Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Burung Jawara Jadi Incaran Utama

Burung lovebird yang sering menjadi juara di kontes akan semakin tinggi nilai tawarnya.

27 Juli 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Burung lovebird di penangkaran Pulo Lor Jombang, Jawa Timur. ANTARA/Syaiful Arif

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kusumo sangat istimewa. Ia sangat cantik dan hampir 400 kali menjadi juara pertama lomba tingkat nasional. Ia bisa ngekek hingga enam menit. Satu lagi, ia disebut bisa meniru suara lain yang didengarnya. Burung lovebird milik Sigit Marwanta, asal Klaten, Jawa Tengah, itu pernah ditawar seharga Rp 2,2 miliar. Tapi ia tidak melepasnya. Tapi takdir berkata lain. Pada 19 November 2018, burung kesayangannya itu dipanggil Yang Maha Kuasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Burung-burung yang menjadi jawara lomba memang kerap menjadi incaran orang lain untuk dibeli. Semakin sering memenangi lomba, nilai tawaran akan semakin tinggi. Dan kini terus saja bermunculan burung-burung yang berhasil memenangi banyak kontes. Salah satunya adalah Yakin, milik Rohili, 28 tahun. Yakin sudah memenangi ratusan kontes di berbagai tingkatan, termasuk menjadi juara kedua di Piala Presiden tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak itu, popularitasnya semakin menanjak dan tawaran harganya juga semakin tinggi. Yakin pernah ditawar orang seharga Rp 500 juta, namun tawaran ini tak membuatnya tergiur. Si pemilik hanya akan melepas burungnya jika mendapat tawaran di atas Rp 500 juta.

Ada saja lomba yang ia ikuti. "Setiap hari minimal bisa dapat Rp 500 ribu," kata Rohili ketika ditemui Tempo di Depok, Rabu lalu. Hadiah itu digunakan untuk membiayai perawatan Yakin. Rohili, yang akrab disapa Likun, juga biasa membagikan hasil menang lomba kepada 12 anggota komunitasnya. Sebab, merekalah yang sering membawa burungnya itu ke arena kontes, karena ia sudah dikenali panitia dan tidak boleh ikut. "Kalau tingkat latihan bersama dan latihan prestasi, saya diusir karena dianggap pasti juara."

Kisah pelarangan mengikuti lomba di dunia "perburungan" memang biasa terjadi jika ada seekor burung yang sudah menjadi juara di tingkat nasional diturunkan di kontes tingkat latihan. Ade Sulistio, yang dikenal sukses di dunia lomba burung dan bahkan kemudian menulis buku berjudul Mencetak Lovebird Juara, menjelaskan ada beberapa tingkatan dalam kontes lovebird.

Tingkatan paling bawah disebut latihan bersama atau latber, lalu ada latihan prestasi atau latpres, kemudian disusul latihan eksklusif, regional, dan tingkat nasional. "Burung yang sudah juara nasional tapi diturunkan di kelas latber atau latpres, otomatis ada panitia menolak."

Namun, jika pemilik burung mengikutsertakan burungnya di kelas yang tepat, tidak akan ditemukan pelarangan seperti itu. Ade sendiri tidak pernah menemukan pelarangan selama mengikuti kontes. Ade mengatakan pemilik burung harus peka dalam mencari kelas yang tepat dan lawan seimbang dalam mengikuti kontes. "Jadi, bukan pelarangan, seolah-olah panitia tidak adil," ujarnya.

Ade Sulistio, 34 tahun, adalah pemilik lovebird bernama Jalal, yang sudah lebih dari 300 kali memenangi lomba di berbagai tingkat, termasuk tingkat nasional. Jalal, dengan kicauan merdunya, pernah ditawar Rp 750 juta.

Ade mengatakan ada dua alasan ia rajin mengikutkan lovebird peliharaannya dalam kontes. Pertama, ia ingin bersilaturahmi dengan para pencinta lovebird lain yang berasal dari berbagai kota di Indonesia. Ia menjelaskan, bertukar pengalaman dengan sesama pencinta lovebird dapat dengan mudah dilakukan di kontes karena orang yang berkumpul sangat banyak.

Alasan kedua, menurut Ade, agar ia mengetahui apakah cara perawatan yang dilakukannya sudah benar. Bagi dia, pembuktiannya hanya bisa dilakukan di lapangan kontes. "Ini menguji keterampilan kami dalam merawat burung. Ujiannya di lapangan." Selain itu, ia mengungkapkan, sejak awal memelihara burung pada 2011, ia memang ingin mengikutkannya dalam kontes.

Selain bersama Jalal, Ade sering mengikuti kontes dengan lovebird lainnya bernama Harmoni, Ratu Putih, dan Kilimanjaro, yang tak kalah moncer. Ade sudah pernah mengikuti kontes lovebird di 40 kota, termasuk di kota seperti Jambi.

Namun ia tidak mau menyebutkan total uang hadiah yang sudah pernah didapatkannya. Ia menuturkan, dirinya tidak menjadikan uang hadiah itu sebagai penghasilan utamanya. Terlebih, tiap kali berangkat mengikuti kontes, ia selalu bersama tim sehingga harus menyewa bus dan penginapan. "Kalau saya, sebenarnya amplop yang dihasilkan tidak cukup untuk biaya," ujarnya.

Meski begitu, Ade tidak menampik ada juga pemilik burung yang memiliki orientasi uang saat mengikuti kontes. Biasanya, kata Ade, orang-orang ini berangkat ke arena kontes seorang diri sehingga tidak mengeluarkan banyak biaya. IRSYAN HASYIM | DIKO OKTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus