Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Cibinong - Pemerintah Kabupaten Bogor menerima opini wajar dengan pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat atas laporan keuangan 2021. Pelaksana tugas (Plt) Bupati Bogor Iwan Setiawan menerima Opini WDP itu secara simbolis di Kantor BPK Bandung, Senin.
Iwan mengatakan telah berusaha maksimal dalam menyajikan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Namun, BPK menilai masih terdapat beberapa kekurangan yang harus ditindaklanjuti demi perbaikan laporan keuangan ke depan.
"Kami sangat berterima kasih kepada tim pemeriksa dari BPK atas segala rekomendasi dan masukannya selama masa pemeriksaan," kata Iwan seperti dikutip Antara di Bandung, Senin, 1 Agustus 2022.
Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor 2021 dilakukan dalam 2 tahap. Pemeriksaan pertama 28 Maret sampai 26 April 2022, dan tahap kedua dari 17 Mei sampai 1 Juli 2022.
Plt Bupati Bogor itu berencana segera memperbaiki laporan keuangan 2021 itu berdasarkan rekomendasi dan catatan dari BPK. "Kami akan melakukan perbaikan administrasi, peningkatan pengawasan dengan membuat tim pengawas," ujarnya.
Eksepsi Ade Yasin Ditolak Hakim Pengadilan Tipikor
Sebelumnya, Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin terjerat kasus dugaan suap BPK karena ingin memperbaiki opini atas laporan keuangan daerahnya. Ade diduga menyuap sejumlah auditor BPK karena ingin laporan keuangan Kabupaten Bogor meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Kemarin, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung Tipikor menolak eksepsi atau nota keberatan Ade Yasin sebagai terdakwa kasus korupsi itu.
Melalui kuasa hukumnya Dinalara Butar Butar, Ade optimistis bisa membuktikan dirinya tidak terlibat dalam perkara dugaan suap terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami sangat optimis bisa membuktikan bahwa klien kami tidak bersalah dalam perkara ini," kata Dinalara usai sidang keempat dengan agenda putusan sela di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor, Senin, 1 Agustus 2022.
Ia optimistis saksi-saksi yang dihadirkan akan mengungkap ketidakterlibatan Ade Yasin. Terlebih, menurutnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memiliki alat bukti yang kuat saat menyeret kliennya ke perkara dugaan suap BPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menyebutkan, mengacu pada Pasal 17 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP), penangkapan terhadap seorang yang diduga melakukan tindak pidana, perlu dilengkapi dengan bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang sah.
Pasalnya, KPK usai penangkapan mengumumkan bahwa penjemputan Ade Yasin sebagai saksi di rumah dinas pada 27 April 2022 sebagai sebuah peristiwa operasi tangkap tangan (OTT).
Padahal, menurutnya, Ade Yasin dijemput petugas KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi atas penangkapan beberapa pegawai Pemkab Bogor dan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.
Dinalara juga mengaku heran karena KPK melakukan penjemputan Ade Yasin sebagai saksi pada dini hari sekitar pukul 03.00 WIB. "Kalau memang mau meminta keterangan kenapa tidak dilakukan penjemputan di jam normal, atau memanggil Ade Yasin ke KPK kan bisa," kata Dinalara.
Sebelumnya, Ade didakwa oleh jaksa KPK telah memberi uang suap Rp1,9 miliar agar Kabupaten Bogor meraih predikat opini WTP. Uang itu diberikan kepada empat pegawai BPK, yang kini juga telah menjadi tersangka. "Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Budiman.
Baca juga: Menjelang Sidang Putusan Sela Ade Yasin Hari Ini, Ulama Kabupaten Bogor Gelar Doa Bersama