Gelombang gairah riset tanaman transgenik dunia menyentuh Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Pangan di Jalan Tentara Pelajar, Bogor, Jawa Barat, sejak 1998 menguji coba tanaman transgenik. Lembaga di bawah Departemen Pertanian ini memperoleh otoritas untuk menguji tanaman transgenik yang akan dibudidayakan di Indonesia. Didukung 26 doktor, 23 master, dan 58 sarjana, hingga September 1999 lembaga ini telah menguji lima tanaman pesanan perusahaan swasta Amerika Serikat, Monsanto, dan satu tanaman milik perusahaan Pioneer—juga dari AS. Hal itu agak terlambat karena AS membisniskan tanaman hasil teknologi transgenik sejak 1995.
Lembaga ini dilengkapi laboratorium uji terbatas, tiga rumah kaca (greenhouse) untuk menguji varietas yang mempunyai gen unggul. Fasilitas lain, sarana pemeliharaan serangga dan gene bombardment (alat untuk menembakkan gen ke tanaman tertentu). Ada juga ruang kultur in vitro (dalam tabung) sebagai biakan tanaman sebelum ditanam di pot dalam rumah kaca. Lahan percobaannya seluas 1.000 meter persegi tersebar di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
Balai ini bertugas mengumpulkan dan mengonservasi plasma nutfah untuk tanaman pangan dari seluruh Indonesia. Kini plasma nutfah yang dikumpulkan berjumlah puluhan ribu. Dua produk lembaga ini yang telah dipatenkan, pupuk organik rhizoplus dan pupuk mikroba Bio Fosfat. Tugas lain, ya, menguji tanaman transgenik itu. Uji coba itu untuk mengidentifikasi tanaman yang mengandung gen-gen unggul, seperti gen tahan serangga dan cuaca. Uji coba lain menyangkut pengaruh tanaman itu terhadap lingkungan dan pengaruh hayati, termasuk terhadap kesehatan manusia.
Setiap varietas yang lulus uji laboratorium akan mengantongi rekomendasi dari Komisi Keamanan Hayati untuk diteruskan ke Departemen Pertanian. Komisi ini beranggotakan ahli dari berbagai departemen, antara lain Departemen Pertanian, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, perguruan tinggi, Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi, serta Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Soal prosedur uji coba laboratorium dan pelulusannya untuk kepentingan konsumsi dalam negeri—semacam yang diterapkan pada contoh varietas tersebut—diatur pemerintah melalui keputusan menteri.
Pada September 1999 pemerintah merevisi prosedur pengujian itu lewat keputusan bersama empat menteri, yakni Menteri Pertanian, Kehutanan, Kesehatan, dan Menteri Urusan Pangan, tentang keamanan hayati dan keamanan pangan produk pertanian hasil rekayasa genetik. Tujuan utamanya agar masyarakat tidak dirugikan. Pemerintah juga kini sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Perlindungan Varietas Tanaman. RUU ini diperlukan untuk melindungi plasma nutfah Indonesia dari upaya "perampokan" oleh orang asing. "Bila mereka memanfaatkan plasma nutfah Indonesia, kita mengharapkan pembagian keuntungan," kata Dr. Sugiono Moeljoprawiro, Kepala Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor.
Kini varietas yang sedang diuji di Bogor adalah kapas tahan hama dan herbisida, jagung tahan herbisida dan hama, kedelai tahan herbisida, dan jagung tahan hama. Penelitian juga dilakukan terhadap tebu dengan gen tahan serangga dan tahan jamur, tripzine inhibitor tahan hama, dan lain-lain. Sebagian uji coba itu pesanan perusahaan asing. Maklum, selain Monsanto dan Pioneer, perusahaan asing lain seperti Novartis, Du Pont, dan AgrVo juga sudah masuk ke Indonesia. Indonesia memang membuka pintu dengan ramah untuk teknologi transgenik. Cuma, ada seleksi. "Kita menolak gen terminator dengan alasan apa pun," kata Sugiono. Gen pemusnah itu memang ditolak oleh banyak negara karena ia berfungsi membunuh benih pada keturunan pertama.
Indonesia tertinggal puluhan langkah di belakang negara-negara maju dalam bidang teknologi transgenik atau genetically modified foods. Selain karena keterbatasan sumber daya manusia, juga perhatian pemerintah masih rendah—tercermin dari kebijakan pajak yang masih dibebankan untuk impor bahan-bahan kimia untuk penelitian. Apalagi dana untuk pengembangan tanaman transgenik sangat mahal: US$ 250 juta untuk satu tanaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini