Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Di Aras Belum Ditanggapi

Desa aras di sumut terkena limbah polusi PT. Majin persawahan & perikanan rusak, tapi pengaduan yang diajukan belum juga ditanggapi pejabat setempat. Kerusakan lahan pertanian meliputi 400 dari 695 Ha. (kt)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDUDUK dukuh Tapak Kecamatan Tugu di Semarang masih untung. Sekalipun tuntutan ganti rugi mereka kepada PT SDC yang bertanggungjawab atas terjadinya pencemaran di Kecamatan Tugu belum seratus persen berhasil, beberapa pejabat masih ada yang bersedia memikirkannya. Di desa Aras jauh di Kabupaten Asahan di Sumatera Utara sambutan pejabat atas teriakan penduduk mengenai pencemaran jauh lebih sepi. Padahal mereka sudah mengadu sejak 1972 lalu. Bermula, ketika itu ikan-ikan di parit yang juga menjadi penunjang hidup penduduk Aras di samping pertanian pada mati. Sernula mereka menganggap ada orang yang sengaja mengendrinnya. Tapi ketika kemudian ikan lele di kolam-kolam yang juga mendapat aliran air parit tadi ikut mati, kecurigaan pun timbul. Setelah ditelusuri ternyata biang keroknya adalah kotoran yang dibuang pabrik getah karet PT Majin. Protespun dilancarkan. Berbagai pejabat, mulai dari Camat, polisi sampai tim dari dinas pertanian beberapa waktu sempat turun. Sebegitu jauh hasilnya tidak dirasakan penduduk. "Buktinya pabrik itu tetap membuang kotoran ke sawah-sawah kami," seperti dikatakan Sarbo Effendy (50) Kepala Lembaga Sosial Desa (LSD) Desa Aras kepada Nian Poloan dari TEMPO. Kotoran yang dibuang pabrik getah tadi memang sampai Juga ke sawah-sawah penduduk. Sebab kotoran itu dibuang ke Sungai Tanjung dan air sungai itu sewaktu-waktu melimpah ke sawah mereka. Protes penduduk tidak berkepanjangan karena dengan usaha sendiri mereka berhasil mencegah limpahan sungai itu dengan membuat tanggul-tanggul di kiri kanannya. Padipun Mati Kendati begitu persoalan belum sepenuhnya beres. Awal Mei kemarin penduduk baru saja selesai menanam padi. Dua minggu pertama kelihatan subur. Tapi memasuki minggu ketiga tanaman itu mulai layu. Akhirnya mati. Sementara itu tali-tali air yang selama ini mengairi sawah penduduk dan yang sehari-hari juga digunakan mencuci, mandi dan sekaligus buang hajat besar maupun kecil mengalami perubahan: jika kena kulit menyebabkan rasa gatal. Pardi sebagai kepala desa membenarkan kelainan ini. Belakangan disebut-sebut air yang sekarang tampak berminyak itu mempunyai bau amoniak dan asam cuka. Tanaman yang rusak meliputi 400 dari sekitar 695 hektar sawah di Desa Aras. Pengaduanpun kembali dilancarkan kepada berbagai pihak. Biang keroknya tetap PT Madjin. Tanggul-tanggul di kiri kanan sungai Tanjung yang selama ini membentengi sawah penduduk di sana sini rupanya bocor. Tanggapan pihak berwenang terhadap pengaduan penduduk sekali ini masih harus ditunggu. Kendati karena pengalaman di masa lalu penduduk sangsi apakah pengaduan itu akan ditanggapi serius ataukah tidak. Untungnya di samping Lurah Pardi, Camat Air Putih Zulkarnaen BA juga menyadari kesulitan yang dialami penduduk. Menurut Zulkarnaen, laporan sudah disampaikan kepada Bupati Asahan. Tapi belum ada jawaban.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus