Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Yang vital antara jakarta-bandung

Praktek penyembuhan penyakit di luar dunia kedokteran masih tetap laris di zaman modern ini. ramuan obat penjual jamu atau sinshe yang mahal tetap dicari walaupun jaminan sembuh belum pasti. (ils)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG laki-laki tengah baya masuk. Sambil menyandarkan tubuhnya ke meja yang mirip meja bar, dia cuma berkata "Biasa, satu." Seorang pegawai yang jabatannya mirip bartender mahfum. Diambilnya gelas, diramunya beberapa serbuk dan gelas yang dua pertiga berisi cairan berwarna coklat pekat disodorkan ke lakilaki tersebut. Sekali teguk habis, ke luar dompet dan dibayarlah harga Rp 350. Masuk lagi langganan lain. Ia hanya berkata: "Nomor 23." Si bartender, sekali lagi mengerjakan hal yang sama. Selalu ada saja orang masuk secara bergiliran. "Malahan kalau malam hari lebih rame," ujar salah seorang bartender. Berkata begitu ia menunjuk ke bangku-bangku panjang yang memenuhi tembok ruangan penjual jamu Empek Cirebon di bilangan Jatinegara, Jakarta. "Pasien" Empek Cirebon cukup banyak. Pria wanita dan anak-anak. Di dinding, selain kalender, ada terpampang nama 43 macam jamu, untuk diminum di situ atau dibawa pulang. Karena itu banyak pula yang membawa botol atal tempat minum. Dari deretan rumah yang tidak berpekarangan itu rumah Empek Cirebon paling keren. Bertingkat dua, bertembok kukuh, bahkan di ruang tempat menjual jamu, ada pesawat close circuit teve. Selalu Laris Sudahlah pasti, penghasilan Empek Cirebon jauh lebih banyak dengan praktek-praktek dokter. Harga jamu untuk mengobati penyakit kencing (darah, nanah atau batu), sariawan atau pegal linu, Rp 250 sekali minum. Beberapa jamu istimewa harganya lebih tinggi. Tetapi jamujamu yang berpredikat seram seperti "lemah syahwat", "mani encer" sekali teguk tarifnya Rp 350. Yang istimewa, yang bernama jamu "Jakarta-Bandung". Jamu yang terakhir ini banyak dipesan pria, sementara jamu "sehat lelaki" banyak diminum oleh supir bertrayek luar kota. "Yang ini cuma boleh diminum oleh lelaki," ujar si bartender sambil menuding jamu bermerk "Jakarta Bandung." Seorang wanita setengah baya turut menimpali: "Iya, tapi kalau buat isteri jangan deh. Kasihan." Jamu bernomor 24 itu tampaknya istimewa. Katanya semacam jamu agar kaum pria "tangguh dan sanggup" bertempur dalam jangka waktu Jakarta-Bandung dengan kendaraan kereta-api. Jadi kira-kira 3 jam. Satu pertempuran seru juga tentunya. Manjur tidaknya, tidak jelas. Yang terang, Empek Cirebon selalu laris dan ini telah berlangsung sejak zaman "normal," artinya sebelum Jepang menyerbu Indonesia. Resep jamu, tentu saja menjadi rahasia perusahaan. Yang meneruskan usaha penjualan jamu Empek Cirebon yang sudah meninggal ini adalah anak cucunya. Warung jamu yang satu ini juga tidak memerlukan publikasi apapun. Apalagi iklan. Ia beken dengan sendirinya dari mulut ke mulut "pasien"nya. Berbeda dengan seorang sinshe di jalan Kebahagiaan, Jakarta Kota yang gencar beriklan. Ia katanya bisa menyembuhkan "potensi kejantanan di luar dugaan," di samping bisa "mencetak" ukuran vital yang ideal. Dari sekian banyak sinshe yang berpraktek semacam ini ada juga di antaranya menyebutkan ruangan prakteknya ber-ac, tempat parkir gratis dan segala macam hal yang bisa memuaskan pelayanan. Praktek penyembuhan impotensi alias lemah syahwat memang menjamur di beberapa kota besar. Biarpun mereka mendapat izin resmi untuk usaha ini, jaminan sembuh bagi para "pasien" beum tentu bisa dijamin (lihat box). Beberapa di antaranya bahkan memasang tarif cukup tinggi. Klinik tradisionil "Mitra Jaya" misalnya bahkan memasang tarif Rp 2.500 untuk pijat biasa. Pijat istimewa (untuk penyembuhan khusus) Rp 5.000. Bahkan untuk penyakit "lemah syahwat" dan kencing manis, tarifnya Rp 10.000. Meska, pimpinan klinik tersebut yang bertubuh besar dan berkumis tebal menganjurkan agar "pasien" datang berturut-turut sebanyak 6 kali. "Baru bisa sembuh," ujar Meska dan dia menaksir biaya keseluruhan sekitar Rp 75.000. Jaminan sembuh, tentu saja tidak ada. Seperti keluhan seorang pria berusia 60 tahun. Untuk menjadikan "pria perkasa" seusianya, dia datang ke Mitra Jaya. "Semua obat sudah saya minunn kok nggak ada bedanya," keluh si bapak tersebut. Meska menjawab: "Lho, dites di sini baik. Apa bapak nyoba di luar?" Tidak manjurnya pengobatan model beginian selalu dijatuhkan kepada penderita yang dianggap melanggar syarat. Seperti juga Empek Cirebon, Mitra Jaya rupanya juga didatangi banyak pengbnjung. Mengaku lahir di Padang 38 tahun lalu, Meska hanya berkata tentang ramuannya: "Obat-obatan bikin sendiri. Ada yang dari India, tetapi kebanyakan dari Arab." Sinshe Hans juga bisa menyembuhkan segala macam penyakit seperti Meska. Cuma caranya berbeda. Dia bahkan bisa mengobati pria (pasiennya memang pria semua) menjadi "pria bahagia". Mengaku murid seorang sinshe berasal dari Shanghai, Hans Sutisna (30 tahun) mempunyai alat khusus yang bisa mendandani ukuran vital yang dianggap pendek atau kecil menjadi king size. Alat khusus ini bekerja sederhana. Menyerupai cara kerja sebuah alat penyedot, "sang vital" pertama kali diolesi vaselin. Kemudian dimasukkan dalan tabung gelas yang pangkalnya diberi karet tipis. Ujung yang lain, pipa karet menghubungkan tabung dan sedikit demi sedikit, udara dalam tabung dikeluarkan. Dalam tabung yang kini jadi tanpa udara ini, "sang vital" disedot hingga mengembung, membesar dan memanjang. Hal ini -- hampa udara - berjalan selama 30 menit. Setelah itu, pasien diberi minuman anggur campur ramuan jamu yang juga menjadi rahasia sinshe Hans sendiri. Hans pasang tarif lumayan rendahnya dibanding Meska. Sekali datang dia tarik ongkos Rp 800. Untuk mereka yang mengidap impotensi, memerlukan perawatan 3 bulan. Untuk "sang vital" yang dirasa kurang ideal, bisa jadi "ideal kira-kira 6 bulan," kata Hans "dan paling banter bisa bertambah 2 cm." Sebulan Hans rata-rata menerima "pasien" sekitar 50-60 orang. Klinik-klinik begjnian ini, terlalu banyak untuk disebttkan satu per satu. Rupanya kaum pria memang banyak yang gawat. Sementara manjur tidaknya pengobatan jenis ini tidak seorangpun bisa menjamin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus