Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
YERUSALEM - Guatemala kemarin meresmikan kedutaan besarnya di Yerusalem, dua hari setelah langkah serupa oleh Amerika Serikat yang memicu kemarahan warga Palestina dan dunia internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Guatemala Jimmy Morales dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadiri pembukaan kedutaan besar itu di wilayah Yerusalem Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bukan kebetulan jika Guatemala menjadi negara kedua yang memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem. Anda adalah negara kedua yang mengakui Israel," kata Netanyahu dalam sambutannya, sambil mengacu pendirian negara Zionis ini pada 1948.
Adapun Morales mengatakan bahwa negaranya, Israel, dan Amerika Serikat berbagi "persahabatan, keberanian, dan loyalitas". Keputusan Guatemala tak pelak menuai kecaman dari Palestina. "Pemerintah Guatemala memilih berada dalam pihak yang salah, melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia, serta melakukan permusuhan terhadap rakyat Palestina," tutur Saeb Erekat, ketua tim perunding Palestina.
Pada 1959, Guatemala sebenarnya telah membuka kedutaan besarnya di Yerusalem. Namun, pada 1980, Guatemala dan sejumlah negara lain memindahkan kedutaan besarnya ke Tel Aviv atas perintah Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa, menyusul klaim Israel bahwa Yerusalem adalah ibu kota mereka.
Keputusan Amerika untuk merelokasi kedutaan besarnya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem yang diperebutkan telah menyebabkan perpecahan dunia internasional.
Tepat saat peresmian kedutaan besar yang dihadiri putri Presiden Donald Trump, Ivanka, dan suaminya, Jared Kushner, militer Israel membantai 60 demonstran Palestina di Jalur Gaza.
Insiden ini memicu kemarahan dunia, termasuk sejumlah sekutu Israel dan AS. Paus Benediktus kemarin mengutuk kebrutalan militer Israel dan mengatakan kekerasan hanya memancing kekerasan lebih besar.
"Saya mengucapkan belasungkawa dan mendoakan mereka yang terluka," kata Paus di hadapan puluhan ribu anggota jemaat di Lapangan Santo Petrus. Yerusalem adalah jantung dari konflik Israel-Palestina, dengan kedua belah pihak sama-sama mengklaim kota tersebut. Kota Tua di Yerusalem Timur berisi tempat-tempat suci bagi umat Yahudi, Kristen, dan Islam.
Palestina menuntut Yerusalem Timur sebagai ibu kota di masa depan, sementara Israel melihat seluruh kota sebagai ibu kota mereka-hal ini tidak diakui oleh dunia internasional.
Israel mencaplok Yerusalem Timur dalam Perang Timur Tengah 1967. Status terakhir dari Yerusalem harus diputuskan dalam tahap akhir pembicaraan damai. REUTERS | TIMES OF ISRAEL | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo