Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENGENAKAN baju tidur biru dengan motif bulan-bintang, wajah Syaukani H.R. tampak cerah. Jumat lalu mulutnya sibuk mengunyah kue putu labu, sementara sebelah tangan sibuk menerima telepon. Ucapan selamat atas kemenangannya dalam pemilihan Bupati Kutai Kampar memang mengalir deras. "Saya yakin karena telah meraup 61 persen suara," ujarnya.
Setelah hari-hari yang melelahkan, Syaukani memilih istirahat di kediamannya di Samarinda. Kampanye dari satu ke lain tempat telah dilakoninya. Hari pencoblosan yang menegangkan pada 1 Juni lalu telah lewat. "Nanti sehabis Jumatan, saya akan kembali ke Tenggarong," ujar Ketua Golkar Kalimantan Timur itu. Tenggarong adalah ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara, wilayah yang bakal dikuasainya lagi sebagai bupati. Jarak Kutai ke Samarinda tak kurang dari 25 kilometer.
Syaukani memang tak terbendung. Pesaing terdekatnya, Sofyan Alex, hanya mampu memetik 33 persen suara. Syaukani boleh berbangga karena akan menjadi penguasa daerah pertama di negeri ini yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilihan di Kutai Kartanegara itu memang awal dari seluruh rangkaian pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung di Indonesia pada Juni ini.
Dari Kutai Kartanegara pulalah Partai Golkar menunjukkan kekukuhannya dalam persaingan menancapkan kekuasaan politik. Ini sekaligus seperti isyarat dari partai berlambang beringin itu, bahwa di mana pun mereka akan berkeras unggul di pilkada. "Kami menargetkan menang di 60 persen pilkada di negeri ini," kata Andi Mattalatta, Ketua Fraksi Golkar di DPR. Andi saat ini ditunjuk sebagai ketua pengarah tim pilkada Partai Golkar.
Sebagai pemenang pemilu legislatif 2004, Partai Beringin memang memiliki peluang untuk mengajukan calonnya di seluruh penjuru negeri. Andi menargetkan 240 kader Golkar maju ke pilkada 2005. "Bulan Juni ini saja 140 orang kader kami tengah bertarung," katanya kepada Sita Planasari dari Tempo, pekan lalu.
Jelas, menang dalam pemilihan kepala daerah sudah menjadi bagian dari program "Tri Sukses" Partai Golkar 2004-2009. Dari markas besarnya di kawasan Slipi, Jakarta Barat, Golkar telah membentuk tim. Penanggung jawab tim adalah Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla, dibantu wakil dan sekretaris jenderal. Tim ini dijalankan oleh ketua pengarah Andi Mattalatta dengan sekretaris Rully Choirul Azwar. Mereka masih diperkuat dengan beberapa unsur organisasi internal lain.
Untuk memuluskan strategi, di setiap provinsi dan kabupaten/kota juga dibentuk tim pilkada. "Kita memonitor semua pilkada, baik di provinsi maupun kabupaten," kata Rully. Di luar itu masih ada kelompok kerja pilkada dan lembaga pemenang pemilihan (LPP), yang bertugas memberikan masukan kepada pengurus pusat dan tim pilkada.
Sebuah ruang berukuran sekitar 5x10 meter di kantor DPP telah mereka persiapakan sebagai pos komando. Ruang yang bersebelahan dengan kamar kerja Rully itu dioperasikan enam orang. Seperangkat komputer dan alat komunikasi terpacak dan siaga memuluskan kontak dengan daerah. Data-data penting telah mereka kirim ke situs yang telah aktif sebulan terakhir.
Seluruh aktivitas di atas dilakukan dengan merujuk pada Petunjuk Pelaksanaan No. 1 yang disusun Partai Golkar pusat, begitu Undang-Undang No. 32 tentang Pilkada muncul. Petunjuk pelaksanaan setebal 58 halaman itu boleh dikata merupakan strategi besar Golkar merenggut kemenangan.
Andi Mattalatta mengatakan peran sentral tim pilkada adalah pada proses rekrutmen pasangan calon. Kata Andi, mutu calon memang berperan penting, sehingga penjaringannya dilakukan secara terbuka. Untuk menetapkan calon yang akan bertarung di pemilihan daerah tingkat I, lima pasangan calon diusulkan oleh pengurus partai provinsi ke pusat. Berdasar kriteria tertentu, pusat lalu memerasnya menjadi tiga pasangan, yang lalu dikembalikan ke daerah. Rapat pimpinan daerahlah, lewat semacam konvensi, yang akan memilih yang terbaik. Untuk calon kepala daerah tingkat II, prosesnya dilakukan pengurus Golkar tingkat I.
Golkar sangat berpegang teguh pada faktor "layak jual" dalam menentukan jagonya. Alasannya, dalam sebuah pemilihan langsung, unsur citra kandidat bakal dilihat pemilih. Tak kurang Rully Azwar mengatakan dalam proses pemenangan di lapangan, peran partai tak besar. Porsinya paling hanya 30 persen. "Lebih dari 50 persen kemenangan seorang kandidat bergantung pada reputasi calon," katanya.
Ia juga mengutip pendapat Jusuf Kalla, yang meyakini bahwa dukungan partai bukanlah hal mutlak. Kalla, kata Rully, acap mencontohkan pengalamannya ketika maju sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono. "Walaupun bukan diusulkan partai besar, akhirnya mereka menang," katanya mengutip cerita sang bos. Untuk memenuhi tuntutan layak jual itulah Golkar bahkan tak menutup pintu jika calon potensial justru bukan datang dari kadernya sendiri.
Golkar tak ragu menjalani cara itu. Di Jawa Tengah, misalnya, beberapa calon mereka bukan dari kalangan sendiri. Di Kendal, Golkar mencalonkan Hendi Boedoro (mantan bupati dan Ketua PDIP cabang Kendal) berpasangan dengan Siti Nurmarkesi, yang juga bukan kader Golkar. Di Blora, Beringin mencalonkan Basuki Widodo (mantan bupati yang disokong PDI Perjuangan), dipasangkan dengan Yudhi Santjoyo, ketua Golkar setempat. Di Kota Pekalongan, Gokar memilih berkoalisi dengan NU. Mereka mengusung pasangan Muhammad Basyir Ahmad, yang dipasangkan dengan Abu Almafachir, Ketua NU Cabang Pekalongan.
Tentu saja Golkar tak akan membiarkan calonnya maju tanpa dukungan. Tim kampanye memang dibentuk oleh tiap calon. Golkar pusat bahkan telah merekomendasikan tiga konsultan profesional untuk memoles kandidat. Lagi-lagi, menurut Rully, langkah ini diambil berdasar instruksi Jusuf Kalla. "Tugas konsultan dalam me-make up calon supaya lebih cantik dan makin layak jual," katanya. Dari mana biaya untuk membayar konsultan? "Dari kantong kandidat, partai hanya merekomendasikan."
Rully enggan menyebut nama ketiga konsultan itu. Tetapi tampaknya tugas mereka bakal berat-berat ringan. Di daerah tempat Golkar menjadi pemenang pemilu legislatif, konsultan memang tinggal mempercantik kandidat. Tetapi, di titik kekalahan Golkar, mereka mesti bekerja keras.
Sebutlah di Jember, Jawa Timur, tempat Golkar menjadi pecundang. Di sini untuk mengajukan calon saja Golkar mesti berkoalisi dengan tiga partai lain, yakni Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, dan Partai Bulan Bintang. Dari koalisi ini majulah Machmud Sardjujono-Hariyanto ke gelanggang pemilihan pada 22 Juni nanti.
Tim pemenangan pun dibentuk, bernama Mahameru (Machmud-Hariyanto Menuju Jember yang Baru). Menurut Beny Satria, ketua tim pemenangan, mereka bekerja secara gerilya guna mengelus sang calon.
Memacak konsultan politik, mesin politik tak lantas dimatikan Jakarta. Menurut Rully, mesin politik partaiberupa birokrasi dan jaringan partaitetap difungsikan guna menyokong calon. Sebagai partai besar dan sarat pengalaman, mesin politik adalah andalan utama.
Di Padang, misalnya, mesin politik itulah yang dinilai bakal berperan besar memenangkan pasangan H. Leonardy Harmainy dan H. Rusdi Lubis dari Golkar. Tanpa mesin politik itu, keduanya keteteran menghadapi dua kandidat lainya, H. Gamawan Fauzi (didukung PBB dan PDIP), serta H. Irwan Prayitno, yang disokong PKS dan PBR.
Dari markas besarnya di Slipi, semua dipersiapkan Partai Golkar: gincu tebal dan strategi jitu.
Tulus Wijanarko, Mawar Kusuma, Febrianti (Padang), Mahbud Djunaidy (Jember), Redy M.Z. (Kutai), Sohirin (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo