DENGAN kebakaran yang terjadi akhir bulan lalu, cukup memadai
bila Banjarmasin disebut sebagai kota juara dilalap api. Angka
dari Balaikota Banjarmasin mencatat, selama 9 bulan terakhir
(tahun ini) tersebut 53 kali kebakaran. Terbesar di antaranya
terjadi pertengahan Agustus lalu dengan melalap habis Pasar
Gelora Antasari, kebanggaan warga kota itu.
Klakaran di Kampung Bayiur akhir September itu sempat menelan
puluhan rumah. Di Antasari yang kerugian sampai sekitar Rp 800
juta. Jika ditilik penyebabnya pada bangunan-bangunan rumah
penduduk yang masih banyak menggunakan bahan mudah dijilat
api-ini semua sudah bukan rahasia lagi. Yaitu berdinding dan
berlantai papan dengan atap sirap ulin atau rumbia.
Jika bukan itu lagi soalnya, maka warga kota ini sudah lama juga
menuding ke tata letak bangunan dan keadaan kota pada umumnya.
Letak bangunan-bangunan serba semraut, dijepit gang-gang sempit.
Jalan-jalan yang ada sejak beberapa waktu belakangan ini tak
mungkin dilewati mobil pemadam kebakaran secara buru-buru --
serba rusak dan hanya pantas untuk jalan pedati. Lalu, lebih
penting lagi, kota ini hampir seluruhnya berdiri di atas air,
yaitu Sungai Barito dan anak-anaknya.
Dengan keadaan serupa itu tak sulit dibayangkan bahwa alat-alat
pemadam kebakaran amat sulit mencapai sasaran. Kota ini hanya
memiliki 3 unit mobil pemadam kebakaran (besar ditambah 2 unit
mobil pemompa kecil (portable pump) berikut 40 petugas, termasuk
supir. Dalam kebakaran-kebakaran yang terjadi umumnya hanya
mobil pemompa itu saja yang mampu mencapai sasaran. Sedang mobil
pemadam lainnya, kalau tidak terlambat muncul, pastilah ada di
antaranya sedang rusak. "Sebab ratarata mobil itu sudah berumur
18 tahun," tutur seorang petugas di asrama pemadam kebakaran
Jalan Kamboja Banjarmasin.
Klotok
Itu bila terjadi kebakaran di daratan. Tapi apa daya jika api
menggulung kawasan perumahan di atas atau tepi sungai. Warga
kota hanya mengerutkan kening. Padahal, "DPRD sudah berulangkali
mencantumkan dalam APBD biaya untuk membeli kapal pemadam
kebakaran," ungkap Hijaz Yamani, Ketua DPRD Kodya Banjarmasin.
Namun setiap kali pula Pemda berdalih tak punya anggaran cukup
untuk itu. Beberapa tahun lampau kota ini pernah memiliki sebuah
klotok (perahu dengan mesin tempel) pemadam kebakaran. "Tapi
sudah lama rusak," kata Zakaria Saberan, Ka-Humas Kodya
Banjarmasin.
Sementara Walikota Kamaruddin tetap menuding warga kota yang
lalai sebagai penyebab kebakaran, ia juga rupanya tak ingin
bicara panjang tentang pembelian kapal pemadam kebakaran. "Bila
ada yang memberi sumbangan tentu kita sambut dengan gembira,"
begitu ucap Kamaruddin. Dari pihak lain disamping tetap
memandang perlu segera membeli kapal pemadam kebakaran, juga
menilai agar tata letak bangunan di kota ini segera dibenahi.
Sebab drs. Aspul Anwar, bekas Walikota Banjarmasin dan sekarang
Wakil Ketua DPRD Kal-Sel misalnya melihat tata bangunan yang
semraut adalah pangkal utama empuknya kota ini bagi sasaran api.
Selain keadaan serupa itu memungkinkan api cepat merambat, juga
amat menghalangi mobil-mobil pemadam kebakaran mendekati
sasaran.
Kamaruddin mengakui kebenaran pendapat itu. Bahkan menurutnya,
"DPRD sudah berulangkali meminta Pemda melakukan penertiban
bangunan melalui pemutihan izin sebagai langkah pertama." Namun
rupanya tak semudah itu. "Jangankan memberi pemutihan izin,
penyelesaian izin-izin baru saja masih menumpuk," kata
Kamaruddin. Kalau begitu halnya, barangkali cerita mengenai
kebakaran di kota ini masih akan panjang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini