WARGA Kota Pontianak sudah bisa berceloteh secara langsung lewat
telepon. Karena Sentral Telepon Otomat (STO) di ibukota
Kalimantan Barat yang berpenduduk sekitar 300 ribu orang itu
telah diresmikan akhir bulan lalu .
Sentral telepon itu berupa seperangkat bangunan tak bertingkat
yang di halamannya mendekam 2 konteiner berisi peralatan telepon
otomat lengkap dan modern. Sek-Jen Dephub Achmad Tahir
menyaksikan peresmian peralatan yang melahap biaya Rp 2,02
milyar yang dilakukan Sekwilda Kal-Bar drs. Basuni Abubakar.
"Dengan terujudnva sentral telepon ini, masyarakat Pontianak
boleh lega," ucap ir. Boedi Santoso, Pengganti Sementara Dirut
Telekomunikasi. Sebelumnya, bila sesama warga kota ingin
berbicara lewat telepon, diperlukan waktu menunggu sedikitnya
seperempat jam. Maklum, dulu telepon di kota yang berpenduduk
mayoritas pedagang dan pengusaha itu, masih menggunakan sistem
manual. Yakni dengan cara harus minta sambungan ke sentral lebih
dulu.
Apalagi untuk interlokal. "Daripada melalui telepon, lebih baik
datang sendiri," kata seorang warga kota menggambarkan baga ana
lamanya menunggu sambungan telepon dulu. Dengan kapasitas 2.000
sambungan STO ini baru mampu berhubungan ke Jakarta, Cibinong
dan Bekasi--selain di dalam kota Pontianak sendiri.
"Kota Pontianak merupakan kota yang letaknya cukup strategis,"
ucap Sek-Jen Dephub Achmad Tahir, "kegiatan perekonomian di sini
amat tergantung pada sarana perhubungan yang cepat." Sementara
menurut ir. Boedi Sanroso "daerah ini memang mempunyai potensi
besar di sektor perekonomian, terutama hasil hutannya."
Tentang STO Pontianak yang masih mendekam dalam konteiner itu,
menurut Kepala Wilayah Telekomunikasi Kalimantan, Soeratmo,
memang bersifat sementara. "Masalahnya hanya karena persoalan
tanah," tutut Soeratmo. Sebab katanya, tanah peruntukan gedung
permanen STO Pontianak itu kurang baik karena terletak di tepi
pantai hingga agak lembek. Selain itu, juga di sekitarnya banyak
rumah rakyat yang dirasa mengganggu.
Tapi menurut sumber TEMPO di DitJen Postel di Jakarta sebenarnya
proyek STO Pontianak sudah harus selesai dalam Pelita II lalu.
Tapi karena kesulitan dana dan tanah, pelaksanaannya digeser ke
Pelita III. Untuk mempercepatnya dipakailah sistim konteiner
itu. "Selain biayanya murah, juga masalah tanah tak jadi soal,"
kata sumber itu, "tapi secara tehnis kekuatannya sampai 25
tahun."
Toh bukan persoalan mendesak. Karena menurut Ilyasin Yunus, 55
tahun, Kepala STO Pontianak, langganannya kini baru berjumlah
980 di samping yang menungu 500-an.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini