Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMISARIS Jenderal Polisi Suyitno Landung dituntut dua tahun penjara, Kamis pekan lalu. Ia dituntut untuk keterlibatannya dalam skandal suap penyidikan kasus pembobolan PT Bank Negara Indonesia Tbk. Sampai saat ini, dia adalah perwira polisi berpangkat tertinggi yang pernah diadili di meja hijau dengan tuduhan korupsi.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, jaksa Muhamad Hudi menegaskan bahwa Suyitno, bekas Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, terbukti menerima suap berupa sebuah mobil Nissan XTrail dari tersangka kasus pembobolan BNI Cabang Kebayoran Baru, Adrian Waworuntu. Mobil itu diberikan kepada Suyitno melalui konsultan bisnis Adrian, Ishak.
Kuasa hukum Suyitno, Adnan Buyung Nasution, menolak dakwaan jaksa. "Tidak ada bukti Suyitno menerima mobil itu dari memeras," katanya.
Pada hari yang sama, Ishak divonis empat tahun penjara untuk perannya dalam skandal suap BNI. Ketua majelis hakim, Efran Basuning, menilai Ishak terbukti memperkaya diri dengan uang hasil pembobolan BNI. Ishak tidak menerima vonis hakim. "Yang bener aja," katanya.
Achmad Ali Tersangka Korupsi
ANGGOTA Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia, Achmad Ali, tersandung kasus korupsi. Rabu pekan lalu, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Masyudi Ridwan mengumumkan statusnya sebagai tersangka kasus korupsi penerimaan negara bukan pajak dari program pascasarjana Universitas Hasanuddin senilai Rp 250 juta.
Peristiwa itu terjadi pada periode 19992001, semasa Achmad Ali menjabat dekan fakultas hukum di kampus itu. Abdul Razak, pejabat dekan setelah Ali, juga ditetapkan sebagai tersangka kasus yang sama.
Menurut Masyudi, jaksa menemukan bukti bahwa dana yang disetorkan mahasiswa Universitas Hasanuddin untuk kegiatan belajar justru digunakan sebagai dana perjalanan dinas.
Achmad Ali menyangkal keras tudingan jaksa. Menurutnya, dia tidak pernah merilis kebijakan pengelolaan keuangan selama menjadi dekan. Ali, yang kini dalam proses seleksi menjadi hakim agung, menilai ada nuansa politis dalam penyidikan kasusnya. "Kasus ini dipaksakan dan mengadaada," kata Ali kepada Tempo.
Rahardi Ramelan Bebas
RAHARDI Ramelan, eks Ketua Badan Urusan Logistik (Bulog) yang dipenjara dua tahun karena terlibat skandal korupsi Rp 4,6 miliar dana nonbujeter Bulog, keluar dari Penjara Cipinang pada Rabu pekan lalu. Diantar sejumlah narapidana kakap Cipinang seperti Eurico Guterres dan Adrian Waworuntu, Rahardi meninggalkan penjara pada pukul 09.15 WIB dan disambut anakistrinya.
Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Rahardi, Agustus 2005. Tak lama setelah vonis itu, Rahardi menyerahkan diri kepada jaksa. "Saya tidak bisa menerima vonis pengadilan, tapi saya patuh pada hukum," katanya.
Selama di penjara, Rahardi menulis dua buku dan belasan artikel lepas di berbagai media. "Ada dua buku lagi yang menunggu terbit," katanya. Bekas menteri ini berencana mengajar kembali di almamaternya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Ditanya soal rencana ke dunia politik, Rahardi menukas, "Yang membawa saya ke penjara, politik. Saya sudah keluar dari Golkar."
Puspom TNI Minta Bantuan Kejaksaan
Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat memutuskan menyerahkan penyidikan kasus penyelewengan dana perumahan prajurit kepada Kejaksaan Agung. "Koneksitasnya tidak terlihat," kata Komandan Puspom TNIAD, Mayor Jenderal Hendardji Soepandji, seusai pemeriksaan pengusaha Henry Leo, tersangka utama kasus korupsi itu, Rabu pekan lalu.
Henry, yang dituding menyelewengkan Rp 225,8 miliar dana perumahan prajurit, pekan lalu datang ke Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat setelah hampir dua bulan mangkir.
Inilah pelimpahan kedua kasus tersebut. Agustus lalu, Departemen Pertahanan menyerahkan penyelesaian kasus ini ke Pusat Polisi Militer. Kasus korupsi yang juga diduga melibatkan bekas Direktur Utama PT Asuransi ABRI, Mayjen (Purn.) Subarda Midjaja, ini sempat terkatungkatung selama delapan tahun.
Skandal ini mulai ditangani secara hukum setelah Henry Leo tidak menepati tenggat pada dua bulan lalu untuk mengembalikan dana milik Badan Pengelolaan Rumah Prajurit yang ia pinjam. Henry dan Subarda dituding bekerja sama menggerus uang Rp 410 miliar milik yayasan perumahan prajurit tanpa melalui prosedur resmi, sepuluh tahun silam. Sampai sekarang baru Rp 185 miliar yang dikembalikan. Henry dan Subarda membantah tuduhan itu.
Pembelian Panser Jalan Terus
DEPARTEMEN Pertahanan memutuskan tetap membeli 32 panser jenis Vehicule de l'Avant Blinde dari Prancis, tanpa proses tender. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menegaskan waktu yang mendesak, penetapan spesifikasi dari PBB, dan harga murah menjadi pertimbangan mengapa tender tidak perlu dilakukan. Pasukan penjaga perdamaian TNI, yang akan menggunakan puluhan panser anyar itu, diminta bersiap terbang ke Libanon pada Oktober. Pemerintah akan mengeluarkan Rp 216 miliar untuk semua panser.
Sejumlah anggota Komisi Pertahanan DPR, yang semula ngotot meminta tender dilakukan, akhirnya melunak. "Kalau sudah murah, tidak perlu pakai tender," kata politisi Fraksi PDI Perjuangan, R.K. Sembiring Meliala.
Bursa Calon Presiden Mulai Marak
PEMILIHAN presiden masih tiga tahun lagi, tapi hawa panas bursa RI1 mulai terasa. Sejumlah jago lama menyingsingkan lengan baju, menantang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Mantan presiden Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sudah diminta pengurus partainya bertarung lagi di bursa calon presiden 2009. "Pada prinsipnya, Ibu Mega siap dicalonkan," kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Tjahjo Kumolo, di Blitar, Jawa Timur, Senin pekan lalu.
Bekas Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Amien Rais, meski terkesan ragu, tak mau menutup pintu. "Keputusan maju atau tidak, enam bulan sebelum pemilihan," katanya di gedung DPR, Senayan, Selasa pekan lalu.
Selain PAN dan PDIP, Partai Kebangkitan Bangsa juga belum beranjak dari figur jagoan mereka sebelumnya, Abdurrahman Wahid. "Siapa lagi kalau bukan dia," kata Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa di DPR, Ida Fauziah.
Dari Partai Golkar, bekas ketua umum partai, Akbar Tandjung, pagipagi sudah menyatakan berminat bertarung. Jika situasi ini tak berubah, bisabisa tak ada wajah baru dalam pemilihan presiden mendatang.
Wartawan Rakyat Merdeka Bebas
TEGUH Santosa, pemimpin redaksi situs berita online, Rakyat Merdeka, bebas dari kursi terdakwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu. Teguh didakwa jaksa menista Islam setelah Februari lalu memuat satu dari 12 karikatur kontroversial Nabi Muhammad, yang dikutip dari koran Denmark, JyllandsPosten.
Ketua majelis hakim Wahjono memutuskan dakwaan jaksa tidak dapat diterima. Jaksa Ardiyanto semula menggunakan Pasal 156 Kitab UndangUndang Hukum Pidana soal penistaan agama dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Dalam amar putusan, hakim menilai perbuatan Teguh lebih tepat dikategorikan sebagai pelanggaran Pasal 157 dalam peraturan yang sama, soal penyiaran lukisan yang mengandung perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan. "Karena dakwaan jaksa tidak dapat diterima, berkas dikembalikan," kata hakim.
Baik jaksa maupun kuasa hukum Teguh belum memutuskan sikap atas putusan sela ini. "Masih terasa mengganjal, karena jaksa bisa saja memasukkan dakwaan baru dengan Pasal 157," kata Teguh. Sejumlah wartawan dan pendukung Teguh spontan menyerahkan karangan bunga tanda terima kasih kepada majelis hakim seusai pembacaan putusan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo