SEORANG laki-laki tengah baya masuk. Sambil menyandarkan
tubuhnya ke meja yang mirip meja bar, dia cuma berkata "Biasa,
satu." Seorang pegawai yang jabatannya mirip bartender mahfum.
Diambilnya gelas, diramunya beberapa serbuk dan gelas yang dua
pertiga berisi cairan berwarna coklat pekat disodorkan ke
lakilaki tersebut. Sekali teguk habis, ke luar dompet dan
dibayarlah harga Rp 350.
Masuk lagi langganan lain. Ia hanya berkata: "Nomor 23." Si
bartender, sekali lagi mengerjakan hal yang sama.
Selalu ada saja orang masuk secara bergiliran. "Malahan kalau
malam hari lebih rame," ujar salah seorang bartender. Berkata
begitu ia menunjuk ke bangku-bangku panjang yang memenuhi tembok
ruangan penjual jamu Empek Cirebon di bilangan Jatinegara,
Jakarta.
"Pasien" Empek Cirebon cukup banyak. Pria wanita dan anak-anak.
Di dinding, selain kalender, ada terpampang nama 43 macam jamu,
untuk diminum di situ atau dibawa pulang. Karena itu banyak pula
yang membawa botol atal tempat minum. Dari deretan rumah yang
tidak berpekarangan itu rumah Empek Cirebon paling keren.
Bertingkat dua, bertembok kukuh, bahkan di ruang tempat menjual
jamu, ada pesawat close circuit teve.
Selalu Laris
Sudahlah pasti, penghasilan Empek Cirebon jauh lebih banyak
dengan praktek-praktek dokter. Harga jamu untuk mengobati
penyakit kencing (darah, nanah atau batu), sariawan atau pegal
linu, Rp 250 sekali minum. Beberapa jamu istimewa harganya lebih
tinggi. Tetapi jamujamu yang berpredikat seram seperti "lemah
syahwat", "mani encer" sekali teguk tarifnya Rp 350.
Yang istimewa, yang bernama jamu "Jakarta-Bandung". Jamu yang
terakhir ini banyak dipesan pria, sementara jamu "sehat lelaki"
banyak diminum oleh supir bertrayek luar kota.
"Yang ini cuma boleh diminum oleh lelaki," ujar si bartender
sambil menuding jamu bermerk "Jakarta Bandung." Seorang wanita
setengah baya turut menimpali: "Iya, tapi kalau buat isteri
jangan deh. Kasihan." Jamu bernomor 24 itu tampaknya istimewa.
Katanya semacam jamu agar kaum pria "tangguh dan sanggup"
bertempur dalam jangka waktu Jakarta-Bandung dengan kendaraan
kereta-api. Jadi kira-kira 3 jam. Satu pertempuran seru juga
tentunya. Manjur tidaknya, tidak jelas. Yang terang, Empek
Cirebon selalu laris dan ini telah berlangsung sejak zaman
"normal," artinya sebelum Jepang menyerbu Indonesia.
Resep jamu, tentu saja menjadi rahasia perusahaan. Yang
meneruskan usaha penjualan jamu Empek Cirebon yang sudah
meninggal ini adalah anak cucunya. Warung jamu yang satu ini
juga tidak memerlukan publikasi apapun. Apalagi iklan. Ia beken
dengan sendirinya dari mulut ke mulut "pasien"nya.
Berbeda dengan seorang sinshe di jalan Kebahagiaan, Jakarta Kota
yang gencar beriklan. Ia katanya bisa menyembuhkan "potensi
kejantanan di luar dugaan," di samping bisa "mencetak" ukuran
vital yang ideal. Dari sekian banyak sinshe yang berpraktek
semacam ini ada juga di antaranya menyebutkan ruangan prakteknya
ber-ac, tempat parkir gratis dan segala macam hal yang bisa
memuaskan pelayanan.
Praktek penyembuhan impotensi alias lemah syahwat memang
menjamur di beberapa kota besar. Biarpun mereka mendapat izin
resmi untuk usaha ini, jaminan sembuh bagi para "pasien" beum
tentu bisa dijamin (lihat box).
Beberapa di antaranya bahkan memasang tarif cukup tinggi. Klinik
tradisionil "Mitra Jaya" misalnya bahkan memasang tarif Rp 2.500
untuk pijat biasa. Pijat istimewa (untuk penyembuhan khusus) Rp
5.000. Bahkan untuk penyakit "lemah syahwat" dan kencing manis,
tarifnya Rp 10.000. Meska, pimpinan klinik tersebut yang
bertubuh besar dan berkumis tebal menganjurkan agar "pasien"
datang berturut-turut sebanyak 6 kali. "Baru bisa sembuh," ujar
Meska dan dia menaksir biaya keseluruhan sekitar Rp 75.000.
Jaminan sembuh, tentu saja tidak ada. Seperti keluhan seorang
pria berusia 60 tahun. Untuk menjadikan "pria perkasa"
seusianya, dia datang ke Mitra Jaya. "Semua obat sudah saya
minunn kok nggak ada bedanya," keluh si bapak tersebut. Meska
menjawab: "Lho, dites di sini baik. Apa bapak nyoba di luar?"
Tidak manjurnya pengobatan model beginian selalu dijatuhkan
kepada penderita yang dianggap melanggar syarat. Seperti juga
Empek Cirebon, Mitra Jaya rupanya juga didatangi banyak
pengbnjung. Mengaku lahir di Padang 38 tahun lalu, Meska hanya
berkata tentang ramuannya: "Obat-obatan bikin sendiri. Ada yang
dari India, tetapi kebanyakan dari Arab."
Sinshe Hans juga bisa menyembuhkan segala macam penyakit seperti
Meska. Cuma caranya berbeda. Dia bahkan bisa mengobati pria
(pasiennya memang pria semua) menjadi "pria bahagia". Mengaku
murid seorang sinshe berasal dari Shanghai, Hans Sutisna (30
tahun) mempunyai alat khusus yang bisa mendandani ukuran vital
yang dianggap pendek atau kecil menjadi king size.
Alat khusus ini bekerja sederhana. Menyerupai cara kerja sebuah
alat penyedot, "sang vital" pertama kali diolesi vaselin.
Kemudian dimasukkan dalan tabung gelas yang pangkalnya diberi
karet tipis. Ujung yang lain, pipa karet menghubungkan tabung
dan sedikit demi sedikit, udara dalam tabung dikeluarkan. Dalam
tabung yang kini jadi tanpa udara ini, "sang vital" disedot
hingga mengembung, membesar dan memanjang. Hal ini -- hampa
udara - berjalan selama 30 menit. Setelah itu, pasien diberi
minuman anggur campur ramuan jamu yang juga menjadi rahasia
sinshe Hans sendiri.
Hans pasang tarif lumayan rendahnya dibanding Meska. Sekali
datang dia tarik ongkos Rp 800. Untuk mereka yang mengidap
impotensi, memerlukan perawatan 3 bulan. Untuk "sang vital" yang
dirasa kurang ideal, bisa jadi "ideal kira-kira 6 bulan," kata
Hans "dan paling banter bisa bertambah 2 cm." Sebulan Hans
rata-rata menerima "pasien" sekitar 50-60 orang.
Klinik-klinik begjnian ini, terlalu banyak untuk disebttkan
satu per satu. Rupanya kaum pria memang banyak yang gawat.
Sementara manjur tidaknya pengobatan jenis ini tidak seorangpun
bisa menjamin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini