur Komando Operasi TNI, Kolonel (Inf.) Andogo, Kamis pagi pekan lalu menuding kelompok Gerakan Aceh Merdeka se- bagai pelakunya. Sebaliknya, juru bicara GAM Wilayah Peureulak, Teuku Mansyur, membantah. ”Itu tuduhan tidak masuk akal,” ujarnya ketika dihubungi Kamis pekan kemarin.
Zainal Bakir, Imron Rosyid, Sapto Pradityo, Jobpie Sugiharto, Supriyantho Khafi, Sujatmiko (Mataram), TNR
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini