Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Chusnul Bebas

7 Mei 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski terbukti menghina, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Chusnul Mar’iyah lolos dari hukuman. ”Perbuatan yang didakwakan terhadap Chusnul terbukti, namun perbuatan itu bukan merupakan tindakan pidana,” kata ketua majelis hakim, Makasassau, Rabu pekan lalu. Pengadilan Negeri Jakarta menggelar kasus ini dengan terdakwa Chusnul yang dituding menghina dan mencemarkan nama baik ahli telematika Roy Suryo Nitiprojo.

Ucapan Chusnul yang berbuah perkara itu disampaikannya dalam diskusi membahas teknologi informasi yang dipakai KPU. Diskusi tersebut berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, pada Juli 2005. Di hadapan ratusan peserta Chusnul menyebut, ”Roy Suryo is nothing!” Bahkan dia menuduh Roy sedang mengumpulkan data-data KPU untuk dijual kepada tim sukses Jenderal Wiranto yang saat itu mencalonkan diri untuk pemilihan presiden.

Jaksa penuntut umum S. Lutfhie sebelumnya menuntut hukuman penjara tiga bulan dengan masa percobaan enam bulan. Jaksa akan mengajukan kasasi atas putusan hakim. ”Kepentingan umum mana yang dimaksud hakim?” tanya-nya. Sedangkan Roy Suryo mengatakan putusan hakim aneh. ”Faktanya terbukti, kok hukumannya tidak ada,” katanya kepada Tempo.

Gus Dur Somasi Jusuf Kalla

Abdurrahman Wahid melaporkan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke polisi pada Rabu pekan lalu. Mantan presiden yang biasa dipanggil Gus Dur ini menilai Kalla mencemarkan nama baiknya dengan mengatakan pernah meminta uang ketika Kalla memimpin Badan Urusan Logistik alias Bulog. Abdurrahman merasa saat menjabat presiden dia tidak pernah meminta uang kepada Kalla maupun Bulog.

Abdurrahman kemudian melayangkan somasi dan meminta klarifikasi Kalla. Setelah tujuh hari tidak mendapat tanggapan, melalui kuasa hukumnya, Ikhsan Abdullah, mantan presiden itu membawa kasus ini ke polisi. ”Pernyataan itu amat menyerang harkat dan martabat beliau sebagai mantan presiden,” kata Ikhsan.

Kalla saat berbicara dalam Forum Pengkaderan Mahasiswa Golkar di Cibubur sebulan lalu mengatakan, ”Waktu itu saya menolak. Tak lama kemudian saya dipecat sebagai Kepala Bulog, juga sebagai menteri.” Terhadap somasi Abdurrahman, Kalla tidak peduli. ”Saya katakan apa adanya. Jadi, terserah saja,” katanya.

Adik Bekas Kabulog Ditahan

Widjokongko Puspoyo menyusul kakaknya, bekas Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) Widjanarko Puspoyo, sebagai tahanan. Pemilik PT Urden Bridge Investment Limited ini diterungku di rumah tahanan Kejaksaan Agung sejak Kamis malam pekan lalu. Sedangkan Wijanarko ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang sejak minggu ketiga Maret. ”Supaya tidak ada diskriminasi,” kata juru bicara Kejaksaan Agung, Salman Maryadi.

Widjokongko menjadi tersangka dalam kasus gratifikasi atau penerimaan hadiah oleh penyelenggara negara dalam impor beras 2001–2002. Berdasarkan penelusuran kejaksaan, duit US$ 1,2 juta (sekitar Rp 11 miliar) yang diterima keluarga Widjanarko berasal dari PT Urden setelah mendapatkan transfer dari PT Tugu Dana Utama. Nah, PT Tugu mengirimkannya ke PT Urden setelah menerima US$ 1,5 juta dari Vietnam Southern Food Corporation, rekanan Bulog dalam impor beras.

Pengacara Widjokongko, Bonaran Situmeang, memprotes penahanan tersebut. Menurut dia, selama ini kliennya sudah bersikap kooperatif, termasuk saat diminta membuka semua rekening pribadinya. Widjokongko juga tidak pernah menjadi rekanan Bulog dalam impor beras. ”Apa alasan dia ditahan?” tanya Bonaran.

Pelaksana tugas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Hendarman Supandji, mengatakan, Widjokongko bisa dijerat Undang-Undang Antikorupsi. Soal peran Widjokongko dalam kasus ini, Hendarman bilang, ”Nanti di persidangan saja.”

Ganti Rugi bagi Munir

Janda mendiang Munir, Suciwati, masih menyimpan kecewa. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hanya mengabulkan sebagian gugatannya terhadap manajemen PT Garuda Indonesia, Kamis pekan lalu. Hakim mengatakan bahwa tiga terdakwa, yakni PT Garuda Indonesia, mantan Dirut Garuda Indra Setiawan, dan Kapten Pilot Matondang bersalah hingga menyebabkan terbunuhnya aktivis hak asasi manusia itu. Hakim menghukum ketiga terdakwa dengan cara membayar ganti rugi secara tanggung renteng Rp 664,2 juta. ”Berapa pun uang tak akan mengembalikan Munir,” kata Suciwati.

Munir tewas pada September dua tahun lalu dalam pesawat Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Belanda. Munir merasakan sakit perut parah selama penerbangan. Menurut hakim, bila penumpang dalam keadaan darurat, pilot seharusnya berkonsultasi dengan perawat atau senior flight attendance untuk membatalkan penerbangan atau mendarat darurat di bandara terdekat. Hal itu tidak dilakukan kapten pilot hingga meninggalnya Munir.

Saksi ahli sempat menerangkan bahwa undang-undang penerbangan hanya mengatur kecelakaan, bukan pembunuhan dalam pesawat. Namun, hakim menganggap kejadian yang menimpa Munir termasuk dalam kategori kecelakaan. Kuasa hukum Garuda, Achmad Jazuli, menyatakan banding atas keputusan hakim.

Masjid Al-Fatah Dibom

Bom meledak di halaman depan Masjid Al-Fatah, Ambon, Maluku, Rabu dini hari pekan lalu. ”Bomnya berdaya ledak rendah,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Maluku, AKBP Tomi W. Napitupulu. Ledakan itu tidak memakan korban.

La Apa, salah seorang penjaga masjid, mengatakan, ia tak melihat tanda bekas ledakan. ”Beta kira bunyi ban pecah,” katanya. Ia baru tahu lokasi ledakan sekitar 20 meter dari jalan raya setelah tiga polisi menyisir pekarangan masjid.

Menurut Napitupulu, di lokasi kejadian ditemukan serpihan yang diperkirakan berasal dari sebuah granat. ”Tapi jenisnya masih dalam penyelidikan,” katanya. Polisi kini tengah mengorek keterangan empat saksi. Satu saksi berada dekat lokasi kejadian saat menuju masjid untuk salat subuh. Saksi lainnya sedang jalan-jalan pagi. Panglima Kodam XVI Pattimura, Mayor Jenderal Soedarmadji Supandi, bereaksi cepat. Siang seusai ledakan, dia menggelar pertemuan dengan para pemimpin agama. Soedarmadji minta masyarakat tidak terprovokasi. Ledakan kali ini merupakan peristiwa kedua di Ambon setelah ledakan bom di Terminal Mardika pada 25 April lalu yang mencederai enam orang.

Unjuk Rasa di Hari Buruh

Unjuk rasa di berbagai kota mewarnai peringatan Hari Buruh Sedunia pada Selasa pekan lalu. Ribuan buruh dari Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok berdemo di depan Istana Negara dan Balai Kota Jakarta. Aksi buruh juga terjadi di Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Denpasar, hingga Kendari. Di Medan, 20 persen pabrik di Kawasan Industri Medan (KIM) terpaksa tutup karena buruhnya ikut unjuk rasa di Lapangan Merdeka.

Secara umum, peringatan Hari Buruh berlangsung aman, kecuali di Karawang, Jawa Barat, yang sempat terjadi insiden. Banuara Nadeak, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Karawang, nyaris menjadi sasaran kemarahan buruh. Saat itu Banuara mendatangi buruh dan melarang mereka unjuk rasa di depan gedung Pemda Kabupaten Karawang. ”Kalau demo ke gedung DPRD saja,” katanya. Meski jarak kedua gedung hanya terhalang pintu pembatas, sikap Banuara memicu kemarahan buruh.Hari Buruh tahun ini mengusung tiga tuntutan pokok, yakni penetapan libur nasional pada Hari Buruh, penghapusan sistem penggunaan tenaga kerja pihak ketiga (outsourcing), dan kenaikan upah buruh.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak tuntutan tersebut. ”Sistem outsourcing diperlukan dalam sistem kerja spesialis serta dalam jangka waktu kerja pendek,” kata Kalla. Soal upah buruh, kata Kalla, di Indonesia relatif sama dengan Cina, Vietnam, dan India. ”Kalau upah dinaikkan terus tiap tahun, pengangguran akan bertambah,” katanya.

Rumah Sofyan Dawood Digranat

Sebuah granat dilemparkan dan meledak di rumah Sofyan Dawood, juru bicara Komite Peralihan Aceh, Ahad pekan lalu. Serpihan granat memecahkan kaca depan rumahnya yang berada di Jalan Batee Timoh, Desa Panggoi, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam.

Saat kejadian, di rumah itu ada istri Sofyan, Ajirni, bersama dua anaknya, ibu kandung Sofyan serta dua saudaranya. Sofyan sedang berada di Jakarta. ”Saya terkejut dan terbangun dari kamar,” kata Ajirni. Dalam keadaan panik, Ajirni langsung memeluk erat kedua anak serta ibu mertuanya. Selama tiga bulan terakhir dia merasakan teror karena rumahnya diawasi orang asing.

Kepolisian Kota Lhokseumawe belum bisa mengidentifikasi pelaku peledakan karena minimnya saksi. Polisi baru meminta keterangan Ajirni, mertua, dan satu anggota keluarganya. ”Belum ada saksi terakhir yang melihat pelaku saat kejadian,” kata Kepala Bagian Operasional Polres Lhokseumawe, AKP Nowo Hadi Nugroho.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus