Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cukur Rambut Mewah hingga Geliat Asgar

Kualitas layanan, kursi antik, hingga kapster wangi jadi andalan barbershop mewah dalam menarik pelanggan kalangan menengah ke atas. Meski begitu, tempat pangkas rambut "asgar" masih punya pelanggan setia. 
 

31 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana Paxi Plush di dalam Pacific Place, SCBD, Jakarta Selatan, 30 Januari 2022. TEMPO/Indra Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kualitas layanan, kursi antik, hingga kapster wangi jadi andalan barbershop mewah dalam menarik pelanggan kalangan menengah ke atas.

  • Sementara itu, suasana anak muda menjadi daya pikat barbershop kelas menengah.

  • Meski begitu, tempat pangkas rambut asgar masih punya pelanggan setia. 

JAKARTA — Tujuh kursi cukur tertata rapi membentuk huruf u di ruangan berukuran sekitar 3 x 7 meter di lantai basement mal Pacific Place, di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, kemarin. Aroma klasik tampak jelas dari kursi-kursi tersebut. Kaki-kaki kursi berkelir putih susu. Joknya berwarna cokelat kemerahan. Bagian punggung dan penyangga tangan terbuat dari besi mengkilap.
Kursi-kursi tersebut menjadi ciri khas tempat cukur rambut pria atau barbershop Paxi dan Paxi Plush. "Itu mereknya Takara dan Belmont, buatan 1950-1960-an," kata pemilik barbershop Paxi dan Paxi Plush, Armen Noor, kepada Tempo, kemarin.
 
Armen memilih kursi lawas karena memiliki kualitas yang lebih tinggi dibanding kursi cukur rambut model sekarang. Pengusaha berusia 65 tahun itu juga pernah mencoba memakai kursi modern yang lebih baru.
 
Namun Armen tak puas. Sebab, kursi tersebut gampang terguling ketika pelanggan hendak duduk. "Kalau mau duduk kan biasanya berpijak di pijakan kaki. Nah, itu bisa terguling ke depan," kata pria yang sering disapa Pak Haji Armen tersebut.
 
Sebaliknya, kursi "jadul" merek Takara dan Belmont dianggap lebih stabil karena memiliki berat hingga puluhan kilogram. Meski lawas, kursi tersebut masih bekerja dengan maksimal. Kursi itu punya tuas hidrolik yang bisa menaikkan jok hingga membuat pelanggan telentang.
 
Ketika pelanggan telentang, pemangkas rambut tinggal memutar kursi hingga memposisikan kepala pelanggan bersandar di atas wastafel khusus yang terpasang di bawah cermin besar yang tertempel di tembok. "Kursi ini bikin praktis, pengunjung tak perlu pindah tempat untuk cuci rambut," kata Armen.
 
Menariknya, Armen mendapatkan tujuh kursi cukur rambut itu dari seorang warga Depok. Pemilik sebelumnya adalah anak pemilik yang pada 1950-an mendirikan tempat pangkas rambut di kawasan Hotel Indonesia. Disebutkan bahwa, kala itu, Presiden Sukarno menjadi pelanggan tetap pangkas rambut tersebut.
 
"Jadi, kursi-kursi ini punya nilai sejarah. Kami beli dan kami benahi sampai seperti sekarang," kata salah satu investor atau pemegang waralaba Paxi dan Paxi Plush, Bayu Aryo Susanto, kemarin, 30 Januari 2022.

 

Sebuah kursi pangkas rambut bermerek Belmont yang diperkirakan diproduksi pada 1950-1960-an diklaim pernah dipakai tukang cukur rambut langganan Presiden Sukarno di Paxi Plush Pacific Place, SCBD, Jakarta Selatan, 30 Januari 2022. TEMPO/Indra Wijaya

Menurut Bayu, sejumlah pelanggan sudah tahu cerita sejarah kursi tersebut. Bagi pria berusia 49 tahun itu, sejarah unik kursi cukur menjadi salah satu nilai lebih Paxi Plush yang ia kelola.
 
Menurut Bayu, grup Barbershop Paxi memang dibagi menjadi dua jenis, yakni Paxi dan Paxi Plush. Bedanya, Paxi Plush menawarkan kemewahan yang lebih dibanding Paxi biasa. Seperti gerai Paxi Plush di Pacific Place, interior tempat cukur tersebut memang menimbulkan kesan mewah. Seluruh tembok hingga lemari terbuat dari kayu. Alunan musik bertempo pelan sayup-sayup terdengar pelanggan. "Kalau Paxi biasa, tarif (pangkas rambut) Rp 125 ribu. Kalau di sini (Paxi Plush) Rp 180 ribu," kata Bayu.
 
Menurut dia, servis yang memuaskan menjadi nilai yang ditawarkan Paxi Plush. Bayu mengklaim proses pangkas rambut dilakukan perlahan dari memakaikan jubah hingga memberikan pijatan pelan di pundak dan leher pelanggan. "Tak ada kapster yang terburu-buru, harus perlahan memangkas sesuai dengan keinginan pelanggan," kata Bayu.
 
Bahkan, kepada pelanggan yang rambutnya sudah terlalu pendek pun, kapster punya prosedur operasi standar khusus. Mereka hanya akan menggerakkan gunting cukur perlahan tanpa menyentuh rambut pelanggan untuk beberapa saat.
 
Tujuannya adalah memberikan perasaan tenang kepada pelanggan. Menurut Bayu, suara gunting cukur yang perlahan bisa membuat pelanggan relaks. Tak jarang beberapa pelanggan sampai terbawa tidur saat rambutnya dipangkas.
 
Kalau pelanggan tertidur pun, kapster tidak boleh membangunkan. Para kapster harus tetap bekerja meski posisi kepala pelanggan agak miring karena tertidur. "Jadi, kapster yang harus repot memiringkan tangan dan kepalanya untuk mencukur pelanggan. Jika perlu, sampai jungkir balik pun harus dilakukan," kata Bayu.
 
Selain itu, Bayu menjamin seluruh peralatan cukur hanya dipakai satu orang pelanggan. Setelah selesai mencukur pelanggan, kapster akan mencuci peralatan cukur dan memasukkannya ke dalam wadah sterilisasi.
 
Bayu juga menyebutkan para pemangkas rambut harus berpenampilan rapi dan menarik. Bayu juga mewajibkan para kapster memakai wewangian. Sebab, haram hukumnya bagi Paxi membiarkan kapster memiliki bau badan tak sedap. Sebab, ketika bekerja, kapster pasti terlibat kontak dekat dengan pelanggan. 
 
Haji Armen pun membenarkan kewajiban tersebut. Selain wangi dan bersih, Armen mengharamkan para pemangkas rambut memiliki tato dan tindik. Alasannya, para pelanggan Paxi merupakan masyarakat kalangan menengah ke atas dan sudah berusia yang lebih suka melihat kapster berpenampilan rapi.
 
"Sore ini saya berencana ke salah satu gerai. Saya dapat keluhan pelanggan kalau tangan kapster bau rokok. Hal seperti ini tidak boleh di tempat kami," kata pria yang membuka bisnis pangkas rambut sejak 1998 itu.
 
Selain itu, Armen melarang para pekerjanya banyak berkomunikasi dengan pelanggan. Intinya, para kapster hanya boleh berbicara ketika ditanya oleh pelanggan. Lagi-lagi Armen menyebutkan para pelanggan kalangan atas tak suka banyak ditanya oleh orang lain.
 
Hingga kini, Paxi memiliki puluhan gerai yang tersebar di Jakarta hingga Bandung dengan jumlah pemegang waralaba berjumlah 18 orang. Bagi Armen, bisnis pangkas rambut yang ia miliki masih punya prospek tinggi. Ia pun optimistis bisa bersaing dengan gerai pangkas rambut mewah lain yang muncul di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. 
 
Yang terpenting upaya mempertahankan hingga meningkatkan kualitas layanan menjadi fokus utama Armen dan para pemegang waralaba Paxi. "Pelanggan yang puas pasti akan terus kembali kepada kami," kata Armen.
 
Bambang Sudiarto, 61 tahun, sudah menjadi pelanggan Paxi sejak delapan tahun lalu. Pria yang berprofesi sebagai pengacara itu mengaku memiliki rambut yang tumbuh dengan cepat. Walhasil, setidaknya saban bulan Bambang mampir ke Paxi untuk memangkas rambut. 
 
Menurut Bambang, layanan pangkas rambut Paxi mengedepankan kenyamanan pelanggan dan kualitas jempolan dari para kapster. "Bagi saya, harga sepadan dengan pelayanan," kata Bambang kepada Tempo, kemarin. 
 
Beralih dari Paxi Plush di Pacific Place, Tempo mampir ke sebuah barbershop, Tom Barbershop. Barbershop yang berlokasi di Jalan Mardani Raya, Jakarta Pusat, ini mengambil tema anak muda kekinian. Tempat pangkas rambut itu mengambil tema industrial. 
 
Dengan tarif Rp 40 ribu, pelanggan sudah mendapatkan jasa pangkas, cuci, dan vitamin rambut. Rifki, salah seorang pelanggan, mengatakan servis dari tempat pangkas rambut tersebut sudah memuaskan, terlebih untuk kawula muda yang masih terbatas ekonominya.
 
Menurut pria berusia 24 tahun itu, kualitas layanan di barbershop itu jauh lebih bagus dibandingkan dengan tempat pangkas rambut "asgar" atau julukan untuk tempat pangkas rambut kecil pinggir jalan. "Di sini bisa meminta model rambut kekinian yang tidak bisa diberikan pangkas rambut asgar," kata dia. 
 
Rifki juga menyebutkan bangunan barbershop jauh lebih bagus dan nyaman dibanding pangkas rambut Asgar. "Ruangan ber-AC dan lebih bersih. Nyaman sekali," kata dia.
 
Sementara itu, Bang Kumis—bukan nama asli—tampak begitu cepat memainkan gunting cukur di sebuah tempat pangkas rambut mungil di pinggir rel kereta yang tak jauh dari Stasiun Kramat, Jakarta Pusat, Sabtu, 29 Januari lalu. Pria berusia 30-an tahun tersebut sadar betul tempat usahanya yang berukuran sekitar 2 x 3 meter itu tak senyaman barbershop kekinian. 
 
Menurut dia, wajar bagi orang lain tertarik datang ke barbershop yang memiliki beragam keunggulan ketimbang tempat pangkas rambut Asgar. Bang Kumis tak merasa kehilangan pelanggan lantaran bersaing dengan beragam barbershop. "Saya punya pelanggan sendiri yang cocok dengan harga pangkas Rp 15 ribu," kata dia. 
 
Menurut dia, lokasi usahanya mayoritas dihuni oleh masyarakat dengan kemampuan ekonomi bawah. Walhasil, tempat cukurnya masih akan menjadi pilihan utama warga memangkas rambut. "Terlebih untuk anak-anak, pasti memilih yang murah meriah," kata dia.
INDRA WIJAYA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus