Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pasokan listrik dan air di Apartemen Mediterania Palace, Kemayoran, Jakarta Pusat, memang telah pulih untuk seluruh warga penghuninya. Namun konflik pengurus yang belum berakhir membuat situasi saat ini belum ada yang bisa memastikan apakah bisa terus bertahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adalah Andien (bukan nama asli), 34 tahun, salah satu penghuni Apartemen Mediterania Palace yang mengalami pemadaman listrik dan air selama sekitar 30 hari pada Juli-Agustus lalu. Atas alasan keamanan, ia enggan disebutkan nama aslinya.
Selama pemadaman, ia bersama suami dan tiga anaknya yang tinggal di tower 1C apartemen tersebut mengandalkan lilin untuk penerangan setiap malam. "Anak-anak saya saat itu sampai gak bisa belajar dan les karena gelap gulita," ujar Andien saat ditemui di unitnya pada Jumat, 6 September 2019.
Andien menceritakan, lantaran tidak ada air, setiap pagi sebelum berangkat sekolah dan sore hari ia mengantar anaknya ke kolam renang untuk sekedar membilas badan. Setiap malam, Andien mengipasi anaknya di saat mereka tidur. "Karena di sini kalau sudah tidak ada listrik panas banget," ucap dia.
Andien menunjukkan beberapa video saat mereka mengalami pemadaman pasokan listrik dan air tersebut. Dalam salah satu videonya terlihat Andien memanaskan panci dengan api dari lilin untuk kemudian dipakai menyeterika pakaian sekolah anaknya.
Setiap hari Sabtu-Minggu, Andien dan keluarga mengungsi ke rumah orang tuanya di Bogor. Terkadang ia juga menitipkan anak-anak ke unit kakaknya yang tak terdampak pemadaman listrik dan air.
"Kakak saya kan sedang hamil 9 bulan. Mereka (P2RS) gak berani memadamkan pasokan kalau seperti itu," tutur wanita yang sudah tinggal sejak Apartemen Mediterania baru berdiri 15 tahun lalu.
Pasokan listrik dan air baru menyala kembali saat sejumlah warga, termasuk Andien dan suaminya, berbondong-bondong mendatangi ruang teknik apartemen tersebut pada Rabu, 22 Agustus 2019. Didampingi aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar, penghuni yang membawa bukti pembayaran kepada P3SRS mendesak pasokan listrik dan air mereka kembali dinyalakan.
Hingga saat ini, pasokan telah berjalan normal. Meski begitu, kata Andien, desas-desus beredar di kalangan penghuni kalau kemungkinan pasokan listrik dan air kembali dimatikan dapat terjadi lagi jika warga tetap membayar tagihan ke rekening P3SRS.
Ia merasa pemadaman pasokan itu merupakan bentuk intimidasi yang jelas kepada penghuni agar membayar tagihan ke rekening pengurus lama atau P2SRS. "Pengurus lama sampai saat ini masih memegang kunci panel listrik dan air," tutur dia.
Dalam konflik ini, P3SRS menjadi pengelola baru sesuai dengan Pergub DKI Nomor 132 Tahun 2018 serta telah disahkan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) DKI Jakarta. Belakangan pergub itu digugat oleh pengelola lama yang kepengurusannya masih melibatkan pengembang.
Andien dan penghuni lainnya, David Solihin, berharap Pemerintah Daerah DKI Jakarta, khususnya Dinas PRKP mendesak agar P2SRS menyerahkan pengelolaan seutuhnya kepada P3SRS yang telah resmi berdasarkan SK Nomor 272 Tahun 2019 tertanggal 23 April 2019.
itambah, kata David, pihak Walikota Jakarta Pusat telah menginstruksikan P2RS agar melakukan serah terima dengan P3SRS sebagai pengurus baru. "Pertanyaan umum dari warga, mengapa yang telah memiliki dasar hukum tetapi tidak bisa berbuat apa-apa?" kata David.