Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Estafet jenazah

K.h. elon suja'i, 78, pemimpin pesantren daarul 'uluum bogor meninggal dunia. sesuai dengan amanahnya, jenazah tidak dibawa dalam keranda tapi diestafetkan dari tangan ke tangan sampai kuburan.

21 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WASIAT orang berangkat ke akhirat merupakan amanah yang jarang disanggah. "Bila meninggal, saya mohon di-emrat dan dibacakan Quran siang malam 40 hari berturut-turut," demikian pesan K.H. Elon Suja'i, 78 tahun. Wasiat pemimpin Pesantren Modern Daarul 'Uluum Bogor, itu diucapkan malam Jumat di depan para santri ketika hendak salat tahajud bersama, setahun lalu. Bagi mereka, wasiat Kiai itu wajar dan dianggap sangat baik. "Kami terharu," ujar Cecep kepada Ahmad Taufik dari TEMPO. Santri asal Kampung Kayu Manis, Desa Sumber Wangi, Bogor ini sudah dua setengah tahun berguru di Daarul 'Uluum. Selasa malam 3 April lalu Kiai Elon Suja'i meninggal dunia. Jenazahnya setelah dikafani dengan mori putih, lalu dibungkus permadani hijau tebal. Sekitar empat ribu pengantar berjejer dari masjid di kompleks pesantren, sepanjang 1 km, ke pemakaman keluarga di Bantar Kemang. Upacara pemakaman selepas lohor itu juga dihadiri Drs. Suratman, Wali Kota Bogor, dan K.H. Hasan Basri, Ketua Majelis Ulama Indonesia. Jenazah Kiai tak dibawa dalam keranda tapi diestafetkan, atau di-emrat-kan dari pelukan ke pelukan tangan santri dan pelayat. Dan kembang ditabur sepanjang jalan menuju ke makam. Bau bunga semerbak bersama isak tangis mengiringi penguburan itu. Payung warna hijau selalu di atas usungan jenazah. Jalan berkelok dan menanjak menuju makam ditempuh lebih dari dua jam. Jalan umum di daerah perumahan sementara terpaksa ditutup. Yang kebagian giliran menggendong jenazah Kiai santri pria. Santri putri (sekitar 200 dari 370 santri) tidak diizinkan ikut memeluk mayat Kiai. Tugas mereka membaca Quran dan menyiapkan masakan untuk acara tahlilan berturut-turut 7 hari, menjelang buka puasa. Kata Abdul Razak, seorang putra Kiai Suja'i, wasiat ayahnya bukan baru. Beberapa guru almarhum di Caringin, Labuan, Banten, sebelum meninggal juga pernah berwasiat begitu. "Bawa jenazah dengan estafet ke makam tidak melanggar syariat agama," ujar Razak. Patokannya adalah mengantarkan jasadnya ke kuburan. Ini sama seperti memakai mobil jenazah, keranda, atau peti mayat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus