BOLA sodok kini "masuk" Dewasa ini seakan-akan dari Sabang
sampai Merauke orang ber-holopis,kuntul baris main bilyard Di
Jakarta, sudah ada kecenderungan bahwa peminat permainan ini
sudah jenuh Di beberapa tempat tarif diturunkan. Tapi demam bola
sodok sudah menjalar ke pelbagai daerah. Kelatahan? Mungkin akan
bertahan sampai berapa lama? Mungkin tak terlalu lama
Sebab demam semacam itu pernah kita kenal. Yaitu waktu klab-klab
malam dibuka, tempat mandi uap menjangkiti hampir tiap pojok
yang memikat, hiburan ini dan hiburan itu berpendar-pendar di
mana-mana. Tapi kini, dengan jelas terbukti benda-benda hiburan
itu tak tahan lama. Hukum ekonomi nampaknya lebih kuat ketimbang
hukum-hukum lain. Penawaran terlampau berlebih, permintaan
begitu kurang "Glamor" modern yang seakan-akan dianggap sebagai
pertanda perubahan yang sah dari zaman, ternyata cuma ombak di
permukaan pada masyarakat kita sebagian besar tidak mau -- dan
tidak mampu -- menyedot hiburan-hiburan itu.
Memang, banyak barang yang mahal di negeri ini mencoba bertahan
dengan mencari pasar pada kelompok kecil di atas -- kira-kira 5
persen penduduk Indonesia yang serba berkecukupan. Mobil
pribadi misalnya lima persen dari penduduk Indonesia berarti
kira-kira 6,5 juta -- dan itu pasar yang lumayan. Artinya
kira-kira separuh dari penduduk Australia, bahkan lebih besar
dari penduduk Norwegia. Dan itulah salah satu alasan bagi para
produsen TV berwarna (soal yang di Indonesia dihebohkan
masyarakat kita kini) untuk melempar barangnya yang tersisa ke
Indonesia. Yakni, buat melayani "kasta terpuncak" saja. Tapi apa
boleh buat, berbeda dengan mobil dan TV, klab-klab malam dan
tempat mandi uap, dan mungkin juga kelak bola sodok,
bagaimanapun ternyata lebih peka terhadap ,menyusutnya minat
Pasaran yang itu-itu saja, akhirnya tidak menghendaki hiburan
yang itu-itu juga. Mereka butuh variasi. Bosan, mereka cari yang
baru. Dan yang lama kesepian ....
Setelah beberapa bulan melakukan observasi gejala itu, -- kami
menurunkan laporan utama ini. Datanya begitu banyak terkumpul,
hingga laporan sampai 8 halaman majalah. Sebagian besar ditulis
oleh D.S. Karma, yang telah melakukan wawancara cukup meluas di
bidang ini -- meskipun dia ini orang Banten yang alim. Ia
dibantu oleh Eddy Herwantho (dan juga oleh Syarief Hidayat). Ed
Zulverdi melengkapi laporan ini dengan ulasannya mengenai
perkembangan tempat hiburan yang lebih "terbuka": taman-taman.
Para koresponden dan pembantu daerah memberikan ilustrasi
tentang situasi di daerah masing-masing. Mereka adalah Zakaria
M.Passe (Medan), Sachran R (Banjarmasin), Dachlan Iskan
(Samarinda+Balikpapan). Anshori Thayeb (Surabaya), Sunarya Hamid
(Bandung), Ujung Pandang (Sinansari Ecip).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini