Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gajah-gajah asian games ix

Pengiriman gajah-gajah dari candi kerala menuju new delhi untuk meramaikan upacara pembukaan asian games ix. protes dari anggota parlemen menyangkut pendanaannya. (sel)

18 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GAJAH Indonesia digiring. Gajah India juga digiring. Tapi iring-iringan gajah India bukan untuk menuju tempat baru dalam usaha translokasi, seperti rekan-rekannya di Sumatera Selatan. "Perlawatan yang unik," tulis Amarnath K. Menon dalam majalah India Today. "Jarang ada rencana yang dirancang begitu teliti, dan para 'penumpang' diangkut begitu hati-hati." Tujuan: New Delhi, tempat berlangsungnya Asian Games IX. Para pejabat Negara Bagian Kerala mengerahkan tak kurang dari 28 gerbong untuk perjalanan 3.011 km di ibukota India itu. Mereka berangkat dari Trichur di Kerala, 1 November. Setelah melalui seleksi yang ketat, akhirnya 34 gajah terpilih --dan mendapat tiket--ke Asian Games. Tentu bukan untuk ikut bertanding, tapi untuk meramaikan upacara pembukaan. Di antaranya termasuk gajah bernama Appu, maskot kontingen India Dalam rombongan itu ikut serta 264 ofisial, 112 di antaranya para mahout (pengasuh alias srati dan sais gajah), 80 pembawa umbul-umbul, enam dokter hewan, dan 21 anggota polisi. Ketika perjalanan berakhir tanggal 8 November di stasiun Tughlakabad, waktu yang sudah dipakai ternyata 164 jam, alias tujuh hari kurang empat jam. Berarti sekitar 18 km per jam, dan itu menunjukkan betapa hati-hatinya para masinis PNKA India menarik kereta mereka. Gajah-gajah itu direkrut dari candi-candi Kerala, jawatan kehutanan setempat, dan perorangan. Kelompok terbesar, sembilan ekor, berasal dari Candi Sri Krishna di Guruvayur. Berdiri saling berhadapan dalam 13 gerbong terbuka, delapan di antaranya, yang masih di bawah sepuluh tahun, ditempaLkan di dua gerbong box khusus. Di dalamnya termasuk yang terkecil, Pushpa, berat 750 kg, usia tiga tahun, Nisha yang empat tahun, Nisha yang lima tahun dan Rashmi, tujuh tahun. "Tujuh hari hanya berdiri saja di dalam gerbong merupakan siksaan berat bagi binatang-binatang itu, yang terbiasa berjalan beberapa kilometer sehari," kata mahout Narayanan. Namun hewan-hewan berkulit tebal yang penyabar itu memperoleh cukup penyegaran: empat gerbong dimuati dengan air, tiga yang lain bermuatan tumpukan daun kelapa untuk makanan harian. Seekor gajah ternyata menghabiskan 250 batang daun kelapa dan sekitar 100 liter air sehari. "Hanya empat ekor yang tidur selama perjalanan, dan delapan ekor sangat menderita," kata koordinator konvoi, K. Chandrasekhara Pannikar. "Begitu menderitanya sehingga harus diberi obat penenang." Maklum: berdiri terus-menerus begitu lamanya sebenarnya bisa berakibat membengkaknya kaki--dan acap timbulnya gangguan pencernaan. Tapi untung hal itu tidak terjadi. Mahout Chellapan menambahkan: "Mulanya binatang-binatang itu memang menderita. Tapi hujan yang turun selama dua hari di perjalanan membuat mereka senang. Setelah itu mereka menjadi terbiasa dengan perjalanan, sehingga yang merasa gadingnya panjang segera menunduk begitu mendekati terowongan." 'Jumbo Express' itu terpaksa mengambil rute yang lebih panjang untuk menghindari dari lintas listrik Vijayawada yang ditakutkan akan menimbulkan kecelakaan. Tapi di Nagpur, kepala stasiun menolak memperbolehkan kereta berhenti--kendati sebuah panitia penyambutan sudah menanti berjam-jam sebelumnya, berikut makanan untuk para gajah. Dalih para pejabat KA: ada kemmungkinan gajah-gajah terangsang menjadi liar dan berakibat kereta menggelinding atau semacamnya di stasiun. Ini 'kan berbahaya bagi khalayak. Dan, ketika mereka tiba di stasiun akhir, perjalanan panjang itu memang membawa korban juga. Yaitu, di hari pertama gladi, dua ekor terpaksa ditinggal di Kebun Binatang Delhi-ditempatkan di tenda khusus. Untuk menenteramkannya dokter terpaksa menyuntikkan obat penenang. Dalam pada itu, mereka juga dirantai di kaki dan ditambatkan ke pohon. Mengapa? Para penggembala mengatakan: "Ini waktunya musim kawin. Tak seorang ingin menanggung risiko jika mereka menari-nari melakukannya." Bisa dipahami bila perjalanan panjang yang meletihkan itu, berikut berbagai latihan yang harus dilakukan binatang itu menjelang pembukaan Asian Games, membangkitkan amarah kalangan penyayang binatang. Berat gajah-gajah itu memang tampak berkurang banyak. Kaki mereka pun ternyata pada membengkak. Padam Parsad, ketua kehormatan Lembaga Perlindungan Binatang cabang Delhi, berkata: "Semua itu memperpanjang penyiksaan belaka. Yang bertanggung jawab dapat dihukum dengan Akta Kekejaman 1960." Yang lain berkata, pengiriman gajah-gajah itu dapat dituduh melanggar peraturan tata lingkungan hidup dan peraturan transportasi ternak dari PNKA sendiri. Pemilihan gajah-gajah itu sendiri cukup serius. Bagai menyeleksi para atlet Asian Games sendiri, sebuah komite pemilih--termasuk ke dalamnya enam dokter hewan--dibentuk untuk menghadapi para gajah itu. Berkata Pannikar: "Kami mensurvei beberapa daerah. Setelah menemukan beberapa calon, mereka diuji lari dahulu antara Trichur dan Ernakulam--menyamai waktu yang sesungguhnya pada upacara di Delhi nanti." Pemerintah Kerala menghabiskan Rs 38 lakh untuk perjalanan melalui KA (1 lakh = 1 laksa = 100.000), dan Rs 15 lakh lain untuk berbagai keperluan. Jumlah itu telah membangkitkan kemarahan para pekerja Kongres Muda yang ditugasi mengawal kafilah KA pada waktu pergi dan kembali. Anggota Lok Dal (Parlemen) P. Janardhan Reddy, antara lain, mengadakan mogok duduk di depan kereta sebagai protes terhadap pengeluaran yang dianggap tidak pantas. Anehnya, si bayi gajah Appu yang direncanakan menjadi bintang upacara pembukaan, ternyata melakukan hal yang tidak sesuai dengan tata tertib acara. Ia berguling-guling di karpet, bagai mendukung protes-protes yang timbul. Acara parade gajah ini sendiri berasal dari usul PM Kerala, Karunakaran kepada Nyonya Gandhi. Dari 5.000 gajah yang diperkirakan berpopulasi di negara bagian itu, sekitar 3.500 ekor hidup secara liar. Darisisanya, 150 ekor dimiliki berbagai candi, dan 1.350 oleh jawatan kehutanan dan perorangan. Guruvayer Dewasom merupakan pemilik perorangan terbesar, 38 ekor. Ia mengolah kotoran binatang-binatang itu menjadi bahan bakar untuk para pengelolanya. Berkata pengawas perkandangan gajah Dewasom, P. Ramachandran: "Kami sebenarnya bermaksud mengikutkan seekor gajah lagi, Ramankutty. Tapi ia menghancurkan balok-balok penyekat begitu dimasukkan ke dalam gerbong. Kami lalu mengirimnya pulang. Kami biasa meminjamkan gajahgajah kepada candi-candi, dengan sewa antara Rs 50 dan Rs 700 per hari per ekor. Tergantung ukurannya." Harga seekor gajah berkisar antara Rs 50 ribu dan Rs 150 ribu, dan biasanyadiasuransikan. Untuk perlawatan ke Delhi, gajah-gajah itu diasuransikan Rs 30 lakh, sedang kerabat kerja berikut permata Rs 40 lakh. Keselamatan untuk paramahout maupun gajah sama pentingnya. Ketua Asosiasi Pemilik Gajah Kerala, C. Aravindaksa Menon, berujar: "Untuk sementara orang, memelihara gajah suatu kebanggaan. Dengan menyewakan binatang itu ia sekaligus bisa meraih keuntungan. Tapi jika mereka mati, kerugian besar akan diderita. Gajah-gajah pekerja yang dimanfaatkan di industri perkayuan dan penggergajian dapat menciptakan keuntungan bagi kedua pihak--karena mereka dapat melakukan sepuluh kali lipat atau lebih banyak dari yang mampu dikerjakan manusia dalam sehari." Dalam pembukaan Asian Games, gajah-gajah yang sudah didandani itu berbaris dalam rombongan sebelas dan lima ekor--di jalur agak ke pinggir lapangan bola Stadion Utama Nehru. Para sais atau penunggang duduk dengan memegang allavtim (kipas dari bulu burung merak) dan venchamaram (kipas lembut yang dibuat dari bulu yak), disertai payung-payung bergagang panjang aneka warna. Mirip festival tahunan Pooram di Trichur. Gajah tertua dalam kafilah Delhi itu adalah yang bernama Kattumyna, 50 tahun. Beratnya 4.125 kg. "la telah main dalam empat film," menurut Amarnath K. Menon. Tapi yang paling terkenal adalah Kuttikrishnan, 5 tahun, terpanjang di antara semua-286 cm--dengan berat 5.000 kg. Ia milik Candi Sankaramkulangara, dan mendapat rantai paling banyak. "Tak seorang pun, bahkan saya, dapat mendekatinya. Karena bisa membuatnya liar. Soalnya ini musim kawinnya," kata mahout Narayan Nair. Para mahout lainnya mulanya juga was-was: berhasilkah gajah-gajah itu berparade dengan memuaskan pada pembukaan Asian Games? Jawabnya: sudah anda saksikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus