Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Buka-bukaan di Ruang Dingin

Gayus menyebut para penerima dana hasil patgulipat kasus pajak. Masih menyimpan miliaran rupiah di delapan kotak deposit.

19 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GAYUS Halomoan Tambunan menggigil menahan dingin di tempat pemeriksaan di ruang rapat utama Markas Besar Kepolisian RI. ”Break dulu dong, dingin, capek,” katanya kepada penyelidik, seperti dituturkan penasihat hukumnya, Pia Nasution, Jumat pekan lalu.

Pia Nasution menceritakan, sepanjang pekan lalu kliennya mulai tak tahan menghadapi dinginnya ruangan. Pada pekan ketiga diperiksa polisi, menurut Pia, Gayus semakin kuyu dan mulai sering batuk. Ia sempat meminjam telepon pengacara buat mengontak istrinya, Meliana Anggraieni, meminta dibawakan jaket.

Sejak dijemput dari Singapura pada akhir Maret lalu, Gayus diperiksa maraton oleh tim yang dipimpin Inspektur Jenderal Mathius Salempang. Pagi-pagi sekali dia diberangkatkan dari rumah tahanan Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Pemeriksaan biasanya mulai pukul sepuluh pagi dan baru kelar larut malam.

Tersangka kasus pencucian uang, korupsi, dan gratifikasi ini dicecar soal re kening miliknya yang berisi sekitar Rp 28 miliar. Misalnya tentang asal-usul dan aliran uang yang sebagian masuk rekening pengusaha bengkel mobil, Alif Kuncoro, dan penyelidik kepolisian, Komisaris Mohammad Arafat Enanie.

Tahun lalu, polisi menyidik Gayus karena rekeningnya itu. Pusat Pelapor an dan Analisis Transaksi Keuangan mencurigai duit miliaran rupiah di re kening pegawai Direktorat Pajak go longan IIIA, yang gajinya sekitar Rp 12 juta per bulan. Diadili di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, ia dinyatakan bebas. Belakangan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji, membeberkan adanya peran makelar kasus di balik lepasnya Gayus.

Selama pemeriksaan, Gayus ”nyaring bernyanyi”. Ia menyebut nama-nama orang di Direktorat Jenderal Pajak yang ikut menikmati duit korupsi pajak. Ia pun menunjuk perusahaan yang menyuapnya serta orang yang membantunya lepas dari jerat hukum. ”Gayus memang menyebut sejumlah nama dan institusi,” kata Pia.

Sumber-sumber Tempo menyatakan, pengakuan Gayus dan data percakapan teleponnya menyeret sejumlah nama. Mereka memiliki hubungan dekat dengan Sjahril Djohan, mantan diplomat yang disebut Susno sebagai ”makelar kasus besar”. Selasa pekan lalu, dengan didampingi pengacara Hotma Sitompoel, Sjahriel terbang dari Singapura dan langsung menuju Markas Besar Kepolisian. Ia tak bisa pulang karena polisi menahannya sebagai tersangka rekayasa kasus Gayus Tambunan. ”Akan ada banyak tersangka,” kata seorang sumber. ”Sebab, kasus Gayus ternyata meli batkan perputaran uang hingga Rp 1,5 triliun.”

Di sela-sela pemeriksaan, Gayus didatangi Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Hekinus Manao, dua pekan lalu. Kepada tim Hekinus yang menemuinya setengah jam pada 5 April, Gayus menyebutkan 13 nama pejabat Kementerian Keuangan dan satu perusahaan yang terlibat dalam permainan kotor. ”Mereka disebut ikut menikmati uang Gayus,” katanya. Hekinus menolak menyebut nama-nama itu. Tapi sumber Tempo memberikan informasi, salah satu nama yang disebut Gayus adalah bekas atasannya, Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal Pajak.

Namun Direktur Keberatan dan Banding Bambang Heru Ismiarso mengatakan tak tahu-menahu dengan sepak terjang Gayus. Dalam pertemuan dengan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis pekan lalu, ia mengatakan baru tahu masalah ini pada Agustus 2009. Ketika itu atasan langsung Gayus, Kepala Sub-Direktorat Keberatan dan Banding, Jhony To bing, dipanggil Badan Reserse Kriminal Kepolisian. ”Gayus langsung saya pindahkan ke Sub-Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, jadi ia tak bisa lagi membuka-buka berkas,” ujarnya.

Soal asal-usul isi rekeningnya, Ga yus menyebutkan, patgulipat pajak terbesarnya didapat dari kelompok usaha Bakrie & Brothers. Kepada seorang penegak hukum, Gayus mengaku menjadi ”perencana pajak (tax planner)” perusahaan itu. Ia menerima imbalan US$ 8 juta atau sekitar Rp 80 miliar.

Dirjen Pajak pernah menyebutkan daftar 149 perusahaan yang pernah ditangani Gayus kepada kepolisian. Dalam daftar itu memang ada satu perusahaan kelompok Bakrie, yakni PT Bumi Resources Tbk. Pengacara Gayus, Pia Nasution, menjelaskan dari daftar tersebut cuma 45 perusahaan yang ditangani Gayus. Pia membenarkan, Bumi termasuk dalam 45 perusahaan itu.

Juru bicara Bumi, Dileep Srivastava, membantah pengakuan Gayus. Ia menyatakan belum pernah mendengar ada nya hubungan khusus perusahaannya dengan sang tersangka. Menurut dia, Bumi memiliki sistem kelola perusahaan dan audit baik. ”Kami tidak pernah dan tidak akan terlibat aksi-aksi permainan pajak,” kata Dileep.

Juru bicara Aburizal Bakrie, Lalu Mara Satriawangsa, pun membantah. Ia menegaskan perusahaan Bakrie selalu memakai konsultan pajak resmi dan tak pernah bermain mata dengan pegawai pajak.

l l l

RABU pekan lalu, dua staf Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan kembali datang buat memperoleh keterangan tambahan dari Gayus. Mereka bertemu satu jam dengan pria 30 tahun itu. Tapi tim pulang tanpa membawa hasil. ”Tadinya saya kira dengan staf dia bisa lebih terbuka,” kata He kinus Manao. ”Tapi ternyata dia malah lebih banyak diam.”

Alih-alih memberikan informasi, Ga yus mencoba bernegosiasi. Menurut sumber, ia antara lain menawarkan akan membuka semua jaringan mafia. Sebagai imbalan, ia minta kasusnya dihentikan. Sumber lain menceritakan, Gayus sempat meminta perlin dungan saksi. Ia pun berencana mengajukan grasi, membayangkan hukuman berat karena ia menyeret polisi, jaksa, dan hakim.

Anggota Satuan Tugas Pemberantas an Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, mengingat pembicaraan tentang keri nganan hukum dan grasi memang sempat diungkapkan Gayus ketika bertemu satuan tugas itu, bulan lalu. ”Dia bilang, ‘Kalau saya bongkar semua, saya dapat apa?’,” kata Achmad Santosa. ”Apa bisa saya tidak ditangkap, apa bisa saya dapat keringanan?”

Waktu itu Achmad Sentosa dan Se kretaris Satuan Tugas, Denny Indrayana, menjelaskan bahwa hukum Indonesia tidak mengenal prinsip perlindung an khusus kepada peniup peluit, orang yang terlibat kejahatan dan kemudian membukanya. Keringanan hukuman se perti dinyatakan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban merupakan kewenangan hakim. ”Jadi, kami tidak bisa memberikan janji muluk-muluk,” kata Achmad Sentosa.

Ketika dimintai keterangan penyidik, Gayus juga menceritakan duit lain simpanannya. Awalnya ia mengaku punya Rp 10 miliar. Belakangan angka itu terus meningkat hingga Rp 50 miliar, disimpannya di delapan kotak deposit. Ia bilang semua boleh diambil penyidik, dan hanya perlu disisakan satu buat anak dan istrinya. ”Dia beberapa kali mencoba bikin kesepakatan,” ujar seorang sumber.

Ketika dikonfirmasi soal ini, Pia Na sution mengaku tak tahu banyak soal kotak deposit simpanan Gayus. ”Yang dikatakan Gayus kepada kami, semua rekeningnya dan rekening istrinya diblokir,” ujarnya. Ia juga mengatakan tidak mengetahui usaha Gayus menawar hukumannya. Ia memastikan, tak ada permintaan kesepakatan ketika diperiksa polisi.

Oktamandjaya Wiguna, Agoeng Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus