Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Chairil dalam Sepotong Terpal Becak

15 Agustus 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LUKISAN bergaya ekspresionis itu terpajang di salah satu dinding galeri pribadi Chris Darmawan, kolektor sekaligus pemilik Galeri Semarang, di kediamannya di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Lukisan berukuran 79 x 96 sentimeter itu terlihat buram. Warna gelap mendominasi lukisan berpigura kayu itu. Cukup sulit menangkap gambaran kepala kuda dan surainya. Yang terlihat cukup jelas adalah figur seorang lelaki dengan pakaian setelan berwarna putih, juga sepasang betis perempuan yang berkulit terang. Itulah karya Affandi berjudul Chairil Anwar, yang dilukis menjelang kematian sang penyair.

Lukisan itu menggambarkan Chairil Anwar di mata sang sahabat, Affandi. Karya tersebut menggambarkan pemuda Chairil yang konon mempunyai semangat bagai seekor kuda, sedangkan betis perempuan menyimbolkan kekuatan sekaligus kelemahan Chairil terhadap perempuan.

Chris membelinya antara 2003 dan 2005. Dia kepincut setelah diiming-imingi seniman Butet Kartaredjasa. Butet tahu Chris penggemar lukisan Affandi. ”Saya tiba-tiba dikabari Mas Butet, ada karya Affandi yang bagus tentang Chairil Anwar,” ujar Chris. Chris pun minta dikirimi foto lukisan. Dia tak berusaha melacak dan bertemu dengan pemilik lukisan itu sebelumnya. Tapi di belakang pigura kayu tertulis pemiliknya adalah mantan Duta Besar Indonesia untuk Uruguay, Argentina, dan Cile, Jusuf Ronodipuro. Chris enggan membeberkan harga lukisan. Tapi, menurut dia, harga lukisan itu murah.

Kepada Tempo, Butet membeberkan asal-usul pemilik lukisan itu. Dia menjelaskan, pada 2003, ia dihubungi istri Hazil Tanzil, General Manager Taman Ismail periode 1973-1982, untuk menjualkan lukisan Affandi tersebut. Rupanya, keluarga Tanzil adalah pemilik lukisan setelah Jusuf Ronodipuro. Namun tak diketahui sejak kapan lukisan itu berpindah tangan. ”Kata Bu Tanzil sedang BU (butuh uang). Dia minta menjualkan karena saya punya akses kepada kolektor,” ucap Butet.

Butet lalu melihat kondisi lukisan itu dan membaca sejarahnya dalam buku Affandi milik ayahnya, Bagong Kussudiardja. ”Ini karya terbatas.” Setelah itu, dia lalu menghubungi Chris, yang diketahui pengagum berat Affandi. ”Cuma sekali dan langsung. Saya lega lukisan itu berada di tangan orang yang tepat.”

Affandi memang dekat dengan Chairil Anwar. Chairil pernah menghadiahkan sebuah puisi untuk Affandi: ”Betinanya Affandi”. ”Chairil Anwar saya lukis lima hari sebelum meninggal,” tulis Affandi dalam bukunya. Affandi juga mengatakan lukisan itu diselesaikan saat kematian Chairil karena ia tak ingin kehilangan ”kechairilan” sang penyair. Affandi melukis Chairil di terpal penutup becak yang bolong. Dia menutup lubang yang sejajar di sisi atas lukisan itu dengan empat potongan kanvas dan menyamarkan dengan cat pada lubang hidung, mata kuda, dan latar lukisan.

Namun, dalam ingatan Kartika Affandi, putri Affandi, ayahnya melukis setelah mendengar kabar meninggalnya Chairil. Menurut Kartika, sang ayah tak pergi mengantarkan Chairil ke peristirahatan terakhirnya karena sangat terpukul kehilangan seorang sahabat. ”Rasa kehilangan membuat Pak Affandi kemudian melukis sosok Om Chairil,” ujar Kartika.

Menurut Kartika, saat Chairil sakit dan dirawat di Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo), ayahnya juga tak datang menjenguk. Saat itu Affandi tengah mendapat tugas dari Kepala Sekolah Taman Siswa di Kemayoran, Jakarta, Moch Said, untuk menjadi guru gambar di studio. ”Om Chairil terlupakan karena kesibukan. Rasa penyesalan itu ditumpahkan Pak Affandi ke atas kanvas.”

Tak hanya satu kali Affandi melukis bertema Chairil. Chris Darmawan mengatakan Affandi juga membuat lukisan yang hampir sama pada 1984 dengan judul Si Binatang Jalang. Lukisan ini menjadi sampul buku On Rendezvous: Affandi dan Chairil, yang diterbitkan pada 25 Mei 2013 oleh Galeri Larasati. ”Affandi mencoba mengingat kembali Chairil kedua kalinya, tanpa obyek, hanya imajinasi,” kata Chris. Sayang, ia tak tahu siapa kolektor lukisan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus