Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Heli Twinpack TNI-AU Jatuh

14 Januari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HELIKOPTER F58T Twinpack milik TNI Angkatan Udara jatuh di perkebunan sawit Pelalawan, Riau, Senin pekan lalu. Seorang dari tujuh penumpangnya tewas, yaitu Robert Chandran, bos perusahaan perminyakan Chemoil Energy Ltd., Singapura.

Selain membawa Chandran—orang terkaya di dunia nomor 14 versi majalah Forbes—heli itu juga ditumpangi Terence Gidlow, direktur Chemoil. Ia selamat meski luka-luka. Lima orang lainnya mengalami nasib sama, termasuk pilot Kapten (P) Arif Budiarto.

Kabarnya, helikopter nahas itu disewa oleh Chemoil. Namun Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Subandrio membantah isu ini. Ia menyatakan akan memecat perwira yang bertanggung jawab atas penerbangan berpenumpang dua warga negara asing itu. ”Saya akan ambil tindakan tegas, saya copot dari jabatannya,” kata Subandrio.

Setiap penerbangan dari pangkalan udara TNI-AU di bawah tanggung jawab Komandan Pangkalan Udara setempat. Di Riau, posisi itu dijabat Kolonel Gandara Olivenca. Menurut Subandrio, penumpang warga negara lain harus mendapat izin dari Markas Besar TNI-AU.

Bukti Transfer untuk Hari Sabarno

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti transfer uang sekitar Rp 396 juta untuk membayar rumah Hari Sabarno, mantan Menteri Dalam Negeri, di Kota Wisata Cibubur, Jawa Barat. Transfer dilakukan pada 17 Februari 2003, dan diduga berkaitan dengan proyek pembelian mobil pemadam kebakaran oleh Departemen Dalam Negeri.

”Bukti ini ditemukan penyidik KPK ketika menggeledah rumah Chenny Kolondam,” kata Sarjono Turin, jaksa penuntut umum kasus korupsi pembelian mobil pemadam kebakaran itu, Senin pekan lalu. Chenny Kolondam adalah istri Direktur PT Istana Sarana Raya, Hengky Samuel Daud, perusahaan rekanan pelaksana proyek. Hengky Samuel hingga saat ini masih buron.

Namun Hari Sabarno menolak tudingan jaksa. ”Saya tidak pernah menerima uang pembayaran apa pun dari dia,” ujar bekas Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu. Namun ia mengakui rumah yang dimaksud jaksa adalah miliknya.

Pengadaan mobil pemadam kebakaran dilakukan di hampir semua provinsi di Indonesia dan dilaksanakan secara terpusat melalui radiogram dari Departemen Dalam Negeri yang atas nama Ditjen Otonomi Daerah saat itu, Oentarto Sindung Mawardi. Pada akhirnya, PT Istana Sarana Raya ditunjuk langsung sebagai rekanan untuk pengadaan di sebelas provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.

KPK telah menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di beberapa daerah, yaitu Kalimantan Timur, Riau, Pemerintah Kota Medan, dan Jawa Barat. Sedangkan kasus pengadaan di Pemerintah Kota Makassar, perkaranya sudah bergulir di pengadilan khusus tindak pidana korupsi dengan terdakwa mantan Wali Kota Makassar, Amiruddin Maula.

Bonus Awal Tahun Anggota DPR

ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat menerima ”bonus awal tahun”. Menurut Agung Laksono, ketua lembaga itu, uang untuk anggota masing-masing Rp 39 juta telah dibagikan. Ini merupakan upah atas rampungnya pembahasan 39 rancangan undang-undang tahun lalu. ”Anggaran ini sudah disepakati semua fraksi,” kata Agung kepada pers, Selasa pekan lalu. Upah itu akan dilanjutkan untuk tahun ini, yang ditargetkan membahas 89 rancangan undang-undang.

Beberapa fraksi, seperti Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi PDI Perjuangan, dan Fraksi Partai Demokrat, menolak uang itu. Mereka menyatakan akan mengembalikannya ke negara. Namun Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menerimanya.

Sejumlah LSM mengkritik keputusan itu. Menurut Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, pemberian upah pembuatan undang-undang itu bisa semakin menurunkan citra Dewan. ”Penggunaan istilah insentif tidak logis karena pembuatan undang-undang merupakan tugas lembaga itu,” demikian menurut mereka.

Presiden Jenguk Nirmala

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono menjenguk Nirmala Bonat, tenaga kerja wanita asal Nusa Tenggara Timur yang dianiaya majikannya di Malaysia. Dalam pertemuan setengah jam di Hotel JW Marriott, Kuala Lumpur, Kamis pekan lalu itu, Presiden meminta Menteri Tenaga Kerja Erman Soeparno memperhatikan kesejahteraan Nirmala.

”Pemerintah akan memberikan bantuan modal, tergantung mau usaha apa,” kata Erman Soeparno ketika dihubungi Tempo. Nirmala akan pulang ke Tanah Air setelah kasusnya menang di pengadilan setempat.

Yim Pek Ha, mantan majikan Nirmala, dinyatakan bersalah karena terbukti menyiram perempuan nahas itu dengan air panas. Nirmala juga disiksa dengan setrika. Namun Yim Pek Ha tidak ditahan karena membayar uang jaminan.

Kasus ini terungkap pada 2004 dan baru disidang awal bulan ini. Tatkala bertemu Presiden Yudhoyono, Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi sepakat mempercepat proses pengadilan tenaga kerja Indonesia yang bermasalah di negeri itu.

KPK Periksa Syahril Sabirin

KOMISI Pemberantasan Korupsi meminta keterangan Syahril Sabirin, mantan Gubernur Bank Indonesia, dalam kasus gratifikasi 2003-2004. Selama tujuh jam, Rabu pekan lalu, ia ditanya ihwal pengucuran dana Rp 15 miliar untuk membiayai proses hukum mantan pejabat bank sentral yang bermasalah.

Para mantan pejabat yang mendapat aliran dana yaitu Paul Sutopo, Heru Supraptomo, dan Hendro Budianto. Mereka tersangkut kasus penyimpangan pengucuran dana bantuan likuiditas Bank Indonesia. ”Di masa saya, semua itu resmi dilakukan atas beban anggaran Bank Indonesia,” Syahril menjelaskan.

Menurut Badan Pemeriksa Keuangan, dana yang sama mengalir ke sejumlah anggota DPR. Johan Budi S.P., juru bicara KPK, menyatakan bahwa pada pekan ketiga bulan ini semua bukti akan dievaluasi. ”Akan diputuskan apakah akan dilanjutkan ke penyidikan,” katanya.

Jarwo Kwat Tersandung

SUJARWO alias Jarwo Kwat, komedian yang memarodikan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam acara televisi Republik Mimpi, tersandung kasus dugaan penipuan. Kepolisian Tangerang, Banten, memeriksanya pada Selasa pekan lalu. Kasus ini segera diteruskan ke kejaksaan setempat. Teuku Rahman, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tangerang, juga mengatakan segera membawa kasus ini ke pengadilan. ”Tidak ada gunanya menunda,” ujarnya.

Kepada DPR, Jarwo Kwat meminta perlindungan. Ia mengaku tidak bersalah dalam kasus pencairan cek kosong senilai Rp 200 juta itu. Sekitar 29 artis, komedian, dan anggota keluarganya menjamin agar Jarwo tidak ditahan.

Kasus ini bermula ketika Jarwo dan sekitar 50 artis tampil dalam sebuah acara di Kampung Bola, Senayan, Jakarta, pada Juni 2006. Ia dibayar dengan cek. Jarwo yang berutang kepada seseorang membayarnya dengan cek itu. Belakangan ternyata cek itu baru diketahui tak bisa dicairkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus