Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Warga tapak, setelah pencemaran

Sudah 2 1/2 th dukuh tapak kena limabh polusi dari pt.semarang diamond chemical. warganya risau karena tuntutan ganti rugi belum dipenuhi & justru akan dipindahkan. tuntutan 119 juta hanya dipenuhi 5,4 juta. (kt)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI Lingkungan Sedunia, 5 Juni mendatang, diharapkan membawa sedikit titik terang bagi warga Dukuh Tapak Kecamatan Tugu 10 km di barat Kota Semarang. Dukuh yang sejak 1976 masuk wilayah Kotamadya Semarang itu, sudah 2« tahun lamanya jadi korban polusi air buangan PT Semarang Diamond Chemical (SDC). Setelah berulang kali diprotes oleh penduduk yang kematian ikan dan udang, pabrik calcium citrate bermodal Jepang itu akhirnya memasang aerator (penyaring air buangan) buatan Amerika, awal Mei lalu. Namun seperti diungkapkan J. Soedardjo, jurubicara pabrik itu kepada TEMPO "baru akan dirasakan hasilnya sebulan kemudian." Jadi kira-kira awal Juni ini. Kendati demikian, masih ada dua hal yang merisaukan masyarakat Tapak yang jumlahnya sekitar 700 jiwa itu. Pertama, soal tuntutan ganti rugi mereka yang belum dipenuhi pihak pabrik. Dan kedua: ucapan ir Subijanto, Ketua BPKMD Jateng bahwa mereka -- dan sebagian besar penduduk Kecamatan Tugu lainnya -- akan dipindahkan untuk memberikan tempat bagi kawasan industri yang akan dibangun di utara jalan raya Semarang-Kendal. Sesuai dengan pembicaraan antara Direksi SDC dengan BKPMD Jateng, 17 Mei lalu, anak perusahaan Mitsubishi itu hanya berkewajiban membayar "uang penenang" sebesar Rp 5,4 juta kepada penduduk. Padahal tuntutan rakyat, sebagaimana dikalkulasi oleh panitia khusus yang dibentuk oleh Camat Tugu, adalah Rp 119 juta Karuan saja penduduk Tapak menyatakan keberatannya. Endapan "Uang Rp 5,4 juta itu, untuk biaya mengeruk kembali Kali Tapak saja belum cukup. Apalagi untuk mengganti kerugian tambak dan sawah kami yang sudah 2« tahun tidak berproduksi," ujar Slamet, seorang pemilik tambak yang tergolong sesepuh masyarakat dukuh itu. Pendangkalan Kali Tapak antara lain karena pada mulanya SDC membuang ampas padatnya bersama air buangannya ke kali itu. Di samping itu, endapan dari air buangan SDC di kali itu juga sudah menebal dan membusuk. Jadi boleh dikata sungai kecil itu harus dikeruk dan dikuras dulu sebelum airnya dapat dipakai mengaliri tambak maupun sawah. Mungkin itu sebabnya, Lurah Tugurejo, Zainal Arifin, yang juga duduk dalam panitia kecamatan urusan ganti rugi tersebut, tetap bertahan pada taksiran kerugian yang Rp 119 juta itu. Apalagi itu merupakan taksiran tahun lalu. Sedang sekarang penduduk Tapak dari hari ke hari terus menderita kerugian dengan merosotnya penghasilan mereka yang seperduanya kini jadi buruh pemecah batu. Adapun soal pemindahan penduduk, Zainal Arifin yang baru 4 tahun jadi lurah itu tak mau banyak bicara. "Saya perlu check dulu. Begitu pula Kamituwo (Kepala Dukuh) Tapak, Amat So'eb belum bersedia mengemukakan pendapatnya. Namun baik lurah maupun kamituwo, secara pribadi tak menyetujui pemindahan penduduk dari calon kawasan industri itu. Suara warga dukuh itu lebih keras dan tegas. Kata Usman, seorang petani tambak di Tapak: "Kami tidak mau pindah dari tanah tempat kelahiran kami ini." Juga Sukarno, satu-satunya mantri dan lulusan perguruan tinggi asal Tapak mendukung pendapat Usman. "Nanti sesudah polusi SDC dapat diatasi, kami kan bisa hidup makmur lagi," begitu pendapatnya, yang mendapat sambutan rekan-rekan sekampungnya yang Senin malam minggu lalu berkumpul di rumah kamituwo. Walhasil, posisi penduduk Kecamatan Tugu di utara jalan raya dan sepanjang pesisir itu serba terjepit. Mau tetap tinggal di situ, polusi tetap mengancam. Dengan hadirnya satu pabrik SDC saja di situ, Lurah Tugurejo sudah khawatir bahwa polusinya yang ke luar pesisir lewat Kali Tapak akan menyebar sepanjang pantai, terbawa oleh pasang-surut air laut dan Pulau Tirang Cawang yang menutupi muara Kali Tapak. Belum lagi kalau tambah banyak pabrik di sana. Namun kalau penduduk harus pindah dan ratusan Ha sawah tambak mereka diuruk, apakah itu bukan kerugian besar dari sudut pemecahan isi perut? Lagi pula ke mana penduduk Tugu mau dipindahkan dan siapa yang harus menanggung biayanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus