Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TATKALA Presiden Joko Widodo meyakinkan publik bahwa kabinetnya solid menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024, Mohammad Mahfud Mahmodin justru menunjukkan sinyal sebaliknya. Pada Rabu, 31 Januari 2024, Mahfud Md. mundur dari jabatan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, posisi yang didudukinya sejak Oktober 2019.
Mahfud menyebutkan pengunduran dirinya tak berhubungan dengan situasi kabinet dan arah dukungan Presiden Jokowi kepada pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden 2024. “Saya mundur karena menjadi calon wakil presiden,” katanya.
Setelah meninggalkan jabatannya, Mahfud ingin berfokus berkampanye. Dalam berbagai survei, elektabilitasnya bersama Ganjar Pranowo masih di belakang Prabowo-Gibran. “Tim kampanye sudah menugasi saya ke mana-mana,” ujar Mahfud di ruang kerjanya yang sudah melompong di gedung Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta Pusat, pada Jumat, 2 Februari 2024.
Hari itu hanya ada kardus cokelat berisi buku dan laporan berbagai kasus yang ditangani Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan di meja kerja Mahfud. Sebelum menerima wawancara majalah ini, Mahfud memanggil stafnya yang mengurus laporan keuangan. Selama menjadi menteri, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menitipkan uang setiap bulan untuk belanja keperluan pribadi, seperti obat, dan biaya perjalanan sang istri.
Mahfud mengklaim tak memakai dana operasional menteri untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. “Ternyata masih ada sisa saldo,” ucapnya, lantas terbahak.
Tanya-jawab dengan wartawan Tempo, Francisca Christy Rosana dan Raymundus Rikang, menutup aktivitas terakhir Mahfud Md. di kantor itu sebelum dia terbang ke Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, untuk berkampanye.
Mengapa Anda baru mundur menjelang pemungutan suara?
Seumpama saya melakukannya dari awal, Anda akan bertanya mengapa terburu-buru mengundurkan diri. Saya sejak awal sudah pasti akan mundur. Ada saran dan perdebatan dari teman-teman agar mengundurkan diri sejak dulu supaya berfokus berkampanye. Tapi ada juga yang meminta bertahan untuk menjaga pemerintahan. Saya akhirnya memutuskan mundur, tapi menunggu momentum yang tepat.
Kapan momentum itu semestinya tiba?
Saya membayangkan momentum itu datang saat pencoblosan pada 14 Februari 2024. Apa pun hasil pemungutan suara, saya akan menyampaikan pengunduran diri. Saya tak mungkin tetap bergabung dan mengikuti sidang kabinet ketika ada perbedaan jalan politik. Dinamika politik mendorong dan menghendaki saya lebih cepat memutuskannya.
Dinamika apa?
Pak Ganjar Pranowo mengumumkan di Jawa Tengah bahwa semua menteri dan pejabat yang menjadi kandidat dalam pemilihan presiden harus mundur, termasuk Pak Mahfud. Saya jadi tak bisa menunggu momentum tadi. Saya bertemu dengan Pak Pratikno untuk meminta waktu bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan beliau berkenan menerima kapan saja. Saya tak mau tinggal glanggang colong playu (meninggalkan lokasi pertarungan atau lari dari tanggung jawab) dan harus bertemu sendiri dengan Presiden. Saya diberi mandat itu dengan hormat empat tahun lalu dan ingin mengembalikannya dengan hormat pula.
Ada yang menahan Anda?
Banyak. Karena itu, saya mengatakan ada yang setuju dan ada yang tak setuju. Ada yang menunggu momentum. Saya harus menjadi diri saya dan tak boleh terombang-ambing oleh pendapat orang lain.
Salah satu yang menahan Anda adalah Megawati Soekarnoputri?
Saya berkonsultasi dengan beliau. Ibu Mega mengatakan bahwa saya boleh mundur, tapi momentumnya sudah tepat atau belum. Kembali lagi momentum itu saya kira ketika selesai pemungutan suara dan sudah merasakan satu putaran. Dinamikanya lebih cepat dan sekarang momentum yang tepat.
Benarkah ada kalkulasi elektoral dalam keputusan Anda mundur dari kabinet?
Saya bertanya balik, kenapa memangnya jika ada pertimbangan elektoral? Saya enggak peduli orang berbicara elektoral. Ini kan politik karena saya memang bersaing. Jadi pertanyaan itu tak relevan karena apa pun yang saya lakukan pasti elektoral.
Setidaknya menjadi manuver politik untuk menekan Prabowo Subianto agar turut mundur.
Tidak. Itu bukan alasan saya. Itu alasan yang dibuat oleh publik.
Bagaimana hubungan Anda dengan Prabowo?
Pada prinsipnya baik. Saya tak pernah bertemu dalam waktu yang agak lama. Tapi, ketika kami berjumpa dalam acara debat, dia menunjukkan sikap yang baik. Pak Prabowo masih begini (Mahfud memperagakan sikap hormat). Dia itu militer dan menganggap saya masih sebagai atasannya (Menteri Pertahanan berada di bawah koordinasi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan). Tidak tahu kalau besok. Ha-ha-ha....
Apakah ada kecanggungan dengan Prabowo setelah Presiden Jokowi condong mendukungnya?
Tidak juga. Coba ikuti pernyataan Presiden ketika muncul pencalonan Erick Thohir, Sandiaga Uno, dan tokoh lain sebagai calon wakil presiden. Saya disebut juga oleh Presiden sebagai kandidat potensial meski tak ikut dalam permainan itu. Saya mendengar dalam Musyawarah Rakyat Projo—kelompok relawan loyalis Jokowi—saya menjadi calon nomor satu. Saya bertanya ke penyelenggara: apakah sudah meminta izin kepada Pak Jokowi? Mereka bilang justru itu dari Pak Jokowi. Kita semua tak membayangkan situasinya berubah secara tiba-tiba setelah muncul Gibran.
Presiden bilang kabinet solid, tapi pengunduran diri Anda menunjukkan sebaliknya. Seperti apa suasana kabinet sebelum Anda mundur?
Saya tak ada urusan kabinet. Saya mundur bukan karena kabinet tak solid, tapi karena menjadi calon wakil presiden. Sidang kabinet berjalan lancar dan saya selalu hadir dalam undangan itu. Namun psikologis di kabinet sudah berbeda.
Seperti apa suasana psikologis itu?
Bergurau tak seperti dulu lagi. Ya, memang tetap saja bergurau, tapi tak seperti dulu. Enggak masuk ke lubuk hati. Kami bertemu, lalu salaman. Sebelum sidang biasanya orang berkeliling untuk ngobrol, tapi sekarang semua cenderung lebih serius dan tak ada gurauan lagi. Begitu selesai rapat, peserta langsung keluar sendiri-sendiri. Tak ada lagi gurauan tambahan.
Sejak kapan situasi itu terjadi?
Kita semua kaget Gibran dicalonkan menjadi calon wakil presiden. Para menteri juga kaget. Meski begitu, kami tak pernah membahas itu. Saya hanya berbicara kepada publik bahwa putusan soal batas usia calon presiden dan wakil presiden itu sudah final dan mengikat. Tapi prosesnya melanggar etik.
Ada menteri yang menyampaikan keberatannya soal Gibran kepada Anda?
Tidak juga. Masyarakat sipil yang sering menyampaikan keluhan kepada saya. Saya tahu sangat sensitif kalau para menteri membicarakan putusan itu.
Anda pernah menyampaikan pendapat hukum soal putusan usia capres-cawapres kepada Presiden?
Saya tak pernah menyampaikan pandangan itu kepada Presiden. Saya hanya mengatakan kepada publik bahwa Mahkamah Konstitusi tak boleh masuk ke ranah itu. Jika melakukannya, pasti akan terjadi pelanggaran. Dalam proses di Majelis Kehormatan MK, terbukti terjadi pelanggaran etik berat.
Kabarnya Anda tak dilibatkan lagi dalam berbagai kebijakan politik dan hukum Presiden?
Kebijakan itu harus dipilah. Jika menyangkut perencanaan pemilu, saya yang paling dominan. Saya berdiri paling depan untuk menolak penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Saya memberi jaminan bahwa pemilu akan berjalan. Saya dilobi menteri untuk berbicara soal penundaan dan saya bilang tidak. Anies Baswedan juga rumornya akan dijegal, saya pasang badan. Jadi saya dominan dalam penentuan pemilu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan menyerahkan surat pengunduran diri dari kabinet di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 2 Februari 2024. Tempo/Subekti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anda pernah berbicara dengan Presiden soal ide perpanjangan masa jabatan?
Saya justru mem-fait accompli agar Presiden mengatakan tidak pada agenda itu. Saya tanya: apa betul Bapak Presiden mau memperpanjang masa jabatan? Beliau menjawab: “Lho, apa saya kurang jelas, Pak Mahfud? Siapa yang mau melakukannya berarti ingin menampar muka saya.” Saya merespons, kalau demikian bisa dijelaskan di rapat kepada para menteri.
Jadi seberapa besar peran Anda di kabinet setelah resmi menjadi kontestan pemilu?
Saya tak pernah berbicara soal pemilu lagi dengan Presiden setelah menjadi kandidat. Panglima TNI dan Kepala Polri langsung berkoordinasi dengan Presiden.
Panglima dan Kapolri berkoordinasi langsung dengan Presiden. Apa ini berarti ada upaya membatasi akses informasi hukum dan keamanan kepada Anda?
Saya merasa tak ada pembatasan. Tapi Panglima dan Kapolri memang berkoordinasi dengan Presiden setelah KPU menetapkan saya secara resmi sebagai calon wakil presiden.
Apakah pola komunikasi itu lazim selama ini?
Bisa saja. Saya sebagai salah satu pasangan calon di Pemilu 2024 semestinya memang tak berkonsultasi. Tidak jadi masalah juga karena saya menjadi kandidat.
Tentang keberpihakan Presiden Jokowi di Pemilu 2024. Bagaimana pandangan Anda?
Pernyataan saya soal rencana mundur memicu Presiden Jokowi untuk menyatakan presiden boleh berkampanye dan berpihak di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Secara waktu memang berurutan antara komentar saya dan pernyataan Presiden.
Seberapa besar pengaruh berbeloknya dukungan Jokowi untuk pemenangan Ganjar-Mahfud?
Sangat berpengaruh. Elektabilitas Ganjar dan Prabowo dalam berbagai survei sebelum mengkristalnya nama Gibran sempat mirip-mirip atau bersaing ketat, 37-38 persen. Begitu muncul Gibran, tingkat keterpilihan Ganjar langsung anjlok karena terjadi migrasi pemilih. Jika migrasi itu terjadi alamiah, tak jadi masalah. Tapi, kalau menggunakan trading in influence, saya kira tak tepat.
Trading in influence yang Anda maksud adalah pengerahan aparat dan lembaga negara?
Iya. Jika sampai menggunakan aparat penegak hukum dan ada pengaruh jabatan serta struktur, itu tak sehat. Membahayakan demokrasi. Publik sekarang mempersoalkan itu dan, kalau sampai benar terjadi, tentu enggak bagus.
Kalau sampai benar terjadi? Bukankah Anda rutin mendapat laporan dari lembaga intelijen dan keamanan sebagai menteri koordinator?
Tidak ada laporan seperti itu. Saya membaca berita dan informasi. Berbeda antara informasi dan laporan. Ada informasi yang mengatakan bahwa para menteri, gubernur, dan pejabat kalau tak mendukung maka kasus hukumnya akan dibuka. Informasi itu dari mana? Tentu saja dari media. Saya tak diancam begitu.
Benar tak ada tekanan terhadap Anda?
Tekanan kepada saya tak ada. Ada informasi dari media, yakni para menteri yang tak mendukung, dipegang lehernya. Para gubernur yang tadinya tak mendukung jadi mendukung karena kasusnya mau dibuka. Saat ini ada bupati yang getol mendukung pasangan nomor urut satu, tiba-tiba kantornya digeledah dan besoknya mendukung pasangan nomor urut dua. Itu informasi seakan-akan yang punya kasus hukum disandera. Kalau saya tidak tuh karena Pak Jokowi baik kepada saya sampai akhir.
Apa isi pembicaraan terakhir Anda dengan Presiden ketika pamit?
Saya berterima kasih karena sudah dipercaya selama lebih dari empat tahun. Pak Jokowi mengatakan bahwa saya adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan terlama dalam pemerintahannya. Artinya, kerja sama kami cocok dan ada rasa saling percaya. Saya juga meminta berhenti karena ikut kontestasi politik. Kemudian saya minta maaf jika ada kekurangan selama bertugas.
Tak ada pembicaraan soal pemilihan presiden?
Kami sama sekali tak membicarakan pemilihan presiden. Saya merasa baik-baik saja dengan Presiden.
Presiden meminta masukan apa dari Anda?
Pak Jokowi bertanya penanganan masalah apa yang perlu diteruskan. Ada tiga hal: Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia berat pada masa lalu, dan revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Soal revisi Undang-Undang MK, saya menjadi wakil pemerintah dan melihat aturan peralihannya tendensius. Revisi itu juga bisa dipakai untuk mendepak hakim konstitusi yang dinilai baik seperti Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih. Saya minta itu dibuat deadlock dan tak akan saya buka sampai pemilu tuntas.
Skenario itu bisa berantakan setelah Anda tak di kabinet.
Itu sudah di luar urusan saya.
Sebagai mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anda kecewa terhadap kondisi MK sekarang?
Saya sangat kecewa terhadap MK. Tapi saya harus mengatakan bahwa lembaga itu bukan di bawah koordinasi saya dan tak ada hubungan dengan saya. Saya pernah datang ke MK untuk menggelar rapat resmi dengan hakim tentang masalah Papua. Sebatas itu saja dan tak membicarakan substansi karena mempengaruhi para hakim jelas tak bisa.
Seandainya Anda tak gagal menjadi wakil Jokowi pada Pemilu 2019, apakah berbagai manuver politik dan hukum Presiden bisa dicegah?
Saya tak bisa membayangkannya. Pokoknya komitmen saya pada isu penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Saya ini menjadi menteri koordinator wong mendapat jabatan geseran. Sewaktu saya gagal menjadi wakil Pak Jokowi, beliau bilang masih banyak kerjaan di kabinet. Saya minta posisi Jaksa Agung dan sampai menit terakhir masih dikonfirmasi posisi itu. Tiba-tiba saya ditelepon Pak Luhut Pandjaitan dan diberi tahu menjadi menteri koordinator. Pak Pratikno kemudian menelepon dan menyampaikan informasi yang sama.
Anda menyesal pernah menerima jabatan itu—ketika berbagai kritik soal kualitas demokrasi dan penegakan hukum menurun di era Jokowi?
Tak ada yang saya sesali. Kalau ada yang belum berhasil, itu persoalan politik ke depan. Itu alasan saya bersedia ditunjuk menjadi calon wakil presiden sehingga bisa menata sektor politik, hukum, dan keamanan lebih mudah.
Mohammad Mahfud Mahmodin
Sampang, Madura, Jawa Timur, 13 Mei 1957
Jabatan publik:
• Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (2019-2024)
• Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (2017-2018)
• Ketua Mahkamah Konstitusi (2008-2013)
• Menteri Kehakiman (2001)
• Menteri Pertahanan (2000-2001)
Pendidikan:
• Doktor Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
• Magister Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
• Sarjana Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
• Sarjana Sastra Arab Universitas Gadjah Mada
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Psikologis Kabinet Sudah Berbeda"