Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pondok Pesantren Putri Darul Amal di Kampung Buni, Desa Buni Bakti, Babelan, Bekasi, tampak sepi pada Kamis siang pekan lalu. Sebuah warung pecel lele dan koperasi pesantren di depannya tutup. Di pondok itulah Omarkhayam Romato Maute, pemimpin kelompok Maute di Provinsi Lanao del Sur, Filipina, pernah bermukim selama dua tahun sejak 2009.
Omar--sebutan bagi Omarkhayam--menikah dengan Minhati Madrais, putri KH Madrais Hajar, pemimpin pondok pesantren tersebut. Keduanya bertemu saat kuliah di Al-Azhar, Kairo. Omar mengambil jurusan tafsir dan Minhati syariah. Minhati disunting Omar pada 2008. Setahun kemudian, setelah lulus kuliah, mereka ke Bekasi.
"Di sini, saya minta mereka menjadi pendidik," ujar KH Madrais Hajar, Kamis pekan lalu. Dia adalah mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bekasi dan anggota Dewan Syura Forum Anti Pemurtadan Bekasi, organisasi untuk menghadapi konversi agama Kristen di daerah itu.
Selama tinggal di Bekasi, kata Madrais, Omar tampak kurang cocok dengan masyarakat setempat. "Dia termasuk pengikut… yang kalau di Indonesia dikenal sebagai Wahabi."
Tak kerasan, Omar akhirnya memutuskan memboyong istrinya pulang ke Filipina. "Dia tak sependapat dengan saya. Saya mau mengarahkan dia menjadi pendidik, dia memilih pulang (ke Filipina). Ya, sudah, enggak pernah ada komunikasi lagi sejak itu," ujar Madrais.
Angkatan Bersenjata Filipina menyatakan Omar adalah wakil komandan kelompok Maute. Abdullah Maute, kakak kandung Omar, merupakan pemimpin utamanya. Keduanya bersama Isnilon Totoni Hapilon, pemimpin kelompok Abu Sayyaf di Basilan, kini diburu tentara Filipina setelah milisi dua kelompok itu menyerang Kota Marawi, Provinsi Lanao del Sur, Sabtu dua pekan lalu.
"Walaupun Isnilon Hapilon adalah amir untuk Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Asia Tenggara, sebetulnya otak peristiwa Marawi adalah keluarga Maute," kata Sidney Jones, Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), pekan lalu.
Namun nama Isnilon-lah yang paling mencuat. Dia menjadi terkenal setelah terlibat dalam penculikan 20 orang, termasuk tiga wisatawan Amerika Serikat, oleh kelompok Abu Sayyaf di Dos Palmas Resort di Palawan pada 2001. Seorang turis Amerika meninggal dieksekusi dan seorang lagi tewas di tengah baku tembak antara kelompok teroris dan tentara Filipina. Kini Amerika memasukkan Isnilon ke daftar orang paling dicari, dengan iming-iming US$ 5 juta atau sekitar Rp 66 miliar bagi siapa pun yang bisa menangkapnya.
Profil Isnilon masih gelap. Sejumlah media Filipina sebelumnya menyatakan lelaki kelahiran Sulu, 18 Maret 1966, itu pendakwah yang fasih berbahasa Arab dan insinyur lulusan University of the Philippines. Namun universitas itu membantah kabar bahwa Isnilon adalah alumnusnya. "Tak ada catatan bekas mahasiswa atau alumnus yang bernama Isnilon Hapilon," demikian pernyataan kampus itu pada Mei lalu.
Dalam laporannya yang dirilis pada Oktober 2016, IPAC menyatakan Isnilon tak pandai berbahasa Arab dan Inggris serta pengetahuan keagamaannya terbatas. "Dipilihnya dia (sebagai pemimpin ISIS Asia Tenggara) boleh jadi mencerminkan hubungan lamanya dengan jihadis asing, komunikasinya dengan orang-orang Asia Tenggara yang berafiliasi ke ISIS di Suriah, kendalinya atas kawasan, atau keinginannya sendiri untuk peran tersebut," kata IPAC.
Ali Fauzi, bekas kombatan Moro, menilai bahwa Isnilon bukanlah figur utama di kelompok Abu Sayyaf. "Isnilon lebih terkenal karena menyambut seruan ISIS untuk membentuk khalifah versi mereka," ujar adik Ali Imron, narapidana pelaku bom Bali I, itu.
IPAC memaparkan, ada empat kelompok besar pendukung ISIS di Mindanao dan kawasan sekitarnya. Keempatnya adalah kelompok Maute, faksi kelompok Abu Sayyaf di Basilan pimpinan Isnilon Hapilon, Ansarul Khilafah Filipina (AKP) pimpinan Mohammad Jaafar Maguid alias Tokboy di luar Provinsi Sarangani dan Sultan Kudarat, serta Bangsamoro Islamic Freedom Fighters, pecahan dari kelompok Front Pembebasan Islam Moro (MILF). Pada mulanya mereka bergerak sendiri-sendiri, tak memihak ISIS.
Setelah Isnilon menyatakan sumpah setia kepada ISIS pada Juli 2014, satu per satu kelompok itu mengikutinya. Isnilon kemudian mendirikan negara Islam mini di Basilan dengan menegakkan sejumlah aturan. Masyarakat hanya boleh berladang bila sudah menyatakan setia kepada ISIS, misalnya, dan orang-orang Isnilon akan merusak ladang mereka yang menolak. Ini termasuk pemilik ladang besar yang ladangnya dinyatakan sebagai "milik Allah".
Sebuah video yang disiarkan pada 4 Januari 2016 menunjukkan bahwa empat kelompok pendukung ISIS di kawasan Mindanao yang semula terpisah itu bersatu di bawah pimpinan Isnilon. "Kalau terstruktur tidak, tapi kerja sama antara Isnilon dan kelompok-kelompok lain itu lebih dilandasi kesamaan visi dan misi," tutur Ali Fauzi.
Menurut Ali, terbentuknya koalisi ini berawal dari pecahnya MILF menjadi dua. Satu kelompok memihak MILF pimpinan Haji Murad Ebrahim, tokoh kunci dalam perundingan damai dengan pemerintah Filipina. Mereka mendukung pembentukan wilayah otonomi muslim Mindanao dan ingin menghentikan perlawanan bersenjata. Kelompok kedua adalah MILF versi kelompok Maute yang ingin memerangi terus pemerintah untuk mencapai kemerdekaan Bangsamoro, yang meliputi Mindanao dan kawasan sekitarnya.
"Pemisahan ini terjadi akibat ketidakpuasan kelompok Maute terhadap kebijakan Haji Murad," kata Ali. "Sejak munculnya ISIS, ada gayung bersambut. Visi-misi Isnilon sesuai dengan Maute. Nyambung."
Langkah pemerintah untuk memerangi mereka tidaklah mudah. "Mereka tumbuh dan berkembang di daerah konflik," ujar Ali. "Mereka ahli memegang senjata, ahli memainkan bom. Hidup susah, makan nasi-garam itu sudah biasa." Isnilon, yang tumbuh dalam suasana itu, kata Ali, menguasai betul seni gerilya.
Ali memperkirakan pengangkatan Isnilon sebagai pemimpin ISIS Asia Tenggara adalah satu langkah menuju terbentuknya wilayat atau provinsi jauh ISIS di Filipina. "Marawi ditargetkan sebagai qoidah aminah (tempat yang aman) oleh kelompok ini," ujarnya.
Namun Isnilon kini dikabarkan sedang terluka parah akibat serangan udara tentara pemerintah ke Basilan, markas utamanya, dua bulan lalu. Sumber The Star Online, media Malaysia, menyatakan, bila Isnilon tewas, Mahmud Ahmad alias Abu Handzalah disiapkan sebagai penggantinya.
Mahmud adalah warga Malaysia dan bekas dosen Universiti Malaya yang bergabung ke kelompok Abu Sayyaf. Dia dilatih di kamp Al-Qaidah di Afganistan di bawah Usamah bin Ladin ketika kuliah di Islamabad Islamic University, Pakistan, akhir 1990-an.
Kurniawan, Linda Trianita, Adi Warsono (Bekasi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo