Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pleidoi itu menjadi semakin penting karena kini sudah diabadikan dalam bentuk bukutentu saja ditambah dengan epilogberjudul Soeharto Terlibat G30S, yang bulan ini akan beredar di toko-toko buku Indonesia. Inilah dokumen sejarah pertama dari pihak korban G30S yang disidang. Setelah 32 tahun dijejali "kebenaran" versi pemerintah Orde Baru, Latief bertekad untuk mengungkap versinya tentang peristiwa yang dialaminya. "Tidak mungkin bersembunyi di balik sebatang lidi," demikian ia menulis dalam pleidoi itu.
Berikut adalah nukilan buku terbitan Institut Studi Arus Informasi itu (terbit awal April 2000), dengan pemberian subjudul dari redaksi TEMPO.
Tentang Sikap dan Kebenaran
Halaman 1
Majelis Sidang Mahkamah Militer Tinggi Yth.
Pada hari ini ... tanggal ... saya sebagai seorang tertuduh akan membeberkan tanggung jawab saya sebagai Perwira Menengah TNI AD dan sebagai Komandan Infanteri I Kodam V Jaya yang sudah dipecat dari pangkat dan jabatan saya oleh rezim Soeharto, akan tetapi tak ada seorang pun yang dapat memecat jiwa dan patriotisme saya sebagai seorang pejuang yang ikut andil mendirikan Indonesia Merdeka, dalam perjuangan semenjak revolusi Agustus 1945.
Apakah karena saya dipecat ini atau karena peristiwa G30S itu, dan saya sudah cacat seperti sekarang ini, saya harus luntur dalam semangat perjuangan untuk mendarmabhaktikan terhadap tanah air dan Bangsa Indonesia? Tidak! Perjuangan tidak mengenal pasang surut, dan semangat berjuang untuk Tanah Air dan Bangsa tetap tercatat di dada saya sampai ajalku tiba.
Kebenaran yang dibuat oleh manusia adalah relatif, orang yang sekarang menyatakan dirinya benar, besok belum tentu benar. Sesuatu yang benar memang bersifat objektif, pencerminan dari kenyataan-kenyataan objektif. Tidak ada suatu kebenaran yang bisa direka-reka atau dikarang-karang menurut keinginan subjektif manusia itu sendiri. Relativitet kebenaran yang diartikan apa saja yang menguntungkan untuk hari ini tidak peduli tentang hari esok adalah tidak benar. Hal ini bisa dilihat dalam praktek-praktek sekarang ini. Apa saja yang tidak sesuai dengan kehendaknya adalah tidak benar, dengan segala dalih yang direka-reka asal tercapai tujuannya. Gajah berada di pelupuk mata tak terlihat tapi semut di seberang lautan terlihat juga. Melihat kebenaran harus ditinjau dari segala segi, waktu dan tempat, keadaan sekeliling dan saling mengait antara satu dan yang lain, janganlah mencari kebenaran hanya dari satu sudut .
Halaman 5-6
Sampai saat telah menjadi kenyataan dimana kebejatan moral itu berdiri di atas segala-galanya. Lihatlah pada sejarah tahun 2000 lampau, penyaliban Yesus Kristus (Isa Al Masih), dimana dia diajukan oleh sidang Sanhedrin yang dipimpin oleh Kayafas sebagai imam besar untuk mengadili Yesus dari Nazaret.
Untuk itu, mari kita meneliti kembali jalannya pengadilan terhadap Yesus Kristus dari sejak Mahkamah Agama (Sanhedrin) sampai dengan diputus di muka pengadilan Pontius Pilatus.
Dihadapan Mahkamah Agama
(Sanhedrin)
Setelah Yesus ditangkap oleh tentara Romawi maka pemeriksaan pendahuluan Yesus dibawa ke rumah Hanas, mertua Kayafas, Ima besar ketika itu. Rupa-rupanya mereka sudah meminta Hanas, supaya dia yang mengadakan pemeriksaan pendahuluan. Tapi pemeriksaan itu tidak berhasil.
Hanas mulai menanyai Yesus tentang ajaran-ajarannya dan murid-muridnya, namun memperlakukan orang sedemikian itu tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku ketika itu. Inilah mengapa Yesus protes terhadap tidak ditegakkannya hukum secara murni .
Sidang, Saksi, dan Manipulasi
Halaman 25-26
Tertuduh : "Tertuduh tetap menolak dan satu pun tak bersedia mendengar kesaksian tersebut dan tidak sah."
Sampai detik terakhir pun Tertuduh tetap meminta agar saksi Pono didatangkan agar sidang ini benar-benar fair dan bisa melakukan fair trial yang sungguh-sungguh. Hakim ketua meluluskan permintaan Tertuduh agar Oditur mendatangkan saksi Pono. Tertuduh merasa lega bahwa kali ini Hakim meluluskan permintaan Tertuduh. Tertuduh gembira ingin menguji kebenaran dan menguji "ksatria" atas kesaksian Sdr. Pono di hadapan sidang ini.
Akan tetapi betapa "kecewa" Tertuduh setelah Hakim Ketua meminta supaya dihadapkan saksi Pono. Oditur dengan tenangnya mengeluarkan sebuah surat dari perpu yang kalau tidak salah dengan, surat pernyatan tersebut isi pokoknya :
"Tidak bisa mendatangkan saksi Pono karena kesulitan teknis dan kesaksian tertulis di atas sumpah adalah sah."
Surat tersebut diserahkan pada Mahkamah dan tetap tidak menghadirkan saksi Pono.
Tertuduh tetap protes karena pernyataan tersebut tidak beralasan, hanya kesulitan teknis, dan kesaksian Pono tetap tidak sah dalam sidang ini.
Atas dasar pengalaman ini Tertuduh mengadakan penelitian, apa sebab saksi Pono tidak bisa didatangkan. Jika Pono tidak dihadirkan, maka akan sangat menguntungkan Oditur, sebagai bahan tuntutan yang kuat dimana didalamnya tercantum bahwa Tertuduh seolah-olah sebagai " Simpatisan Komunis Aktif " dibina dan sudah kenal sejak lama. Inilah sebabnya menguatkan tuduhan Oditur bahwa Tertuduh dengan sadar ikut dalam organisasi PKI, dan ikut berontak. Atas dasar inilah Oditur dan sidang ini bertahan mati-matian, berarti kemenangan ada dipihaknya .
Halaman 27-28
Saksi-saksi lain tidak didatangkan seperti eks. May. Agus Sigit dan Letkol AU Heru Atmojo, dimana kedua saksi akan dapat memberi keterangan, sebagai imbangan keterangan kedua saksi Syam dan Pono, yang memberikan keterangan yang tidak benar itu. Dengan tidak didatangkannya kedua saksi yang benar- benar ada ini, menunjukkan suatu kelicikkan yang sangat tendensius. Oditur takut menghadapi kenyataan dan pembuktian yang sebenarnya. Tertuduh menduga ini adalah suatu permainan yang tidak fair. Oditur takut kalu tuduhannya tidak laku. Sebab tujuan Oditur mencari penguat agar tuduhan bisa dipaksakan laku dalam persidangan ini dan bisa memberikan tuntutan berat kepada Tertuduh. Belum lagi Oditur takut mendatangkan saksi Bigjen Suparjo, Letkol Untung, May. Ud. Suyono dan Lettu. Ngadiman, dimana saksi-saksi tersebut banyak memegang peranan penting, dan banyak disebut-sebut dalam sidang ini.
Luka Menganga:
Tubuh yang Digerayangi Belatung
Halaman 47-48,
Pada suatu hari kira-kira permulaan tahun 1966, kira-kira antara bulan dua atau tiga, badan saya merasa panas, dan kaki saya berbau busuk seperti bangkai yang tidak tertahankan, sebab di dalam luka saya terus mengalir cairan nanah (pus) masuk dalam tabung pembalut. Pada sore hari saya laporkan kepada perawat kesehatan, agar saya segera mendapat pemeriksaan dokter. Akan tetapi tidak mendapat tanggapan, sekalipun perawat kesehatan tersebut telah melaporkan kepada bagian kesehatan poliklinik Rumah Tahanan Khusus Salemba. Suhu badan terasa panas mungkin karena infeksi pada luka saya itu. Pada pagi harinya, bintara kesehatan datang dengan membawa suntik injeksi pynicilin, dengan maksud agar saya diinjeksi, akan tetapi saya tolak karena saya sudah tidak tahan diberi injeksi pynicilin lagi, karena apabila mendapatkan injeksi pynicilin, akan collaps karena allergie .
Apa yang terjadi, saya benar-benar collaps dan dengan segala usaha dilakukan oleh perawat kesehatan itu agar saya tidak mati. Ia segera memberikan obat antistin, dan memberikan bantuan nafas buatan dengan menekan dada saya berulang kali. Dengan jalan ini tertolonglah nyawa saya dan berangsur-angsur pulih kembali. Selanjutnya kira-kira pada bulan dua atau tiga tahun 1966, suatu pagi setelah saya bangun tidur kira-kira antara jam 05.30, terasa di bagian lengan muka ada benda-benda yang menggerayang seperti hewan-hewan yang merubungi. Saya lihat ada butiran-butiran tampak putih seperti beras bertebaran di badan maupun di sekitar saya tidur. Karena lampu sangat gelap, tidak terlihat jelas benda apakah itu. Setelah sedikit agak terang, benda-benda tersebut ternyata bergerak-bergerak. Saya lihat dengan teliti ternyata apa yang dinamakan set/ ulat (caterpillar) (belatungRed) sedang merubung sekujur badan saya. Dan setelah saya teliti lagi ternyata ulat-ulat tersebut keluar dari lobang luka saya, yang secara terus-menerus mengeluarkan cairan itu. Karena cairan tersebut menimbulkan bau busuk yang tak terhingga .
Penyiksaan dan Penganiayaan
Halaman 68-69
b. Cara-cara pemeriksaan untuk melampiaskan nafsu kebiadaban telah dilakukan menurut selera pemeriksa. Dengan tujuan untuk mencapai sasaran, dan untuk kepentingan karier/ambisi pribadi masing-masing antara lain:
Orang diperiksa dipaksa untuk mengaku menurut kehendaknya, dengan jalan distroom dengan menggunakan aliran batery/telepon dan lain sebagainya; sampai pingsan bahkan ada yang kemaluannya menjadi impoten, gila dan buta.
Dengan jalan diborgol dengan rantai, berlaku siang malam sampai berbulan-bulan bahkan tahunan.
Dipaksa dengan jalan dipukuli dengan benda keras, kursi kayu, pipa air dari plastk, cambuk berekor benda tajam, ekor ikan pari. Dengan jalan disundut dengan puntung rokok, jeriji-jeriji dijepit diinjak dengan kaki meja, kuku-kuku dicabuti, jeriji-jeriji dipatah-patahkan, ada lengannya yang dipatahkan. Apakah tuan-tuan tidak iba ceritera kejadian seperti ini? Betapa ngeri keadaan penyiksaan-penyiksaan seperti ini.
Belum lagi penyiksaan lain yang sudah tak terkirakan kejamnya. Saya sering menjumpai sendiri peristiwa-peristiwa ini terutama di blok N (RTK) Salemba, terhadap anak buah saya dari Brigif I, anggota 2 ini setelah habis diperiksa pasti badannya rusak akibat penyiksan-penyiksaan yang dilakukan oleh team pemeriksa. Ada salah seorang anggota sipil yang disiksa dengan jalan digantung kepalanya di atas, dan sekujur badannya diiris-iris dengan silet, dan diusap dengan jeruk nipis, penyiksaan ini masih belum puas, ia diberi es dan harus menghabisinya, petai yang dicampur dengan es krim. Sedangkan orang ini sebelumnya ditembak dengan Thomson, tiga peluru pada tubuhnya dua masuk di dadanya dan sebuah lagi di lengannya, belum lagi lengannya masih dipatahkan.
Ada lagi orang yang disiksa, dipukuli dengan benda keras pada punggungnya, dan orang ini sekarang menjadi cacat dan bongkok, akibat tulang punggungnya patah, tidak hanya itu saja masih banyak lagi yang mengalami cidera badan, buta, lumpuh, pincang, gila dan lain-lain.
Keterangan saya ini saya buat dengan sebenar-benarnya, karena saya kebetulan berkumpul dengan mereka dalam satu blok.
Halaman 72-73,
Pernah saya alami di Inrehab Salemba, banyak tapol yang dimasukkan dalam golongan C kebanyakan adalah orang-orang yang ditangkap karena pelanggaran jam malam yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan G30S, anak-anak yang belum cukup umur, orang-orang yang sudah tua, rakyat biasa/ massa biasa yang juga tidak tahu menahu, orang-orang yang terkena fitnah, orang-orang yang digusur rumahnya, orang-orang yang menyogok dengan rumahnya, mobilnya, tanahnya, uangnya, dan lain-lain.
Golongan B sebenarnya masih banyak yang termasuk golongan C yang seharusnya dibebaskan, dan kebanyakan dari mereka tidak tahu menahu tentang peristiwa G30S. Karena orang-orang ini dalam pemeriksaan dipaksa untuk mengaku menurut kehendak pemeriksa, dan tidak tahan penyiksaan-penyiksaan maka terpaksa mereka mengaku saja sesuai dengan dengan kehendak pemeriksa itu. Orang-orang ini kira-kira pada tahun 1968/1969 dinaikkan klasifikasinya dari golongan C menjadi golongan B, tanpa ada alasan apapun. Diantara orang-orang yang tadinya terdaftar golongan C setelah dinaikkan menjadi golongan B banyak diantara mereka dibuang ke Pulau Buru dan Nusa Kambangan.
Golongan A banyak juga diantaranya yang tadinya golongan B malahan ada yang dari golongan C. Orang-orang itu dinaikkan golongan atas dasar hasil pemeriksaan dengan cara paksa. Akhirnya karena tidak jelas duduk persoalannya, dan team sendiri tidak bisa membuktikan tuduhannya, maka orang-orang yang dimaksudkan golongan A ini menjadi terkatung-katung dan dipetieskan, ditanya lagi pun tidak, diurus juga tidak, sehingga sampai sekarang persoalannya masih terkatung-katung. Adapun bisa golongan A yang benar-benar dianggap bersalah atau terlibat langsung, sampai sekarang juga belum ada penyelesaiannya. Contohnya seperti saya sendiri, baru sekarang saya diajukan ke persidangan ini setelah sepuluh tahun. Saya harus mengalami penyiksaaan fisik, dengan jalan di sel di blok isolasi terkunci terus menerus siang dan malam, dalam keadaan sakit.
Kesimpulan bahwa penggolongan tahanan golongan A,B, dan C adalah suatu penipuan belaka .
Soeharto Mengetahuinya
Halaman 186
Saksi a de Charge
Pada tanggal 6 Juni 1978 Tertuduh telah mengajukan permohonan untuk menganjukan saksi a de charge, telah ditolak oleh Hakim Ketua dengan alasan tidak relevan.
Alasan tidak relevan tersebut tidak dapat diterima tertuduh karena: Saksi Jenderal Purn. Soeharto terlibat langsung peristiwa G30S, karena beliau telah mengetahui lebih dahulu akan adanya peristiwa G30S. Baik mengenai info Dewan Jenderal maupun mengenai gerakan, di mana Tertuduh telah melaporkan kepada Beliau sebagai atasan, sekalipun bukan atasan langsung .
Apakah ini tidak relevan kalau Jenderal Purn. Soeharto turut serta bertanggung jawab juga untuk diajukan ke Pengadilan? Kalau saya dituduh sampai mengakibatkan matinya para Jenderal dari anggota Dewan Jenderal itu, justru Jenderal Soehartolah yang harusnya bertanggung jawab, karena tidak mencegahnya.
Jadi siapa sebenarnya yang mengakibatkan terbunuhnya para jenderal itu? Saya atau Jenderal Soeharto?
Soeharto Kuncinya?
Halaman 206
Jelaslah, apa yang dituduhkan Oditur terhadap diri Tertuduh adalah alasan yang dicari-cari, dengan maksud mempengaruhi Majelis sidang ini agar tuntutannya dapat diluluskan.
Sedangkan alasan Tertuduh sebagai tempat berpijak adalah karena berniat untuk menyelamatkan Presiden Soekarno, dan pengamanan terhadap jalannya Revolusi Pancasila. Oditur sebagai penuntut umum, selalu mencari-cari apa saja yang bisa dituduhkan kepada Tertuduh, tanpa mau melihat ke sekililingnya, tanpa mau melihat perkembangan zamannya.
Berkali-kali telah saya jelaskan bahwa Tertuduh tidak mempunyai niat untuk menghilangkan nyawa orang, dan Tertuduh tidak pernah memerintahkan untuk mengambil para jenderal hidup atau mati. Telah saya jelaskan semua perintah adalah langsung dari Letkol Untung hal mana telah diperkuat oleh keterangan saksi-saksi .
Halaman 243-244
Tidak berlebihanlah kiranya apabila Tertuduh mengajukan dalam persidangan, agar Jenderal Soeharto diajukan sebagai saksi di muka sidang ini, dengan maksud untuk menjernihkan suasana, dan untuk membuka tabir yang gelap selama ini. Saya kira persoalan ini adalah sangat relevan untuk diselesaikan secara menyeluruh. Karena apa? Yaitu secara kebetulan yang menjabat selaku kepala pemerintahan/presiden sekarang ini justru Bapak Jenderal Soeharto di mana sejak semula beliaulah yang menangani persoalan G30S. Mengapa Bung Karno yang tercinta ini harus dikorbankan? Dan mengapa Tertuduh juga dikorbankan? Itulah sebabnya saya mohonkan dalam sidang ini hendaknya semua persoalan tersebut di atas "dijadikan persoalan yang terpokok ".
Meskipun di dalam sidang ini, setelah tertuduh mengemukakan tanggapan, tak ada satu kata pun dari Oditur berani menyinggung nama Bapak Jenderal Soeharto, tetapi yang menjadi objek dalam perkara ini hanya khusus tertuduh. Semua tuduhan atau tuntutan Oditur keseluruhan kalau saya pelajari secara cermat hanya berkisar pada pembunuhan para jenderal. Sedangkan mengenai penggulingan pemerintahan hanya sedikit sekali disinggung. Berarti baik tuduhan maupun tuntutan Oditur sangat tendensius sekali.
Halaman 249-251
Maka adillah kiranya kalau Tertuduh menolak semua tuduhan maupun tuntutan Oditur, setelah majelis hakim ini dapat mengadakan penelitian secermat-cermatnya dari hasil tanya-jawab antara tertuduh dan para saksi-saksi, di samping itu juga setelah majelis sidang ini mendengarkan pembelaan dari tertuduh.
Mengingat, baik tuduhan maupun tuntutan dari Oditur ternyata banyak hal-hal yang dicari-cari dan dicocok-cocokkan, asal bisa memenuhi selera tuntutannya, tanpa mau melihat latar belakang persoalan dan rentetan peristiwa selanjutnya.
Setelah saya pelajari secara cermat, tuntutan Oditur banyak dititikberatkan pada soal-soal pembunuhan para jenderal. Atas dasar itulah maka kelihatan sekali bahwa rasa "balas dendam" itu tampak sekali ditonjolkan, agar Tertuduh bisa dijatuhi hukuman yang paling berat. Oditur secara pasti dan yakin telah memberikan vonisnya hukuman "mati". Di samping itu sudah menetapkan bahwa hukuman tertuduh harus sama kepada para terhukum lainnya, seperti Lekol Untung, May. Ud. Suyono, Brigjen Suparjo, Lettu. Ngadimo, Sdr. Syam dan Pono di mana oknum-oknum tersebut dijatuhi hukuman mati .
Dalam hal tersebut, karena Oditur sudah merasa kebingungan, tidak ada jalan lain untuk bisa menuntut Tertuduh yang lebih berat lagi, maka Oditur dengan serta merta berupaya keras mencari jalan supaya Tertuduh bisa dihukum berat. Bisa dibuktikan tindakan Oditur sewaktu memeriksa saksi-saksi. Apabila saksi-saksi memberi keterangannya tidak sesuai dengan kehendaknya atau menguntungkan Tertuduh, Oditur marah-marah dan mengancam kepada saksi. Kemudian Oditur dalam tuntutannya mencari-mencari berbagai dalih, untuk mempengaruhi para hakim agar tuntutannya terkabul .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo