Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Hiburan membosankan

Tempat hiburan yang semula menarik pengunjung lama lama makin sepi, karena pengunjung bosan dengan hiburan yang itu-itu juga. mereka butuh variasi dengan mencari yang baru. (fk)

14 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BOLA sodok kini "masuk" Dewasa ini seakan-akan dari Sabang sampai Merauke orang ber-holopis,kuntul baris main bilyard Di Jakarta, sudah ada kecenderungan bahwa peminat permainan ini sudah jenuh Di beberapa tempat tarif diturunkan. Tapi demam bola sodok sudah menjalar ke pelbagai daerah. Kelatahan? Mungkin akan bertahan sampai berapa lama? Mungkin tak terlalu lama Sebab demam semacam itu pernah kita kenal. Yaitu waktu klab-klab malam dibuka, tempat mandi uap menjangkiti hampir tiap pojok yang memikat, hiburan ini dan hiburan itu berpendar-pendar di mana-mana. Tapi kini, dengan jelas terbukti benda-benda hiburan itu tak tahan lama. Hukum ekonomi nampaknya lebih kuat ketimbang hukum-hukum lain. Penawaran terlampau berlebih, permintaan begitu kurang "Glamor" modern yang seakan-akan dianggap sebagai pertanda perubahan yang sah dari zaman, ternyata cuma ombak di permukaan pada masyarakat kita sebagian besar tidak mau -- dan tidak mampu -- menyedot hiburan-hiburan itu. Memang, banyak barang yang mahal di negeri ini mencoba bertahan dengan mencari pasar pada kelompok kecil di atas -- kira-kira 5 persen penduduk Indonesia yang serba berkecukupan. Mobil pribadi misalnya lima persen dari penduduk Indonesia berarti kira-kira 6,5 juta -- dan itu pasar yang lumayan. Artinya kira-kira separuh dari penduduk Australia, bahkan lebih besar dari penduduk Norwegia. Dan itulah salah satu alasan bagi para produsen TV berwarna (soal yang di Indonesia dihebohkan masyarakat kita kini) untuk melempar barangnya yang tersisa ke Indonesia. Yakni, buat melayani "kasta terpuncak" saja. Tapi apa boleh buat, berbeda dengan mobil dan TV, klab-klab malam dan tempat mandi uap, dan mungkin juga kelak bola sodok, bagaimanapun ternyata lebih peka terhadap ,menyusutnya minat Pasaran yang itu-itu saja, akhirnya tidak menghendaki hiburan yang itu-itu juga. Mereka butuh variasi. Bosan, mereka cari yang baru. Dan yang lama kesepian .... Setelah beberapa bulan melakukan observasi gejala itu, -- kami menurunkan laporan utama ini. Datanya begitu banyak terkumpul, hingga laporan sampai 8 halaman majalah. Sebagian besar ditulis oleh D.S. Karma, yang telah melakukan wawancara cukup meluas di bidang ini -- meskipun dia ini orang Banten yang alim. Ia dibantu oleh Eddy Herwantho (dan juga oleh Syarief Hidayat). Ed Zulverdi melengkapi laporan ini dengan ulasannya mengenai perkembangan tempat hiburan yang lebih "terbuka": taman-taman. Para koresponden dan pembantu daerah memberikan ilustrasi tentang situasi di daerah masing-masing. Mereka adalah Zakaria M.Passe (Medan), Sachran R (Banjarmasin), Dachlan Iskan (Samarinda+Balikpapan). Anshori Thayeb (Surabaya), Sunarya Hamid (Bandung), Ujung Pandang (Sinansari Ecip).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus