Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kebudayaan Intel

Korupsi dapat disebut kebudayaan, begitu juga intek tiap negara memiliki intek yang direkturnya dpt diketahui tapi anak buahnya tidak. Toko-toko pun pasang kamera sebagai intek, menganggap publik itu maling.

14 Februari 1976 | 00.00 WIB

Kebudayaan Intel
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SEDANGKAN korupsi yang buruk itu boleh disebut "kebudayaan", mengapa intel tidak. Oleh sebab itu, jangan terlampau diributkan benar suburnya "pendekatan intel" di zaman sekarang. Anggaplah barang biasa, seperti halnya "pendekatan intelektuil" dan sebangsanya. Dan maka dari itu, seorang intel tidaklah kurang derajat ketimbang seorang ekonom, atau konsultan, atau antropolog, bahkan atau pemimpin redaksi. Bedanya, yang satu berterang-terang, yang lain bersamar-samar. Sebab, kalau intel berterang-terang juga, namanya spion Melayu Lagi pula, usianya lebih tua. Nabi Nuh menginstruksikan seekor intel burung merpati, mengintip dari udara, kalau-kalau ada tampak daratan. Nabi Sulaiman menunjuk burung "hudhud" mencari tahu, di mana gerangan lembah subur yang cukup air. Jenis intel khewani ini akibat makin luasnya bidang urusan, lambat laun digeser tempatnya oleh jenis intel manusiawi Sampai sekarang tetap begitu, tidak berubah-rubah lagi. Begitulah, Julius Cacsar memilih Commius, bangsa manusia, selidik tanah Inggeris menjelang pasukannya datang ke sana. Seperti halnya amatirisme berkembang jadi profesi, begitu pula di dunia perintelan. Minat pertama muncul pada perempuan jelita Louise de Keroulle, yang siap dikirim menteri Perancis Cardinal Richelieu ke Inggeris, pura-pura jadi pelayan istana, dan seperti sudah bisa diduga sebelumnya, raja Charles II main gila dan jadilah dia itu simpanannya. Tak heran apabila kokoh benar kedudukan Richelieu di samping raja Louis XIII Maklum punya intel jadi simpanan memang penting juga, tapi punya intel-intel yang terorganisir lebih penting lagi, pikir Duke of Marlborough Dan kalau tak ada wanita, bancipun jadilah. Maka orang Inggeris yang panjang akal ini menunjuk Chevalier d'Eon Beaumont, status di kartu-penduduk pria, tapi mampu segera berganti rupa jadi wanita, manis terbungkus rok panjang pinggir berenda, mencumbu rayu pembesar-pembesar Rusia, bahkan juga pembesar Inggeris sendiri, siapa tahu ada juga bangsal dalam selimut. Pensiunan Intel Tentu, bidang intel bukanlah semata bidang tempat tidur. Ini dibuktikan oleh Robert Baden-Powell. Selidik kekuatan Jerman lewat tukar menukar bulu, sekali tempo jadi wartawan sekali tempo jadi seniman. Dan tatkala Perang Boer, dia tipu lawan dengan perintah-perintah lewat pengeras suara seakan-akan beribu pasukan siap menyerbu, padahal beberapa gelintir saja. Walaupun begitu, kepandaian intel-intelannya ini tak ada sangkut-paut dengan kedudukannya selaku Bapak Pandu Sedunia. Ini urusan sesudah pensiun, yang sebagaimana biasanya, suka berbau pilantropis. Ada juga terpikir jalan yang lebih ringkas, lebih murah lagi aman, asal tidak ketahuan. Yaitu, menobatkan mata-mata jadi dubes, proyek yang lebih lama jadi kegemaran orang Persi dan Tiongkok dulu kala. Ditilik dari tugas rangkapnya, hanya mungkin terpikul oleh oknum-oknum spesial, di depan lain di belakang lain, tak ubahnya seperti rompi. Dan apabila tugas yang sedikit nyeleweng ini terlaksana laik, hukan mustahil bisa naik pangkat jadi Menlu, seperti halnya datuk intel Inggeris Francis Walsingham, mulanya mata-mata, kemudian merangkap dubes di Perancis, ujung-ujung nya jadi Menlu ratu Elizabeth I. Seraya semua segi kebudayaan berkembang mekar, begitu pulalah dunia kebudayaan intel. Negara yang tanpa intel akan jadi bahan tertawaan, seperti jari tanpa kuku. Dan sejalan dengan sifat keterbukaan, punya badan intel sama berterang-terangnya dengan punya museum Direkturnya pun bisa dipotret, seperti kepala CIA yang baru dilantik, George Bush Perkara identitas anak-buahnya tidak berterang-terang, ini menyangkut soal praktis. Sebab, kalau berterang-terang, apakah lagi bedanya intel dengan penduduk biasa? Tentu bisa timbul pikiran, apabila negara boleh berintel-intel, mengapa swasta tidak. Maka dari itu, seorang nyonya yang dirundung was-was sampai kepala berdenyut-denyut bisa pesan intel buat kuntit suami ke mana pergi, dan sang suami boleh pula berbuat serupa andaikata terasa olehnya ada sesuatu yang tidak beres, siapa tahu, keajaiban bisa datang setiap waktu.Begitu juga direktur bank, tuan toko, tauke pabrik yang tak sudi satu sen pun uangnya hilang percuma, punya intel yang melirik kian kemari, atau pasang kamera yang mampu menangkap gerak-gerik, tiada lolos barang sekejap. Ini sudah kelewatan, ini membikin kikuk orang, ini menganggap publik itu bangsat semua, ini mengganggu kebebasan pribadi, ini betul-betul bikin sumpek, ulas Myron Brenton dalam The Privacy Invalers-nya. Semua orang bagaikan baksil yang tiarap di bawah mikroskop, diplototi setiap saat, tak bisa tenteram barang sebentar, telanjang sampai ke urat-uratnya, bagaikan jongkok di tanah lapang bisa tertinjau dari segala sudut, ulas Vanse Packard dalam The Naked City-nya. Memang sudah begitu, harap dimaklum saja, mengapa tidak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus