Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) memang membuat ruang gerak masyarakat menjadi terbatas.
Lewat Sanggar Karya Seni Muda Taruna (Sangkar Semut), para pemuda itu bereksperimen dengan barang-barang bekas untuk diubah menjadi berbagai kreasi seni yang memiliki nilai jual.
Kehadiran Sangkar Semut tidak hanya menjadi pengisi waktu luang di masa pandemi, tapi juga bisa untuk menambah pendapatan masyarakat sekitar.
DEPOK – Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) memang membuat ruang gerak masyarakat menjadi terbatas. Apalagi pemerintah menerapkan pembatasan berskala besar untuk mencegah penyebaran wabah. Namun, bagi sekelompok pemuda di RW 20, Kelurahan Bakti Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, keterbatasan itu justru menumbuhkan ruang kreativitas mereka.
Lewat Sanggar Karya Seni Muda Taruna (Sangkar Semut), para pemuda itu bereksperimen dengan barang-barang bekas untuk diubah menjadi berbagai kreasi seni yang memiliki nilai jual. “Kami membuat lampu hias, pot bunga, dan lain-lain,” kata Saputra, 19 tahun, anggota komunitas Sangkar Semut, kemarin. “Ada yang dibuat dari paralon bekas dan baju bekas.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Saputra, ada puluhan anak muda yang bergabung dengan komunitas ini. Awalnya, mereka sekadar iseng membuat berbagai bentuk kerajinan tangan dari barang bekas. Belakangan, mereka menjadi serius setelah ada orang yang berminat membeli barang-barang yang dihasilkan. “Harganya beragam, tergantung tingkat kesulitan dan ukuran,” katanya. “Mulai dari Rp 250 ribu hingga Rp 700 ribu.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komunitas itu memiliki sebuah workshop di pinggir Kali Cijantung. Tempat itu juga digunakan untuk memajang dan memamerkan karya-karya anggota komunitas. “Di sini kami menjadi lebih produktif,” katanya. “Daripada hanya nongkrong-nongkrong enggak jelas, mending berkreasi.”
Ketua Sangkar Semut, Imron Riadi, mengatakan gagasan untuk membentuk komunitas ini sebenarnya sudah ada cukup lama. Semula dia hanya ingin mengurangi sampah yang banyak terdapat di lingkungan tempat tinggalnya. Saat itu yang terpikir adalah membuat barang-barang rongsokan tersebut menjadi sesuatu yang bisa dimanfaatkan. “Saya gerakin anak-anak supaya berkreasi,” katanya. “Kalau bahasa orang sini, daripada anak muda nongkrong nggak puguh lagu, mendingan cari kegiatan yang bermanfaat.”
Imron sebenarnya tidak memiliki pengetahuan untuk mengubah barang-barang bekas menjadi karya seni. Dia hanya bermodalkan imajinasi. Barang bekas itu dibentuk sesuka hati, sesuai dengan gambaran yang muncul di kepala.
Menyadari hal itu, pria yang biasa disapa Cang Boim ini kemudian memanfaatkan jaringannya. Ia mendatangkan sejumlah teman yang memang memiliki latar belakang seni. Teman-temannya inilah yang kemudian memberi pelatihan. Mereka mengajarkan bagaimana cara mewujudkan imajinasi menjadi sebuah karya berestetika dan memiliki nilai jual. “Anak-anak muda di sini memiliki potensi untuk mengembangkan bakat di bidang seni, nah Sangkar Semut menjadi wadahnya,” kata dia.
Imron menambahkan, pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan, tapi juga sisi psikologis. Karena itu, orang harus pintar-pintar memanfaatkan waktu untuk melakukan kegiatan positif. Dia berharap kehadiran Sangkar Semut tidak hanya menjadi pengisi waktu luang, tapi juga bisa untuk menambah pendapatan masyarakat sekitar.
ADE RIDWAN | SUSENO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo