Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dari hutan jaffna, gandhi dibunuh

Rekonstruksi rencana pembunuhan rajiv gandhi. tim penyelidik khusus berhasil melacak para pembunuh ketua partai kongres itu. bagi kelompok macan ta- mil, dia adalah sebuah trauma besar.

3 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komplotan Pengebom Rajiv Gara-gara sebuah kamera yang tak ikut hancur dalam ledakan bom yang membunuh Rajiv Gandhi, Tim Penyelidik Khusus berhasil melacak para pembunuh, yang dikomando dari markas Macan Tamil di hutan Jaffna, Sri Lanka. Anirudhya Mitra menyusun kisah itu dalam majalah tengah bulanan India Today, nomor pertengahan Juli. Dari Hutan Jaffna, Gandhi Dibunuh Wartawan Anirudya Mitra di majalah India Today, dari bahan investigasi yang dimilikinya, mencoba merekonstruksi rencana pembunuhan Rajiv Gandhi. Berikut kutipannya. SUATU hari, Oktober 1990, jauh di dalam rimba Jaffna, di timur laut Sri Lanka. Di markas tempat persembunyian gerilyawan Macan Pembebasan Tamil Eelam ini berlangsung pertemuan penting para pemimpin kelompok pemberontak bersenjata yang kesohor itu. Inilah pertemuan untuk mengevaluasi perkembangan politik di India, ketika Perdana Menteri Vismanath Pratap Singh terkena mosi tak percaya. Para pemimpin gerilya itu melihat, ini merupakan peluang besar bagi Rajiv Gandhi, bekas perdana menteri India yang mereka benci, kembalinya ke kursi pemerintahan. Bagi kelompok Macan Tamil, Rajiv adalah sebuah trauma besar. Dialah, semasa jadi perdana menteri, yang mengirimkan Pasukan Penjaga Perdamaian India ke Sri Lanka, yang temyata berakibat buruk bagi gerilyawan Macan Tamil. Dari pasukan perdamaian, tentara India itu malah bentrok dengan Macan Tamil, dan jatuhlah ribuan korban. Untuk mencegah terulangnya peristiwa buruk itu, tak ada jalan lain bagi Macan Tamil selain harus mencegah Rajiv berkuasa kembali. Dan jalan itu cuma bisa ditempuh dengan pembunuhan. Hari itulah diputuskan, di belantara Jaffna, sebuah rencana yang enam bulan kemudian menggemparkan dunia: tewasnya anak mendiang Indira Gandhi oleh bom, ketika ia sedang berkampanye. Memang, para pemimpin Macan Tamil memutuskan, pembunuhan harus sudah dilaksanakan sebelum Rajiv menjadi perdana menteri. Soalnya, begitu Rajiv diangkat sebagai kepala pemerintahan, penjagaan tentu diperketat. Peluang terbuka selagi Rajiv masih jadi pemimpin oposisi. Hari pembunuhan dipilihkan di masa kampanye, karena di hari-hari seperti itu agak terbuka kemungkinan mendekati ketua Partai Kongres itu. Akhir November, Pirabhakaran, pendiri dan komandan tertinggi Macan Tamil, memanggil empat orang kepercayaannya: Baby Subramaniyam, Murugan, Muthuraja, dan Shivarasan. Subramaniyam dan Muthuraja didatangkan dari Madras India, tempat tinggal mereka saat itu. Awal Desember, keempat "letnan" kepercayaan itu sudah mendapat pembagian tugas, dan rincian pelaksanaan operasi diserahkan pada mereka sendiri. Plot pembunuhan tambah masak setelah pemerintah Karunanidhi di Negara Bagian Tamil Nadu tumbang. Pemerintah Karunanidhi disingkirkan (atas desakan Partai Kongres), karena terbukti bersimpati dan mendukung gerakan separatis Macan Tamil di negara bagian asal kaum Tamil itu. Selanjutnya, Negara Bagian Tamil Nadu langsung dikendalikan oleh pemerintah pusat New Delhi. Tentu saja perubahan ini sangat merugikan gerakan Macan Tamil. Awal 1991, keempat letnan kepercayaan Pirabhakaran sudah mulai bergerak. Pembagian tugas pun dilakukan. Di Madras, Subramaniyam dan Muthuraja sibuk mencari dan merekrut warga lokal, yang akan ditugasi melindungi tim pembunuh, sebelum dan sesudah tugas diselesaikan (lihat Komplotan Pembunuh). Pusat kegiatan perekrutan dilakukan di Shubha News and Photo Agency. Usaha cuci dan cetak foto itu dijalankan oleh Shubha Sundaram, dikenal sebagai pelindung semua fotografer di Madras. Di balik kegiatan resminya, toko ini memang sudah lama jadi tempat pertemuan para aktivis Macan Tamil. Di tempat ini pula anggota Dravida Kazhagam, kelompok ekstrem di Tamil Nadu yang secara terang-terangan mendukung Macan Tamil, sering melakukan rapat. Dari anggota Dravida Kazhagam yang sering datang ke tempat usaha Shubha itu Muthuraja dan Subramaniyam mencari orang. Akhirnya, pilihan jatuh pada pemuda Bhagyanathan. Ia ini berambisi mengelola jurnal politik, tapi tak punya dana. Keluarganya dijerat utang. Selama ini Bhagyanathan mencari penghasilan dengan menjadi pemasok keperluan kantor, ke pabrik karet tempat Nalini, kakak perempuannya, bekerja sebagai sekretaris. Ibu Bhagyanathan, Padma namanya, seorang perawat. Di kala keluarga ini sangat membutuhkan uang guna memperpanjang rumah kontrakannya, jerat tim pembunuh pun ditebarkan. Baby Subramaniyam secara sambil lalu bercerita pada Bhagyanathan, ia ingin menjual mesin cetaknya, karena beniat ganti usaha. Segera saja Bhagyanathan melihat kesempatan mempunyai usaha sendiri. Ia mau mengoper percetakan itu, asal saja pembayarannya bisa dicicil. Pucuk dicinta ulam tiba, segera saja si Baby menyetujuinya. Percetakan pun pindah ke tangan Bhagyanathan dengan harga sangat rendah, cuma 5.000 rupee, dengan cicilan yang amat kecil. Singkat cerita, akhirnya seluruh keluarga Bhagyanathan pun jatuh ke dalam jerat Baby Subramaniyam. Nalini, misalnya, dinasihatinya agar membantu perusahaan baru sang adik, sepulang kantor. Lalu, tahap kedua pun digelindingkan. Yakni brain washing alias cuci otak. Nalini oleh Subramaniyam dijejali buku-buku dan propaganda Macan Tamil. Tujuannya, untuk membuat Nalini yakin seyakin-yakinnya bahwa Rajiv Gandhi-lah satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas semua "kejahatan" yang dilakukan oleh pasukan perdamaian India di Sri Lanka. Ternyata, Nalini mudah termakan propaganda itu. Sementara itu, Muthuraja juga sibuk di usaha foto Shubha. Oleh Pirabhakaran, Shubha dipesan agar bekerja sama dengan Muthuraja dalam operasi rahasia Macan Tamil -- operasi yang membutuhkan wajah-wajah baru tak dikenal. Dua fotografer muda, Ravi Shankaran dan Haribabu, mereka cocok untuk pos yang dibutuhkan itu. Segera kedua juru foto itu digarap. Mereka dijejali propaganda dan pesan perjuangan Macan Tamil. Anggota inti yang lain, Murugan, menyiapkan diri meninggalkan Jaffna, untuk bergabung dengan kedua rekannya di Madras. Sebelum ia sendiri masuk Madras, Murugan mengirimkan dua pemuda Macan Tamil (Jaykumaran dan Robert Pias) ke Madras. Mereka tiba awal Februari, dan tinggal di rumah Arivu Perulibalan, ipar Jaykumaran. Arivu, yang punya pendidikan di bidang komputer, khususnya dalam hal perangkat kerasnya, adalah juga anggota Macan Tamil. Tapi baru dalam rencana pembunuhan ini keahlian elektroniknya bermanfaat bagi organisasinya. Pertengahan Februari, Murugan tiba di Madras, melangkah masuk ke dalam lingkaran operasi. Yang ia lakukan pertama-tama adalah memindahkan Pias dan Jaykumaran ke tempat lain. Ketika itu Arivu sudah diberi tahu "misi rahasia" operasi, tanpa disebutkan korbannya. Tugas utama Murugan, selain menyiapkan dukungan keuangan kepada ketiga pemuda tadi, adalah memberikan dukungan logistik dan menyiapkan persembunyian. Untuk keperluan inilah Pias dan Arivu diperintahkannya mendapatkan SIM untuk motor. Pada akhir Februari, Muthuraja memperkenalkan Murugan pada keluarga Bhagyanathan. Saat itu, Nalini sudah berubah. Dalam dirinya berkembang subur perasaan benci pada Rajiv Gandhi. Sampai saat ini, Murugan sudah menyiapkan tiga tempat persembunyian bagi tim pembunuh. Arivu juga sudah menyiapkan bom yang bakal dibawa olah orang yang bakal ikut meledak. Rencana ini hampir bulat. Maka, Murugan pun segera mengirimkan pesan dan meminta Shivarasan, yang bakal memimpin tim pelaksana pembunuhan, datang ke Madras. Orang yang kini oleh pers India disebut sebagai Si Jack Bermata Satu ini tiba di Madras pekan pertama bulan Maret. Mula-mula Si Mata Satu ini tinggal di rumah Pias. Secara rinci ia diberi informasi tentang orang-orang yang bakal dipimpinnya dan tempat-tempat persembunyian yang disiapkan. Sejak saat itu, komando langsung beralih ke tangan Shivarasan. Segera Shivarasan, juga seorang pakar bahan ledak, memeriksa rancangan bom Arivu. Ia puas. Saat itu datang panggilan dari Jaffna: Muthuraja dan Subramaniyam diminta kembali ke markas besar, karena Madras bukan lagi aman bagi keduanya. Dari rumah Pias, Shivarasan pindah ke rumah keluarga Bhagyanathan. Di sini pemimpin regu pembunuh ini membincangkan misi rahasia dengan Murugan, Malini, dan Bhagyanathan. Ia memberi tahu semuanya bahwa calon bom hidup sudah ada. Shivarasan memerintahkan Bhagyanathan mencari fotografer yang bisa dipercaya. Pada tahap inilah dua fotografer muda, yang sudah dijaring lama sebelumnya, masuk lingkaran: Ravi Shankaran dan Haribabu. Setelah memberikan instruksi-instruksi itu, Shivarasan pun kembali ke Jaffna untuk menjemput bom hidup yang ia sebutkan, sekalian melaporkan perkembangan pelaksanaan rencana pada komandan tertinggi, ya, Pirabhakaran itu. Pemimpin Macan Tamil ini minta agar semuanya dijalankan dengan akurat, agar peluang kegagalan menjadi kecil. Ia memerintahkan dilakukan percobaan sebelum peledakan sesungguhnya dijalankan. Juga diperintahkan seluruh kejadian diabadikan dalam foto, agar ia pun bisa menyaksikannya. Sepekan kemudian Si Mata Satu tiba kembali di Madras, beserta bom-bom hidupnya. Thanu (Dhanu) alias Gayatri dan Shubha alias Shalini, dua anggota pasukan cewek Macan Tamil. Kedua gadis itu kebetulan keponakan Shivarasan sendiri. Inilah saat-saat menyiapkan bahan peledak. Arivu memilih RDX atau cyclotrimethylene trinitramine, bahan peledak plastik berwarna kuning. Tak sulit bagi orang-orang Macan Tamil di Tamil Nadu mendapatkan bahan peledak seperti itu. Kira-kira tergambarlah kegiatan rencana pembunuhan besar di balik kehidupan sehari-hari di Madras sebagai berikut. Thanu dan Shubha menunggu saat bertugas di rumah Malini. Di tempat lain Shivarasan sibuk dengan Pias, Jaykumaran, dan Arivu. Masih belum juga diberi tahu rencana detailnya, Arivu diminta merakit bom yang mudah disembunyikan di bawah baju, dan pas dililitkan di pinggang wanita. Arivu, tanpa bertanya sasaran yang tetap dirahasiakan, segera merancang bom ikat pinggang yang bisa menyimpan enam bom yang masing-masing berukuran sebesar granat. Supaya cukup enak dipakainya, akhirnya dibuatlah rancangan semacam jaket. Rencana yang dibuat Arivu komplet dengan kawat perak penghubung bom dan punya dua tombol. Perangkat peledak itu digerakkan oleh batere berukuran 9 milimeter. Rupanya, Shivarasan puas melihat rancangan Arivu. Lalu ia menyuruh Murugan mencari penjahit, untuk membuat jaket itu. Bahan dari semacan kain dril, denim namanya, dianggap aman untuk menyangga bom seberat sekilo itu. Setelah jaket denim dengan rancangan khusus selesai dijahit, Arivu dengan hati-hati memasang bom ke dalamnya. Bahan peledak yang akhirnya merontokkan tubuh Rajiv Gandhi dan 16 orang lainnya itu pun siap digunakan. Shivarasan mulai melakukan uji coba. Upaya pertama dilakukan pada 21 April, ketika Rajiv Gandhi berkampanye di Pantai Marina, di Madras. Kampanye ini diabadikan dalam foto oleh Ravi Shankaran, dan Shubha Agency membuat rekaman videonya. Di Pantai Marina ini, Thanu, calon bom hidup itu, dalam gladi resik ini gagal mencoba terlalu dekat pada Rajiv. Gladi resik kedua dilakukan pada 12 Mei, dalam acara kampanye Vismanath Pratap Singh di Arkonam, 40 km dari Madras. Kali ini latihan berjalan mulus: Thanu berhasil menyentuh kaki Singh. Saat Thanu menyentuh kaki Singh itulah Shubha Agency merekamnya dalam video. Rekaman itu kini disimpan oleh tim Pengusut Khusus pemerintah India. Menganggap uji coba berhasil, Shivarasan mulai mencari waktu terbaik untuk adegan sebenarnya. Dipilihlah waktu Gandhi berkampanye di Sriperumpudur, 40 km dari Madras, pada 21 Mei. Ini merupakan hari kampanye terakhir. Pagi 20 Mei, Shivarasan tiba di rumah Nalini. Ia mengempit kliping koran tentang rencana rinci acara jumpa publik Rajiv di Sriperumpudur pada 21 Mei. Saat inilah Shivarasan menentukan jam pembunuhan. Segera, anggota tim pembunuh itu masing-masing menjalankan tugasnya. Ravi Shankaran memerintahkan Haribabu membeli untaian bunga, yang bakal dikalungkan oleh Thanu ke leher Rajiv. Haribabu juga diperintahkan menemui Shivarasan dan lainnya di rumah Nalini, petang 21 Mei. Haribabu minta kamera pada Shankaran berikut satu rol film. Shankaran, entah mengapa, tidak memberikan kamera miliknya sendiri, melainkan kamera pinjaman. Malam 20 Mei dilalui dengan bersantai-santai. Para dalang pelaku menonton film. Tak seorang pun tampak grogi, termasuk para wanita, termasuk Thanu, yang bakal menjadi bom hidup. Shubha mencobakan jaket denim pada Thanu. Kaca mata penyamaran untuk Thanu pun dicobakan pertama kalinya. Esok paginya, pada pukul 04.30 tepat, Nalini, Shubha, Thanu, dan Shivarasan berangkat menemui Haribabu di Parry's Corner, dekat stasiun bus kota Madras. Di situ Haribabu sudah menunggu dengan karangan bunga di tangan. Kelima orang itu naik bus, dan tiba di Sriperumpudur pukul 8 malam. Langsung mereka mengambil tempat di tempat duduk VIP. Seorang polisi wanita yang bertugas di situ menegur, menanyakan maksud kedatangan mereka. Haribabu menjawab, ia wartawan foto yang diperintahkan memotret ketika Thanu mengalungkan karangan bunga pada Rajiv Gandhi. Polisi wanita itu lalu memberi tahu bahwa Rajiv masih belum tiba. Jadi, mereka tak perlu datang secepat ini. Sang polisi juga mengatakan seharusnya fotografer bergabung dengan wartawan lainnya, bukannya duduk di tempat VIP. Mereka pun lalu menyingkir. Shubha dan Nalini berbaur dengan massa. Shivarasan, yang menyelipkan pistol di pinggang, berada di pojok lain. Thanu dan Haribabu berdiri dekat hamparan karpet merah, yang bakal dilewati Rajiv. Rajiv tiba pukul 10 malam. Seperti biasa, ketua Partai Kongres ini langsung dikerumuni orang yang berusaha mengalungkan karangan bunga. Ansuya, polisi wanita tadi, mencegah Thanu mendekati Rajiv. Tapi, kata Rajiv, seperti yang kemudian dituturkan Ansuya pada Tim Penyelidik, "Biarkan semua orang mendapat kesempatan." Ansuya pun menyingkir, dan ini yang membuatnya tak ikut terkena ledakan bom. Sebab, ketika itulah Thanu mendekat ke Rajiv, mengalungkan untaian bunga, lalu membungkuk, seperti hendak menyentuh kaki Rajiv. Dan Rajiv pun ikut membungkuk, untuk mengangkat sang gadis kembali berdiri. Dan ketika itulah, agaknya, tangan kanan Thanu menekan sakelar bom. Rajiv, Thanu, beserta beberapa orang di sekitar itu tewas. Segera setelah ledakan itu, Nalini dan Shubha pergi ke stasiun bus. Di sana mereka bertemu Shivarasan, yang memberi tahu kematian Rajiv, Thanu, dan Haribabu. Mereka menyingkir ke rumah Shivarasan di Porur. Si Mata Satu kemudian menelepon Shubha Sundaraman, memberi tahu bahwa kamera yang dibawa Haribabu tak ikut hancur, seperti yang direncanakan. Sundaram diperintahkan mengambil kamera itu. Namun, keributan marak. Mereka terpaksa mendekam di rumah. Dan kamera Haribabu sudah berada di tangan polisi. Polisi bergerak cepat. Mereka mendatangi Rumah Sakit Umum Madras untuk menanyai para saksi mata yang cedera. Ansuya, polisi wanita yang mencoba mengusir Thanu, memberikan keterangan tentang "orang-orang mencurigakan" yang dilihatnya berkeliaran dengan seorang juru foto. Saat itu, film dalam kamera yang ditemukan sudah dicek. Keterangan Ansuya membuat para pengusut mencurigai orang-orang yang ada dalam foto, termasuk seorang wanita berkaca mata yang memegang karangan bunga. Esoknya, Ansuya memastikan orang-orang dalam foto itulah yang dijumpainya. Penyelidik Khusus sekali lagi mendatangi tempat kejadian. Mereka menemukan serpihan-serpihan pakaian Thanu, potongan ikat jaket yang masih ditempeli serpihan daging manusia. Juga dijumpai dua tombol, kawat, dan batere. Serpihan daging yang melekat di sisa-sisa bom itu sesuai dengan potongan daging yang melekat di jaket. Itulah yang memastikan adanya bom hidup dalam pembunuhan itu. Suatu penangkapan di tempat lain memberi jalan pada Tim Penyelidik. Pada 25 Mei, Shankar, anggota Macan Tamil, ditangkap di pelabuhan Madras. Ia mengaku pada polisi ditugaskan oleh pemimpin Macan Tamil Pirabhakaran membunuh seorang Macan Tamil yang diberi suaka oleh pemerintah India. Ketika diperlihatkan foto-foto yang diambil oleh Haribabu, Shankar pun ngoceh. Ia mengindentifikasi pria berpakaian Kurta dalam foto yang disebutnya Raghuvaran (ternyata Shivarasan), pakar bahan peledak kepercayaan Pirabhakaran. Dari buku catatan yang dibawa Shankar, didapat nomor telepon dengan dua nama Nalini dan Murugan. Tim Penyelidik Khusus pun akhirnya sampai pada dua juru foto: Shubha Sundaram dan Ravi Shankaran, yang berusaha keras mencari kamera Haribabu. Kedua fotografer itu pun ditangkap. Akhirnya, satu per satu tim pembunuh tertangkap. Tim Penyelidik bisa merekonstruksi rencana pembunuhan setelah menangkap Murugan dan Nalini, pada 14 Juni. Keduanya dipergoki ketika naik bus, diduga hendak lari ke Sri Lanka. Tinggal, buruan utama, Si Jack Bermata Satu alias Shivarasan, alias Raghuvaran, alias Sivarajan, yang masih belum tertangkap. Ada yang bilang ia masih bersembunyi di India, dilindungi jaringan pendukung Macan Tamil. Farida Sandjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus