Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Wali Kota Depok Mohammad Idris menyebut hasil riset Setara Institute bahwa Depok Kota Paling Intoleran adalah tidak ilmiah dan asal bunyi. Dia minta hasil riset tersebut dipaparkan kepada masyarakat dan metodologinya seperti apa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Harus dikaji secara ilmiah dan jangan asbun (asal bunyi), kalau tujuannya mau menjatuhkan pemerintah misalnya, jadi wali kota aja dulu, kita bersaing secara sehat, jangan komentar-komentar jahat seperti itu,” kata Idris di Depok, Senin, 4 April 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Idris mempertanyakan indikator intoleran yang digunakan Setara Institute. “Yang namanya riset itu enggak sembarangan, tapi ilmiah dan rasional, silakan diadu dengan riset-riset yang lain," ujarnya.
Dia meminta Setara Institute agar menanyakan langsung dengan warga Kota Depok tentang kondisi kota belimbing itu. "Apakah selama ini orang Depok toleran atau tidak terhadap minoritas, toleran enggak dengan lain suku. Selama ini enggak ada orang Betawi dengan orang Sunda berantem, enggak ada, itu kan konflik,” ujarnya. “Kalau misalnya persoalan Ahmadiyah, di mana titik intolerannya?"
Dalam perizinan rumah ibadah, Idris mengatakan selalu memberikan surat keputusan (SK) pendirian gereja jika sudah disetujui oleh FKUB. Dirinya tidak pernah menolak.
“Jadi indikasi intolerannya itu apa? Kalau MUI berani mencabut fatwa sesatnya Ahmadiyah silakan, ini kan fatwanya masih ada, ada SKB 3 Menteri, kami menjalankan itu,” kata Idris.
Wali Kota Depok itu mengatakan pemerintah kota hanya menghentikan kegiatan penyebaran Ahmadiyah yang memang dilarang. "Penyegelan itu mengantisipasi keamanan, sebab masyarakat sekitar enggak nyaman, justru kami jaga mereka. Kalau dibiarkan mereka diserang, kami akan kena UU HAM.”
Mohammad Idris menambahkan, berbeda dengan hasil riset Setara Institute, riset Universitas Indonesia (UI) menunjukkan Kota Depok cukup toleran. “Itu survei UI loh, Ibu Chusnul Mar’iyah dan kawan-kawan sudah melakukan itu. Silahkan didiskusikan oleh mereka, kalau kami intoleran akan kami perbaiki. Depok tetap jadi kota yang toleran kok,” ujarnya.
Pada 30 Maret lalu, SETARA Institute merilis hasil riset bahwa Depok berada di urutan ke-93 dari 93 kota di Indonesia dalam penilaian Indeks Kota Toleran (IKT) 2021. Penilaian Indeks Kota Toleran, terdiri dari delapan indikator. Penilaian tersebut antara lain Rencana Pembangunan, Kebijakan Diskriminatif, Peristiwa Intoleransi, Dinamika Masyarakat Sipil, Pernyataan Publik Pemerintah Kota, Tindakan Nyata Pemerintah Kota, Heterogenitas agama, dan Inklusi Sosial Keagamaan
"Problem utama di Depok dua hal ya, itu sebenarnya bobotnya tinggi. Pertama adalah adanya produk-produk hukum yang diskriminatif, existing, dan efektif dijalankan pemerintah," ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani di Menteng, 30 Maret 2022.
Problem kedua, Wali Kota Depok pernah menginstruksikan penutupan Masjid Al Hidayah, yang disebut sebagai tempat ibadah Ahmadiyah, pada Oktober 2021. Selain itu, Ismail mengatakan warna religius di Kota Depok sangat didominasi oleh Islam.
Hal itu, kata Ismail, terlihat dari banyaknya ruang publik hingga sektor properti perumahan Islami. Menurut Ismail, hal tersebut sebagai bagian dari proses segregasi yang dipicu oleh kepemimpinan politik di tingkat lokal
"Kita bisa melihat bagaimana tidak terbukanya kepala daerah Depok terhadap kemajemukan," kata Ismail.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Baca juga: Disdik Depok Meminta Warganya Khatam Al-Quran dan Bersedekah Selama Ramadan