Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Habis Puluhan Miliar agar Bisa Menjadi Gubernur

Sejumlah calon kepala daerah mengeluarkan uang puluhan miliar dalam pilkada 2024. Kental dengan politik uang.

22 Desember 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Calon Gubernur Riau, Syamsuar, mengeluarkan puluhan miliar rupiah dalam pemilihan kepala daerah 2024.

  • Danny Pomanto, calon Gubernur Sulawesi Selatan, juga menghabiskan puluhan miliar untuk mendapatkan suara.

  • Mahalnya biaya kampanye salah satunya disebabkan oleh praktik politik uang.

LIMA kali berlaga dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada, Gubernur Riau periode 2019-2023, Syamsuar, merasakan mahalnya biaya menjadi calon kepala daerah. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Riau itu mengaku jorjoran untuk berkampanye. “Pilkada 2024 parah sekali, mahalnya minta ampun,” ujar Syamsuar ketika dihubungi Tempo pada Kamis, 19 Desember 2024.

Sebelum menjadi Gubernur Riau, Syamsuar menjabat Bupati Siak dua periode sejak 2011 hingga 2019. Pada 2006, Syamsuar mencoba peruntungan menjadi calon Bupati Siak, tapi ia kalah. Di pilkada Riau 2024, ia berpasangan dengan Mawardi Muhammad Saleh, kader Partai Keadilan Sejahtera.

Menurut Syamsuar, biaya kampanye mahal lantaran sebagian besar pemilih meminta duit. Jika permintaan itu tak dipenuhi, lokasi kampanye tak dipenuhi massa. Calon pemilih pun ogah mencoblos tanda gambar pasangan nomor urut 3 itu. Ia mengklaim tak mau menggunakan strategi politik uang. Di pilkada sebelumnya, Syamsuar mengaku hanya membagikan kaus dan kerudung.

Namun ia tetap menyiapkan duit untuk berkampanye. Setiap kali berkunjung ke satu titik, Syamsuar dan timnya mengeluarkan uang Rp 2-5 juta. Dalam sehari, ia bisa berkunjung ke lima lokasi. Artinya, saban hari Syamsuar bisa menghabiskan Rp 10-25 juta untuk kegiatan itu. Duit tersebut digunakan antara lain untuk konsumsi calon pemilih.

Syamsuar dan wakilnya juga harus menyiapkan duit minimal Rp 3,3 miliar untuk honor 11 ribu saksi. Setiap saksi yang berjaga di tempat pemungutan suara akan mendapat honor minimal Rp 300 ribu. Syamsuar juga harus merogoh koceknya untuk menyediakan alat peraga kampanye, seperti baliho dan spanduk.



Toh, Syamsuar mengklaim total biaya yang ia keluarkan tak sampai ratusan miliar rupiah. “Paling puluhan miliar,” katanya. Duit kampanye itu berasal dari tabungan hingga bantuan dari teman-temannya. Sejumlah politikus Golkar yang ditemui Tempo bercerita, duit yang diperlukan untuk pemilihan Gubernur Riau minimal Rp 100 miliar.

Laki-laki 70 tahun itu mengklaim tak menggelontorkan duit untuk “serangan fajar” menjelang hari pencoblosan 27 November 2024. Ia juga tak membayar partai politik untuk memberikan rekomendasi sebelum mendaftar di Komisi Pemilihan Umum. “Enggak ada itu,” ucap Syamsuar. 

Meski telah keluar duit jumbo, perolehan suara Syamsuar-Mawardi jeblok, tak sampai 25 persen. Mereka kalah oleh politikus Partai Kebangkitan Bangsa, Abdul Wahid, yang berduet dengan mantan Sekretaris Daerah Riau, S.F. Hariyanto. Abdul-Hariyanto mendapat 44 persen suara. Adapun pasangan M. Nasir-Muhammad Wardan berada di posisi kedua dengan 31 persen suara.

Calon Bupati Siak, Irving Kahar Arifin, juga mengeluhkan mahalnya biaya pilkada. Pilkada 2024 merupakan pertarungan perdana Irving, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang, Perumahan Rakyat, dan Kawasan Permukiman Kabupaten Siak. Dia memilih pensiun dua tahun lebih cepat karena maju sebagai calon bupati. Irving berduet dengan Sugianto, kader PKB.

Irving bercerita, ia tak mengeluarkan uang untuk mendapatkan tiket dari partai. Ia mengaku membayar uang saksi kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Di Siak ada 829 tempat pemungutan suara. “Setiap saksi di TPS mendapat honor Rp 200 ribu,” katanya.

Ketua Dewan Pengurus Pusat PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, membenarkan jika partainya disebut mensyaratkan uang saksi bagi calon kepala daerah. “Uangnya bukan buat partai, tapi untuk saksi,” ujarnya, Senin, 16 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Calon Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto (kiri), bersama calon Bupati Siak, Irving Kahar Arifin (tengah) dan wakilnya Sugianto, kampanye di Kampung Dayun, Siak, Riau, 15 November 2024. Antara/Bayu Agustari Adha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Irving juga merogoh kocek untuk alat peraga kampanye. Selain itu, ia mempersiapkan tim pemenangan beserta honor per bulan dan duit operasional. Yang paling besar, Irving menuturkan, adalah biaya kampanye. Ia dan Sugianto sering mengadakan pasar murah saat bertemu dengan calon pemilih. Dalam acara itu, satu liter minyak dijual dengan harga Rp 5.000, atau sekitar sepertiga dari harga pasar.

Menurut Irving, pasar murah menjadi magnet bagi pemilih. “Kalau ada pasar murah, acara jadi ramai dan meriah,” tuturnya. Dalam kampanye, Irving sesekali menampilkan artis ataupun pekerja seni dari Siak.

Irving mengaku mengeluarkan duit setidaknya Rp 30 juta per hari. Ia membayar 70 persen dari total pengeluaran selama pilkada. Sisanya dipenuhi oleh wakilnya. Adapun dana kampanye yang tercatat oleh KPU adalah Rp 1,2 miliar. “Kalau yang lain tidak bisa saya sampaikan,” katanya. Irving kalah dalam pilkada dan belum berpikir untuk ikut pemilihan serupa pada 2029.

Calon Gubernur Sulawesi Selatan, Mohammad Ramdhan Pomanto, juga mengeluarkan biaya besar selama proses pemilihan kepala daerah. “Sekitar Rp 50 miliar,” ujar Danny—panggilan Ramdhan Pomanto—kepada Tempo di Makassar, Kamis, 19 Desember 2024. Danny berpasangan dengan Ketua Dewan Pengurus Wilayah PKB Sulawesi Selatan Azhar Arsyad.

Wali Kota Makassar ini mengeluarkan duit untuk membayar saksi serta buat biaya operasional tim dan kampanye. Dana itu tak termasuk laporan dana kampanye ke KPU sebesar Rp 3,2 miliar. Namun Danny-Azhar hanya mendapat sekitar 34 persen suara, kalah jauh dari mantan Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, yang menggandeng Wakil Wali Kota Makassar Fatmawati Rusdi.

Danny menengarai terjadi banyak kecurangan dalam pilkada Sulawesi Selatan. Ia pun menggugat kecurangan itu ke Mahkamah Konstitusi. “Pilkada ini sungguh brutal,” tuturnya. 

Calon Bupati Bulukumba, Sulawesi Selatan, Jamaluddin M. Syamsir, mengaku menghabiskan duit sekitar Rp 11 miliar. Berpasangan dengan Wakil Bupati Bulukumba periode 2016-2021, Tomy Satria Yulianto, Jamaluddin juga menyewa dua lembaga survei untuk memantau elektabilitasnya sebanyak tiga kali. Biaya tiap survei Rp 150 juta.

Jamaluddin telah mengeluarkan duit Rp 500 juta untuk mengadakan alat peraga kampanye sekitar setahun sebelum pilkada. Tujuannya, menaikkan popularitasnya di masyarakat. Duit kampanye ia peroleh dari hasil menjual rumah, membedol tabungan, dan bantuan dari koleganya. “Memang sangat mahal,” kata politikus Partai Golkar ini.

Hasil pilkada Bulukumba menunjukkan Jamaluddin-Tomy kalah karena hanya mendapat 80-an ribu suara atau sekitar 36 persen. Lawannya, Andi Muchtar Ali Yusuf-Edy Manaf, menang dengan selisih sekitar 60 ribu suara. Andi Muchtar dan Edy Manaf adalah bupati-wakil bupati inkumben.

Pengeluaran Jamaluddin pun bakal bertambah karena dia menggugat kecurangan selama proses pilkada Bulukumba ke Mahkamah Konstitusi. Jamaluddin tak menggugat hasil pilkada karena selisih suaranya terpaut jauh dari lawannya. Tapi ia enggan menyebutkan biaya pengacara yang disewanya. “Pengacaranya teman saya. Honornya nanti setelah menang gugatan,” ujar Jamaluddin.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Fadli Ramadhanil, mengatakan biaya pilkada 2024 mahal karena adanya mahar politik dan politik uang. Ia juga menilai partai politik tak maksimal melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. “Kalau mau memperbaiki mahalnya biaya politik, yang mesti disiapkan adalah penegakan hukum,” ujarnya.

Francisca Christy Rosana dan Didit Hariyadi dari Makassar berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kursi Mahal Kepala Daerah".

Hussein Abri Dongoran

Hussein Abri Dongoran

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus