Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Cuci Dosa Masa Lalu

Sejumlah pegiat hak asasi manusia mengkritik pernyataan Yusril Ihza Mahendra bahwa peristiwa 1998 bukan pelanggaran HAM berat. Tak masuk 8 misi Asta Cita.

23 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pegiat menilai pernyataan Yusril Ihza Mahendra sebagai upaya pengkhianatan dan mengabaikan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat. Padahal Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu, yang dibentuk pada era Joko Widodo, mengakui ada 12 kasus pelanggaran HAM berat, termasuk kasus 1997-1998.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan Yusril ini bisa menjadi pemicu pemerintahan Prabowo Subianto bersikap lepas tangan terhadap penuntasan kasus pelanggaran HAM. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mencatat pernyataan Yusril itu menguatkan dugaan bahwa pemerintahan Prabowo tak memprioritaskan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat. Hal itu bisa dilihat dalam 8 misi Asta Cita pemerintahan Prabowo, yang tidak mencantumkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat sebagai program prioritas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para pegiat mendesak pemerintahan Prabowo bertindak progresif. Penuntasan kasus pelanggaran HAM berat tidak lagi secara non-yudisial. Penuntasan secara non-yudisial menyebabkan langgengnya impunitas negara. Maka penuntasannya harus melalui pengadilan HAM

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus